Sumber : http://blogseotest.blogspot.com/2012/01/cara-memasang-artikel-terkait-bergambar.html#ixzz2HNYeE9JU

Pages

Blogroll

Kamis, 30 November 2017

Fase ke 4 tentang larangan salat jamak.

Ini jawaban sy dulu .
Fase ke 4 tentang larangan salat jamak.
Anwar Al Jaidy dari UI jurusan sastra arab tinggal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta menulis :
izin menambahkan .. Firman Alloh itu tidak dapat sepenggal-sepenggal di pakai untuk hujjah karena setiap Berfirman Alloh Subhanahuwata'ala
selalu memberikan SYARAT di awal ayat atau di akhir ayat atau pada ayat
sebelumnya atau pada ayat sesudahnya...silahkan di teliti lagi bagi
orang yang mau berfikir..! mudah2an pemahaman kyai Mahrus Ali Ali dapat
berubah.....Ana hanya dapat mengatakan Barangsiapa melanggar batas
kebenaran pasti kehilangan arah. Barokallohufiikum
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sekarang saya sampaikan ayatnya sbb:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
( 103 ) Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Anda menyatakan :
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tetap saja artinya ayat itu medukung pernyataan saya tidak boleh jamak taqdim atau ta`khir , tapi shalat itu sudah ditentukan waktunya, tidak boleh di dahulukan atau di akhirkan dari waktunya. shalat
Ini ayat sebelumnya saya cantumkan sbb:
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ternyata juga tidak ada perintah jamak taqdim atau ta`khir. Dan tetap arti ayat 103 itu adalah shalat harus di lakukan tepat waktu.
Abu Nafisah alumni King Abdulaziz University - Tinggal di Jeddah
Dari Ponogoro, Jawa TimurIndonesia menulis :
menulis : Nyuwun sewu...
Mungkin ini bisa jadi penambah wawasan kita.
Secara garis besar,ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan menjamak dua sholat ketika safar.
1. Musafir boleh menjamak sholat,baik itu jamak taqdim maupun jamak ta'khir.
2. Musafir boleh menjamak sholat jika dalam safarnya dia dikejar waktu.
3. Musafir hanya boleh melaksanakan jamak ta'khir.
4. Musafir sama sekali tidak boleh menjamak sholat. Dan hanya boleh menjamak sholat di arofah dan muzdalifah.
Dalam rangka keluar dari perbedaan pendapat para ahli fiqh di atas,Imam Nawawi Rohimahulloh menulis:
"Tidak ada perbedaan pendapat bahwa meninggalkan jamak lebih utama,masing masing sholat di dirikan pada waktunya,demi keluar dari perbedaan pendapat.
Sesungguhnya,Abu hanifah dan sekelompok thobi'in tidak membolehkannya .
Di antara ulama yg menegaskan bahwa meninggalkannya lebih utama adalah Imam Ghozali Rohimahulloh."
Nyuwun sewu ,yai makhrus...
Nyuwun penjelasan panjenengan dg keteranganipun imam nawawi puniko.
Jazaakallohu khoiru jaza
Abu Nafisah menulis lagi :Nyuwun sewu...
Yang saya pahami dg keterangan imam nawawi rohimahulloh adalah jika tidak menjamak sholat ketika safar itu lebih utama.
Sedangkan bila menjamakpun,hal itupun boleh boleh saja.
Jazaakallohu khoir
Saya cocok dengan perkataan Imam Nawawi yang ini:
Sesungguhnya,Abu hanifah dan sekelompok tabi'in tidak membolehkannya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tapi bila Imam Nawawi memperbolehkan menjamak , saya tidak tahu dalilnya dan bertentangan dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya . Ingat hadis sbb:
أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ قَارَوَنْدَا قَالَ سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syumail dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Qarawanda, dia berkata; "Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah, "Apakah ayahmu (Abdullah) menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? ' la menjawab, 'Tidak kecuali di Muzdalifah'. HADIST NO – 593/ KITAB NASA'I
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 141)
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
……….., dari Abdullah ra berkata: Aku tidak melihat Nabi SAW menjalankan salat di luar waktunya kecuali dua salat yang di jamak antara Maghrib dan Isya` . Dan beliau menjalankan salat fajar sebelum waktunya. HR Bukhari 141/6
Komentarku ( Mahrus ali ): Hadis tsb muttafaq alaih, Jadi menurut Abdullah bin Mas`ud Rasul tidak pernah melakukan jamak di perjalanan dan dirumah kecuali di Muzdalifah itu.
Orang yang melakukan jamak taqdim dan ta`khir tidak mendapatkan pahala , tapi dosa besar karena menyalahi ayat :
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. 103 Annisa`
Dia dengan sengaja membuang ayat itu untuk mengambil hadis yang masih diperselisihkan kebenarannya dan bertentangan antara satu hadis dengan yang lain. Dia mendustakan Allah dan percaya pada perawi, sama dengan meninggalkan ayat untuk sujud pada perawi.
Cari ilmu agama dg sistim dialog yg ilmiyah ttg buka ketika adzan Maghrib membatalkan puasa dg penuh persaudaraan di dua grup WA sy .
Mau ikut , hub 08813270751.082225929198 ,081384008118,0 857-8715-4455

0812-4194-6733

Fase ke tiga tentang larangan jamak salat.

Jawabanku yg lalu :
Fase ke tiga tentang larangan jamak salat.
Ust. Ibnu Taimiyyah alumni IMM JAPAN Universitas Osaka-shi, Japan menulis Sebenarnya aa salut ada ust. Yg berfikir out of the box, karena dengan begitu bisa mendapatkan ilmu n hal2 baru..
Tapi menolak hukum jama' sholat, sama saja menolak ijma' ulama di semua mazhab..
Subhanalloh..
Belajar lagi ust...
Komentarku ( Mahrus ali ):
Anda menerima jamak shalat karena anda tidak mengerti hadis bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menjamak kecuali di Muzdalifah yang telah saya paparkan dalam jawaban – jawaban saya yang lalu. Bila anda tahu, maka anda tidak akan berkata seperti itu, bahkan anda akan acc dengan larangan saya untuk jamak taqdim atau ta`khir.
Hal itu terjadi pada anda karena anda tergesa – gesa, tidak dipikir dulu, dilihat lagi di kitab – kitab klasik arab dalam bidang ini, tapi tanpa pikir panjang , cukup dengan pokir pendek dan tanpa melihat dalam kitab – kitab klasik lagi tapi cukup apa yang didengar dari guru. Akhirnya anda menyatakan bahwa ulama telah ijmak masalah jamak taqdim atau ta`khir. Bila anda ajarkan hal itu, maka anda akan berdosa dan menyesatkan tidak mendapat pahala dan memberikan pencerahan tapi penggelapan tanpa disadari. Lihat keterangan saya dibawah ini yang menolak keterangan anda bahwa jamak takdim dan ta`khi sudah menjadi ijma ` ulama.
Syaikh Muqbil al wadi`I berkata:
القول الخامس: منع الجمع بعذر السفر مطلقًا وإنما يجوز للنسك بعرفة ومزدلفة، وهذا قول الحنفية، بل زاد أبوحنيفة على صاحبيه وقال: لا يجمع للنسك إلا إذا صلى في الجماعة، فإن صلى منفردًا صلى كل صلاة في وقتها. وقال أبويوسف ومحمد: المنفرد في ذلك كالمصلي جماعة.
وحكى ابن قدامة في "المغني" هذا عن رواية ابن القاسم عن مالك واختياره. وروى ابن أبي شيبة في "مصنفه" عن إبراهيم النخعي قال: كان الأسود وأصحابه ينْزلون عند وقت كل صلاة في السفر، فيصلون المغرب لوقتها، ثم يتعشون، ثم يمكثون ساعة، ثم يصلون العشاء.
وعن الحسن وابن سيرين أنّهما قالا: ما نعلم من السنة الجمع بين الصلاتين في حضر ولا سفر، إلا بين الظهر والعصر بعرفة، وبين المغرب والعشاء بجمع.
Pendapat yang kelima: Larangan jamak dengan alasan berpergian secara mutlak. Ia hanya boleh karena nusuk ( ibadah haji ) di Arofah dan Mina ) . Inilah pendapat Madzhab hanafi . Bahkan Imam Abu Hanifah berkata melebihi dua temannya : Tidak boleh dijamak karena nusuk kecuali dia menjalankan salat dengan berjamaah. Bila mejalankan salat sendirian, maka harus di lakukan tepat waktu untuk setiap salatnya. Abu Yusuf dan Muhammad berkata: Orang yang menjalankan salat sendiri dalam hal ini sama dengan berjamaah.
Ibnu Qudamah dalam kitab al Mughni menceritakan ini dari riwayat Ibn Qasim dari Malik dan pilihannya.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab Mushannafnya dari Ibrahim al Nakha`I berkata: Al aswad dan teman- temannya ketika berpergian turun dari kendaraannya setiap waktu salat. Mereka menjalankan salat maghrib tepat waktunya lalu makan malam , lalu berhenti sejenak lalu menjalankan salat Isya`.
Al Hasan dan Ibnu Sirin berkata: Aku tidak tahu hadis yang menjelaskan boleh menjamak salat di rumah atau berpergian kecuali menjamak salat dhuhur dan Asar di Arofah atau Maghrib dan Isya` di Muzdalifah. Lihat karya Syaikh Muqbil al jam`u bainas shalatain.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah kutipan saya dari keterangan Syaikh Muqbil , walaupun syaikh Muqbil tidak sependapat dengan pendapat Madzhab Abu Hanifah. Itu masalah pemahaman beliau. Saya mengutip keterangan itu karena terpadu dengan pemahaman saya tentang salat jamak. Dan saya cocok dengan Abu Dawud yang menyatakan tiada hadis sahih yang menjelaskan bolehnya jamak taqdim.
Kalau saya, bahkan jamak ta`khirpun saya belum menjumpai hadis yang sahih dan ia bertentangan dengan ayat . Hal ini cocok sekali dengan pendapat Imam Al Hasan , Ibnu Sirin, Abu Hanifah al aswad dan teman – temannya.
Anda menyatakan:
Subhanalloh..
Belajar lagi ust...
Komentarku ( Mahrus ali ):
Saya yang benar tidak mengatakan kepada anda sepeti itu, tapi anda yang keliru malah mengatakan seperti itu, apalagi bila anda dipihak yang benar dan saya dipihak yang salah.
Saya tetap mengajar juga tetap belajar dengan membaca karya – karya para ulama` dan bisa memilah mana yang salah dan mana yang benar. Saya tidak suka dengan pembaca yang bodoh, tidak mampu memilih mana yang salah dan mana yang benar. Lalu di telan saja. Ini awal kesesatan bukan yang terahir. Akhinya bila tahu yang benar dia akan memuntahkan kesalahan yang telah ditelannya.
Cari ilmu agama dg sistim dialog yg ilmiyah ttg buka ketika adzan Maghrib membatalkan puasa dg penuh persaudaraan di dua grup WA sy .
Mau ikut , hub 08813270751.082225929198 ,081384008118,0 857-8715-4455

0812-4194-6733

Fase ke 2 tentang larangan salat jamak taqdim atau ta`khir

Ini jawaban sy dulu:
Fase ke 2 tentang larangan salat jamak taqdim atau ta`khir
Ustadz Tommi Marsetio menulis:
4. 'Abdullaah bin Diinaar, melalui jalur Rabii'ah bin Farruukh (beliau adalah Rabii'ah Ar-Ra'yi, guru Al-Imam Maalik) dengan redaksi matan :
قَالَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَأَنَا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَسِرْنَا فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ قَدْ أَمْسَى قُلْنَا الصَّلَاةُ فَسَارَ حَتَّى غَابَ الشَّفَقُ وَتَصَوَّبَتْ النُّجُومُ ثُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ فَصَلَّى الصَّلَاتَيْنِ جَمِيعًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ صَلَّى صَلَاتِي هَذِهِ يَقُولُ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا بَعْدَ لَيْلٍ
('Abdullaah bin Diinar) berkata, "Matahari akan terbenam sementara aku berada di sisi 'Abdullaah bin 'Umar, maka berangkatlah kami. Tatkala kami melihat matahari telah tenggelam, kami katakan, "Shalat!" namun Ibnu 'Umar tetap meneruskan perjalanannya hingga senja telah menghilang dan muncullah bintang-bintang. Kemudian Ibnu 'Umar singgah dan shalat dengan menjamak kedua shalat tersebut (yaitu Maghrib dan 'Isyaa') dan ia berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam jika mengalami kesulitan dalam perjalanan, beliau shalat seperti shalatku ini," perawi mengatakan, "Dengan menjamak keduanya setelah malam tiba."
[Sunan Abu Daawud no. 1217]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahannya keliru :
غَابَتْ الشَّمْسُ
Terjemahan Ustadz Tommi Marsetio:
"Matahari akan terbenam
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahan itu keliru dan yang benar:
Matahari telah menghilang / tidak tampak ( mungkin karena tertutup awan atau lainnya ).
Ghobat itu fi`il madhi , mengapa di artika oleh Ustadz Tommi Marsetio
dengan kalimat : "Matahari akan terbenam".
Bukan telah tapi beliau menggunakan kalimat akan yang biasanya untuk fi`il mudhari`.
Ghobat itu artinya matahari tidak kelihatan atau menghilang, jangan di artikan terbenam.
فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ قَدْ أَمْسَى
Beliau menterjemahkan: Tatkala kami melihat matahari telah tenggelam
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahan itu keliru dan yang benar:
Tatkala kami melihat Ibnu Umar berhenti ( tidak meneruskan perjalanan ) .
Kalimat " hu " dia , maksudnya adalah Ibnu Umar , karena kalimat " hu " itu mudzakkar – untuk lelaki. Tapi Ustadz Tommi Marsetio kalimat "hu " di rujukkan kepada matahari – atau di pahami untuk matahari yang muannas majazi . Lihat kalimat dalam hadis Ghobat syamsu . Ber arti Syamsu disini muannas majazi.
أَمْسَى فلانٌ : مَسَا
Fulan berhenti / tidak meneruskan perjalanan.
حَتَّى غَابَ الشَّفَقُ
Terjemahan menurut Ustadz Tommi Marsetio:
hingga senja telah menghilang
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahan itu keliru dan yang benar:
Hingga sinar merah matahari telah menghilang.
Bahasa arabnya senja itu waktul maghrib atau al maghribu atau atamah.
ثُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ
Terjemahan menurut Ustadz Tommi Marsetio
Kemudian Ibnu 'Umar singgah
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahan itu keliru dan yang benar:
Kemudian sesungguhnya Ibnu Umar turun ( dari kendaraannya ).
ثُمَّ قَالَ
dan ia berkata
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahan itu keliru dan yang benar:
Kemudian beliau berkata:
إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
Terjemahan menurut Ustadz Tommi Marsetio
jika mengalami kesulitan dalam perjalanan
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahan itu keliru dan yang benar:
Bila beliau tergesa – gesa dalam perjalanan ( karena ada kepentingan yang serius ).
Komentarku ( Mahrus ali ):
Terjemahan yang tepat hadis di atas sbb:
قَالَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَأَنَا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَسِرْنَا فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ قَدْ أَمْسَى قُلْنَا الصَّلَاةُ فَسَارَ حَتَّى غَابَ الشَّفَقُ وَتَصَوَّبَتْ النُّجُومُ ثُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ فَصَلَّى الصَّلَاتَيْنِ جَمِيعًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ صَلَّى صَلَاتِي هَذِهِ يَقُولُ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا بَعْدَ لَيْلٍ
Beliau berkata: Matahari telah menghilang / tidak tampak ( mungkin karena tertutup awan atau lainnya ). Dan aku disisi Abdullahbin Umar. Lalu kami tetap melakukan perjalanan. Tatkala kami melihat Ibnu Umar berhenti ( tidak meneruskan perjalanan )
Kami berkata: "Salat" ( maksudnya marilah kita salat ). Hingga sinar merah matahari telah menghilang dan bintang – bintang turun ( tampak sinarnya ). Kemudian sesungguhnya Ibnu Umar turun ( dari kendaraannya ). Lalu menjalankan dua salat ( Maghrib dan Isya` ) dengan di jamak. Kemudian belau berkata: Aku melihat Rasul SAW bila beliau tergesa – gesa dalam perjalanan ( karena ada kepentingan yang serius ). Beliau melakukan salat sebagaimana aku ini , ya`ni beliau berkata : Menjamak dua salat setelah malam tiba.
Dalam kitab " syarah Abu Dawud karya al aini " terdapat keterangan sbb:
شرح أبي داود للعيني - (ج 5 / ص 84)
(2) تفرد به أبو داود.
Hanya Abu Dawud yang meriwayatkannya. ( dengan redaksi seperti itu ).
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sayang hadis itu di gunakan dalil untuk memperbolehkan jamak taqdim dan ta`khir pada setiap berpergian. Pada hal , itu sekedar perbuatan IbnuUmar, bukan perbuatan Nabi SAW sebagaimana kemarin dikatakan oleh Imam Thahawi sbb:
قال الطحاوي : حديث ابن عمر إنما فيه الجمع بعد مغيب الشفق من فعله ،
وذكر عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه جمع بين الصلاتين ، ولم يذكر كيف كان جمعه ؛ هذا إنما فيه التأخير من فعل ابن عمر لا فيما رواه عن النبي - صلى
الله عليه وسلم
Imam Thahawi mengatakan: Hadis Ibn Umar itu menjelaskan bahwa Ibnu Umar menjama` setelah sinar merah matahari hilang hanyalah dari perbuatannya. Beliau menyebutkan bahwa Nabi SAW juga menjalankan salat jamak antara dua salat. Beliau tidak menyebutkan bagaimana cara Nabi SAWmenjamaknya. Jadi jamak ta`khir ini hanyalah dari perbuatan Ibnu Umar bukan apa yang di riwayatkannya dari Nabi SAW مجلة المنار - (ج 27 / ص 513)
Ali ra berkata :
مَا كُنْتُ لِأَدَعَ سُنَّةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ أَحَدٍ *
Aku tidak akan meninggalkan sunah Nabi S.A.W. karena perkataan orang “.
Imam Malik berkata :
إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَاعْرِضُوا قَوْلِي عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
Aku hanyalah manusia , terkadang pendapatku benar , di lain waktu kadang salah . Karena itu , cocokkan perkataanku ini dengan kitabullah dan hadis Rasulullah .
Bandingkan dengan hadis riwayat Daroquthni yang menyatakan bahwa saat itu Ibnu Umar menjalankan salat Maghrib dan Isya` tepat waktunya bukan di jamak taqdim atau ta`khir.
سنن الدارقطني - (ج 4 / ص 130)
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَجَرِيرُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ وَاللَّفْظُ لِوَكِيعٍ عَنِ الْفُضَيْلِ بْنِ غَزْوَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اسْتُصْرِخَ عَلَى صَفِيَّةَ وَهُوَ فِى سَفَرٍ فَسَارَ حَتَّى إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ قِيلَ لَهُ الصَّلاَةَ فَسَارَ حَتَّى إِذَا كَادَ يَغِيبُ الشَّفَقُ نَزَلَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى غَابَ الشَّفَقُ صَلَّى الْعِشَاءَ ثُمَّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا نَابَتْهُ حَاجَةٌ صَنَعَ هَكَذَا.
…………..,Dari Ibnu Umar ra berkata: Ada informasi bahwa Shafiyah ( istrinya ) meninggal dunia dan beliau berada dalam perjalanan. Lalu beliau kembali ( ke Medinah , sebab saat itu beliau di Mekkah ) hingga matahari tiada tampak. Di katakan kepadanya : Salat "
Beliau masih tetap melanjutkan perjalanan, hingga sinar merah hampir lenyap, beliau turun, lalu menjalankan salat Maghrib, lalu menanti ( masuknya waktu Isya` ) hingga sinar lenyap, lalu beliau menjalankan salat Isya` , lalu berkata: Rasul SAW bila ada kebutuhan yang sangat, menjalankan sedemikian ini. Hadis sahih riwayat Daroquthni .
Jadi saat itu, Ibnu Umar bukan melakukan jamak taqdim atau ta`khir tapi jamak suri – meng akhirkan salat maghrib di akhir waktunya dan salat Isya` di awal waktunya. Dalam kitab Faidhul bari – syarah Bukhari 232/ 3 di katakan:
فيض الباري شرح البخاري - (ج 3 / ص 232)
الصواب عندي أنه واقعةٌ واحدة، وهي على وجهها عند أبي داود وفيه: «حتى إذا كان قبل غيوب الشفق نَزَل فَصلَّى المغربَ، ثم انتظر حتى غاب الشَّفَقُ فَصَلَّى العشاءَ،
Yang benar menurutku adalah sekali kejadian yang cocok dengan keterangan hadis menurut Abu Dawud . Ada keterangan di dalamnya sbb: hingga ketika menjelang terbenamnya matahari, beliau turun dari kendaraan, lalu menjalankan salat Maghrib. Kemudian beliau menanti hingga sinar merah di awan lenyap, lalu menjalankan salat Isya`. ( Jamak suri ) .
ولم يُرَ ابنُ عمرَ رضي الله تعالى عنه جَمَع بينهما إلا تلك الليلة، يعني ليلة اسْتُصْرِخَ على صفيةَ رضي الله تعالى عنها. وعن مكحول عن نافع أَنَّ ابنَ عمرَ رضي الله تعالى عنه فَعَل ذلك مرةً أو مرتين - بالشَّكِ .
Tiada kelihatan Ibnu Umar melakukan jamak salat maghrib dan Isya` kecuali pada malam itu yaitu malam ada informasi kematian Shofiyah ra .
Dan dari Makhul dari Nafi` , sesungguhnya Ibnu Umar menjalankan jamak itu sekali atau dua kali ……….. masih ragu ( antara sekali atau dua kali ).
Komentarku ( Mahrus ali ):
Di saat Ibnu Umar sendiri menjalankan jamak suri itu sekali atau dua kali selama hidupnya, tapi kita ini malah menjalankan jamak takdim dan ta`khir beberapa kali, bahkan tiap kali kita pergi. Ini jelas keliru dan tidak benar, menyalahi tuntunan dan cocok dengan tontonan. Ingin cocok dengan hadis, tinggalkan jamak taqdim atau ta`khir dan lakukan salat tepat waktu dalam berpergian atau di rumah. Hurmatilah ayat :
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 141)
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
……….., dari Abdullah ra berkata: Aku tidak melihat Nabi SAW menjalankan salat di luar waktunya kecuali dua salat yang di jamak antara Maghrib dan Isya` . Dan beliau menjalankan salat fajar sebelum waktunya. HR Bukhari 141/6. Muslim 2270. Nasa`I 604. 2988. Abu dawud 1650. Ahmad 3455.
Komentarku ( Mahrus ali ): Hadis tsb muttafaq alaih, Jadi menurut Abdullah bin Mas`ud Rasul tidak pernah melakukan jamak di perjalanan dan dirumah kecuali di Muzdalifah itu. Ini jelas bertentangan dengan hadis Ibnu Umar tadi . Saya pilih ini saja yang tidak bertentangan dengan al Quran dari pada memilih jamak salat lalu saya buang ayat. Dan saya termasuk inkarul ayat.
أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ قَارَوَنْدَا قَالَ
سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syumail dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Qarawanda, dia berkata; "Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah, "Apakah ayahmu (Abdullah) menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? ' la menjawab, 'Tidak kecuali di Muzdalifah'. HADIST NO – 593/ KITAB NASA'I
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis tsb hasan kata al bani . Ada terusannya yang menceritakan kisah di atas.
Ibnu Umar sendiri ternyata tidak pernah melakukan salat jamak kecuali di Muzdalifah ketika berhaji sebagaimaa keterangan dari anaknya .
Hadis tsb di riwayatkan oleh Bukhari dengan redaksi yang berbeda sbb:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, Aku mendengar Az Zuhriy dari Salim dari bapaknya berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius". HADIST NO - 1041 KITAB BUKHARI
Komentarku ( Mahrus ali ):
Realitanya tidak ada kecuali di Muzdalifah ketika haji sebagaimana di kaakan oleh Thahawi
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
بِطَرِيقِ مَكَّةَ فَبَلَغَهُ عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ أَبِي عُبَيْدٍ شِدَّةُ وَجَعٍ فَأَسْرَعَ السَّيْرَ حَتَّى كَانَ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّفَقِ نَزَلَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ وَالْعَتَمَةَ جَمَعَ بَيْنَهُمَا ثُمَّ قَالَ إِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ وَجَمَعَ بَيْنَهُمَا
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Maryam telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata, telah mengabarkan kepada saya Zaid bin Aslam dari bapaknya berkata; Aku pernah bersama 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu pada suatu jalan di kota Makkah. Lalu sampai berita kepadanya bahwa Shafiyyah binti Abu 'Ubaid sedang menderita sakit. Maka dia mempercepat jalannya hingga sinar merah dilangit telah hilang, dia berhenti dan melaksanakan shalat Maghrib dan 'Isya' dengan dijama'
(menggabungkan keduanya), kemudian dia berkata: "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila perjalanannya tergesa-gesa Beliau mengakhirkan shalat Maghrib lalu menggabungkannya dengan keduanya (dengan shalat 'Isya') ". HADIST NO - 1678 KITAB BUKHARI
Komentarku ( Mahrus ali ):
Beda sangat dengan hadis sahih riwayat Daroquthni yang menyatakan , salat maghribnya dilakukan sebelum sinar merah dilangit hilang. Dan salat Isya`nya di lakukan setelahnya. Tapi riwayat Bukhari ini jamak di lakukan setelah sinar merah dilangit lenyap. Jadi terjadi kacau redaksi hadisnya yang menandakan kelemahannya.
خْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا الْعَطَّافُ عَنْ نَافِعٍ قَالَ
أَقْبَلْنَا مَعَ ابْنِ عُمَرَ مِنْ مَكَّةَ فَلَمَّا كَانَ تِلْكَ اللَّيْلَةُ سَارَ بِنَا حَتَّى أَمْسَيْنَا فَظَنَنَّا أَنَّهُ نَسِيَ الصَّلَاةَ فَقُلْنَا لَهُ الصَّلَاةَ فَسَكَتَ وَسَارَ حَتَّى كَادَ الشَّفَقُ أَنْ يَغِيبَ ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى وَغَابَ الشَّفَقُ فَصَلَّى الْعِشَاءَ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَقَالَ هَكَذَا كُنَّا نَصْنَعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Al Athaf dari Nafi', dia berkata, "Kami datang dari Makkah bersama Ibnu Umar, malam itu kami berjalan hingga kami berhenti dan kami menyangka bahwa beliau telah lupa shalat, maka kami berkata, 'Shalat dulu'. Namun beliau diam saja dan terus berjalan hingga sinar merah hampir lenyap. Kemudian kami turun dari kendaraan lalu shalat ( Maghrib ), dan hilanglah sinar merah tersebut. Kemudian shalat Isya dan setelah selesai ia menghadap kepada kami sambil berkata, 'Beginilah kami dahulu berbuat bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bila sedang tergesa-gesa dalam perjalanan'." HADIST NO – 592/ KITAB NASA'I.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis sahih kata al bani dalam kitab sahih wa dhoif sunan Nasai :
صحيح وضعيف سنن النسائي - (ج 2 / ص 240)
تحقيق الألباني :
صحيح ، انظر ما قبله ( 595 )
Komentarku ( Mahrus ali ):
Dalam hadis itu jelas dan tidak samar lagi, salat maghribnya di jalankan sebelum sinar merah dilangit hilang dan salat Isya`nya dilakukan setelahnya. Jadi beda sekali dengan riwayat Bukhari dan Abu Dawud dalam salah satu riwayatnya.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ يَحْيَى وَعُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَمُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَكَانَ فِي بَعْضِ حَدِيثِهِمَا إِلَى رُبُعِ اللَّيْلِ أَخَّرَهُمَا جَمِيعًا
Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaaq telah mengabarkan kepada kami Sufyaan dari Yahya dan Ubaidullah bin Umar dan Musa bin Uqbah dari Naafi' dari Ibnu Umar, Nabi Shallallahu'alaihi wasallam apabila perjalanannya tergesa – gesa , beliau menjama' antara Maghrib dan 'Isyaa`. Kemudian pada sebagian hadits keduanya dengan redaksi -jika bepergian sampai seperempat malam, beliau mengakhirkan maghrib dan isya. HADIST NO – 5259/ KITAB AHMAD.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Disini juga beda dengan riwayat Bukhari yang tiada kalimat sampai seper empat malam. Lihat hadisnya tadi :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, Aku mendengar Az Zuhriy dari Salim dari bapaknya berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius". HADIST NO - 1041 KITAB BUKHARI
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi hadis dengan redaksi kacau ini jelas sulit dipilih mana yang benar dan mana yang salah. Ini menunjukkan kelemahannya. Kita kembali saja kepada kaidah dalam musthalah hadis :
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَيْلِ اْلفَنِ
Kekacauan sanad atau redaksi termasuk mudhtharib menurut ahli mustholah hadis.
المنتقى - شرح الموطأ - (ج 1 / ص 339)
وَقَالَ أَشْهَبُ أَحَبُّ إلَيَّ أَنْ لَا يَجْمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِي سَفَرٍ وَلَا حَضَرٍ إِلَّا بِعَرَفَةَ
Asyhab berkata: Aku lebih suka tidak melakukan jamak antara dhuhur dan Asar dalam perjalanan atau dirumah kecuali di Arofah. Al Muntaqa 339/1
Jangan melakukan jamak taqdim atau ta`khir dan memang tiada tuntunannya dari Rasul SAW.
Bersambung …………………….bagi yang lain , insya Alloh masih menyusul jawabannya.
Cari ilmu agama dg sistim dialog yg ilmiyah ttg buka ketika adzan Maghrib membatalkan puasa dg penuh persaudaraan di dua grup WA sy .
Mau ikut , hub 08813270751.082225929198 ,081384008118,0 857-8715-4455

0812-4194-6733

Jumat, 24 November 2017

Fase ke 1 tentang salat jamak .

Fase ke 1 tentang salat jamak .
Ini jawabanku yg lalu sbb:
Ustadz Tommi Marsetio menulis
Dan Ibnu 'Umar mempunyai syawahid dari Ibnu 'Abbaas dan Anas, seperti disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhaariy rahimahullah dalam ta'liq beliau atas hadits no. 1108 dalam kitab Shahih-nya, beliau berkata :
وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ، عَنِ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ، وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ،
وَعَنْ حُسَيْنٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ، وَتَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، وