Ubaid Pemberantas Syirik yg tinggal di Surabaya menulis : Beberapa riwayat dibawah ini menunjukkan bahwa Nabi saw dan para sahabatnya tidak selalu sholat ditanah tetapi juga di pasir dan batu.
1. Beralas pasir yaitu:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa dalam perjalanan umrah dan haji Rasulullah s.a.w pernah singgah di Dzul Hulayfah di bawah pohon Samurah di sekitar tempat shalat yang ada di Dzul Hulayfah. Ketika Rasulullah s.a.w pulang dari peperangan, umrah atau haji, beliau menuruni lembah di jalan itu. Sesudah sampai di lembah itu beliau menghentikan untanya di aliran air di bagian timur lembah, lalu beliau beristirahat di situ sampai pagi. Di tempat itu tidak ada masjid yang dibangun dari batu dan tidak ada pula masjid di atas bukit. Di situ ada sebidang tanah yang menjorok yang di tengahnya ada tumpukan pasir yang ditempati oleh Abdullah bin Umar untuk shalat. Rasulullah s.a.w pernah melakukan shalat di tempat itu, namun tempat yang dipergunakan shalat oleh Abdullah bin Umar itu akhirnya hanyut dan tenggelam karena terkena aliran air.
(Hadits shahih Imam Bukhari, nomor hadits : 484)
1. Beralas pasir yaitu:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa dalam perjalanan umrah dan haji Rasulullah s.a.w pernah singgah di Dzul Hulayfah di bawah pohon Samurah di sekitar tempat shalat yang ada di Dzul Hulayfah. Ketika Rasulullah s.a.w pulang dari peperangan, umrah atau haji, beliau menuruni lembah di jalan itu. Sesudah sampai di lembah itu beliau menghentikan untanya di aliran air di bagian timur lembah, lalu beliau beristirahat di situ sampai pagi. Di tempat itu tidak ada masjid yang dibangun dari batu dan tidak ada pula masjid di atas bukit. Di situ ada sebidang tanah yang menjorok yang di tengahnya ada tumpukan pasir yang ditempati oleh Abdullah bin Umar untuk shalat. Rasulullah s.a.w pernah melakukan shalat di tempat itu, namun tempat yang dipergunakan shalat oleh Abdullah bin Umar itu akhirnya hanyut dan tenggelam karena terkena aliran air.
(Hadits shahih Imam Bukhari, nomor hadits : 484)
Komentarku ( Mahrus ali )
Kalimat arabnya sedemikian .
صحيح البخاري (1/ 104)
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، أَخْبَرَهُ «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْزِلُ بِذِي الحُلَيْفَةِ حِينَ يَعْتَمِرُ، وَفِي حَجَّتِهِ حِينَ حَجَّ تَحْتَ سَمُرَةٍ فِي مَوْضِعِ المَسْجِدِ الَّذِي بِذِي الحُلَيْفَةِ، وَكَانَ إِذَا رَجَعَ مِنْ غَزْوٍ كَانَ فِي تِلْكَ الطَّرِيقِ أَوْ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ هَبَطَ مِنْ بَطْنِ وَادٍ، فَإِذَا ظَهَرَ مِنْ بَطْنِ وَادٍ أَنَاخَ بِالْبَطْحَاءِ الَّتِي عَلَى شَفِيرِ الوَادِي الشَّرْقِيَّةِ، فَعَرَّسَ ثَمَّ حَتَّى يُصْبِحَ لَيْسَ عِنْدَ المَسْجِدِ الَّذِي بِحِجَارَةٍ وَلاَ عَلَى الأَكَمَةِ الَّتِي عَلَيْهَا المَسْجِدُ»، كَانَ ثَمَّ خَلِيجٌ يُصَلِّي عَبْدُ اللَّهِ عِنْدَهُ فِي بَطْنِهِ كُثُبٌ، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَمَّ يُصَلِّي، فَدَحَا السَّيْلُ فِيهِ بِالْبَطْحَاءِ، حَتَّى دَفَنَ ذَلِكَ المَكَانَ، الَّذِي كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُصَلِّي فِيهِ
. Ketika Rasulullah s.a.w pulang dari peperangan, umrah atau haji, ( beliau melewati jalan itu ). Beliau menuruni lembah di jalan itu.
فَإِذَا ظَهَرَ مِنْ بَطْنِ
Sesudah sampai di lembah itu
Mestinya terjemahannya adalah ketika di akhir lembah.
أَنَاخَ بِالْبَطْحَاءِ الَّتِي عَلَى شَفِيرِ الوَادِي الشَّرْقِيَّةِ
beliau menghentikan untanya di aliran air di bagian timur lembah,
Terjemahanku ( Mahrus ali ) .
Beliau menghentikan untanya di Bath – ha` di tepi lembah timur.
Komentarku ( Mahrus ali )
صحيح البخاري (1/ 104)
(بالبطحاء) المسيل الواسع المجتمع فيه صغار الحصى من سيل الماء
Bath- ha` adalah selokan air yg luas banyak kerikil dari aliran air .
فَعَرَّسَ ثَمَّ حَتَّى يُصْبِحَ
lalu beliau beristirahat di situ sampai pagi. ( Salah terjemahan ) .
Terjemahanku ( Mahrus ali ) :
Lalu beliau tidur sebentar di situ sampai pagi .
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Maksud nya tidur sebentar spt istirahatnya seorang musafir.
فتح الباري لابن رجب (2/ 595)
المراد بالتعريس هنا : نومة حتى يصبح
Maksud Ta`ris disini adalah tidur sampai subuh / pagi.
لَيْسَ عِنْدَ المَسْجِدِ الَّذِي بِحِجَارَةٍ وَلاَ عَلَى الأَكَمَةِ الَّتِي عَلَيْهَا المَسْجِدُ»،
Di tempat itu tidak ada masjid yang dibangun dari batu dan tidak ada pula masjid di atas bukit. ( terjemahan keliru )
Terjemahanku ( Mahrus ali )
Bukan di sisi masjid yg di atas batu juga bukan pada undukan tanah yg ada masjidnya.
كَانَ ثَمَّ خَلِيجٌ يُصَلِّي عَبْدُ اللَّهِ عِنْدَهُ فِي بَطْنِهِ كُثُبٌ، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَمَّ يُصَلِّي،
Di situ ada sebidang tanah yang menjorok yang di tengahnya ada tumpukan pasir yang ditempati oleh Abdullah bin Umar untuk shalat. ( salah terjemahan )
Terjemahanku ( Mahrus ali ) :
Di sana ada teluk , Abdullah menjalankan shalat di sisinya , di tengahnya ada bukit pasir, Abdullah menjalankan shalat disisi teluk.
فَدَحَا السَّيْلُ فِيهِ بِالْبَطْحَاءِ، حَتَّى دَفَنَ ذَلِكَ المَكَانَ، الَّذِي كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُصَلِّي فِيهِ
, namun tempat yang dipergunakan shalat oleh Abdullah bin Umar itu akhirnya hanyut dan tenggelam karena terkena aliran air.
Terjemahanku :
Namun terjadi banjir di Bath- ha lalu tananya terbawa air dan menutupi selokan tadi lalu membenamkan tempat yg di gunakan shalat oleh Abdullah .
(Hadits shahih Imam Bukhari, nomor hadits : 484)
Komentarku ( Mahrus ali )
Ternyata banyak terjemahannya yg salah, menyesatkan bukan terjemahan yg benar yg mengarahkan kpd kebenaran pula. Terjemahan yg membayakan dan tdk menyelamatkan.
Lalu dengan terjemahan yg salah itu dibuat landasan untuk memperkenankan shalat wajib di sajadah, tambah salah . Sudah salah di tambah kesalahan, mestinya kesalahan dikurangi atau di hindari.
Saya tdk mengerti apakah Bapak Ubaid yg tinggal di Surabaya ini meng kopi pasthe atau menterjemahkan sendiri. Saya masih menghurmatinya , tdk meremehkannya . Sy suka dengan orang yg beda pendapat dengan sy dg alasan ilmiyah . Sy benci dg orang yg beda dengan sy dengan argumentasi asbun , tidak ilmiyah tp emosional .
Pernah saya Tanya tentang hal semacam ini - terjemahan tanpa arabnya . Bapak Ubaid bilang dari copasan belaka.
Ya, bgt lah bahaya mengambil ajaran agama dari terjemahan. Dan manfaat ngerti ahasa arab hingga bias membedakan antara terjemahan yg salah fatal dengan terjemahan yg benar.
Ternyata terjemahan yg di buat pegangan oleh bapak Ubaid keliru dan menyesatkan. Ingin selamat , hrs di lihat kwalitas terjemahan dan jam terbang si penerjemah dlm dunia terjemahan dari arab ke Indonesia atau dari Indonesia ke arab.
Walaupun demikian , dlm hadis tsb tdk bisa di buat pegangan untuk memperbolehkan shalat wajib di sajadah. Tiada keterangan untuk itu. Bahkan saat Rasulullah shallahu alaihi wasallam menjalankan shalat di padang pasir tanpa sajadah. Dan shalat wajib di pasir hrs diperbolehkan, bukan dilarang . Ia adalah masih sunnah Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Dan memang tanah arab waktu itu dan sampai sekarang adalah padang pasir bukan padang rmput. Sudh tentu , saat berpergian para sahabat melakukan shalat wajib tanpa sajadah tapi di tanah itu.
Bagi orang yg melarang shalat wajib di padang pasir , ya menyalahi tuntunan sbgmn shalat wajib di atas sajadah , hrs di katakana menyalahi tuntunan tidk boleh dikatakan cocok dengan tuntunan.
Hadis tsb di riwayatkan di kitab ini :
التوضيح لشرح الجامع الصحيح (6/ 21)
1532، 1533، 1767، 1575، 1576، 1799 – مسلم: 1257 – فتح: 1/ 567]
Keterangan dlm kitab Faidhul bari :
فيض الباري على صحيح البخاري (2/ 103)
484 - قوله: (وليس عند المسجد) ... الخ. وهذا يَدُلُّ على محوِ تلك الآثار في زمانِه فكيف بها اليوم.
Intinya : Bukan disisi masjid ………………. Hal ini menunjukkan bahwa napak tilas itu telah lenyap pd zamannya , apalagi sekarang.
فتح الباري لابن رجب (3/ 435)
هذه البطحاء المذكورة في هذا الحديث هي المعروفة عند أهل المدينة وغيرهم بالمعرس.
Bath- ha` yg tercantum dlm hadis itu populer dikalangan penduduk Medina dan lainnya dengan nama “al Muarras”
فتح الباري لابن رجب (2/ 594)
قد روي أنه صلى في المسجد ، ولعل المراد في بقعته وأرضه ، قبل أن يجعل مسجدا ، حتى يجمع بذلك بين الحديثين
Sungguh telah di riwayatkan bahwa Rasulullah shallahu alaihi wasallam melakukan shalat di masjid. Barang kali maksudnya di tanah itu sblm di bangun masjid di atasnya. Hingga dengan demikian bisa di kompromikan antara dua hadis itu.
.
المسند الجامع (10/ 295)
ورواية مُسْلِم (3021) ، والنسائي مختصره على الفقرة الثامنة.
- وروايته (3022) مختصرة على الفقرة التاسعة.
أخرجه أحمد 2/87 (5594 و5596 و5597 و5598 و5599 و5600 و5601) قال: قرأت على أبي قرة موسى بن طارق. و"البُخَارِي" 1/130 (484) و1/131 (485 و486 و487 و488 و489) و1/132 (490 و491 و492) قال: حدثنا إبراهيم بن المنذر. قال: حدثنا أنس بن عياض. و"مسلم" 4/62 (3021) و4/63 (3022) قال: حدثنا مُحَمَّد بن إسحاق الُمسَيَّبي، حدثني أنس، يعني ابن عياض. و"النَّسائي" 5/199، وفي "الكبرى" 3831 قال: أخبرنا عبدة بن عبد الله، قال: أنبأنا سُويد، قال: حدثنا زهير.
ثلاثتهم (موسى بن طارق، وأنس بن عياض، وزهير بن معاوية) عن موسى بن عقبة، عن نافع، فذكره.
Intinya hadis tsb dari Musa bin Uqbah seorang , tiada orang lain.
ــ موسى بن عقبة بن أبى عياش القرشى الأسدى المطرفى ، أبو محمد المدنى ، مولى آل الزبير بن العوام ( و يقال مولى أم خالد )
الطبقة : 5 : من صغار التابعين
الوفاة : 141 هـ و قيل بعد ذلك
Intinya Musa bin Uqbah termasuk tingkat ke lima dari Yunior tabiin , wafatnya pada 141 Hijriyah , lihat di kitab mausuah ruwati hadis 6992.
Tiada orang yg paham perilaku Rasulullah shallahu alaihi wasallam tentang shalat di sisi teluk itu kecuali Abdullah bin Umar . Pada hal saat itu waktu Umrah atau Haji. Mestinya banyak yg tahu. Bukan hanya satu orang yg paham shalat subuh Rasulullah shallahu alaihi wasallam yg berjamaah dengan para sahabatnya saat berpergian Umrah atau haji ini. Ini kejanggalan yg hrs di pikirkan. Dan ini hadis namanya hadis tafarrud yg oleh ulama dulu di katakana lemah dan kadang di sahihkan oleh ulama sekarang.
- كراهية المتقدمين لرواية الغريب:
كان المتقدمون من علماء الحديث يكرهون رواية الغرائب وما تفرد به الرواة، ويعدونه من شَرِّ الحديث، كما قال الإمام مالك رحمه الله: "شَرُّ العلم الغريبُ، وخيرُ العلم الظاهرُ الذي قد رواه الناس" 1،
Hukum hanya seorang perawi yang meriwayatkan hadis.( tafarrud )
Ulama hadis dahulu tidak suka atau benci terhadap riwayat gharib ( nyeleneh )
Ulama hadis dahulu benci terhadap terhadap riwayat – riwayat yang gharib ( nyeleneh ) dan hadis yang di riwayatkan oleh seorang perawi , lalu di anggap sebagai hadis yang terjelek sebagaimana di katakan oleh Imam Malik rahimahullah: Ilmu terjelek adalah yang gharib dan ilmu yang terbaik adalah yang tampak yang di riwayatkan oleh manusia. ( banyak ).
Abdul hay al luknowi berkata:
فكثيراً ما يطلقون النكارة على مجرَّد التَّفرُّد،
Sering kali mereka menyatakan hadis munkar disebabkan tafarrud saja . ( satu perawi yang meriwayatkan bukan dua atau tiga ).
Bahkan sampai tahun seratusan setelah Rasulullah shallahu alaihi wasallam wafat , hadis itu masih tidk diketahui oleh para tabiin kecuali satu orang yaitu Musa bin Uqbah.
Bersambung ………………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik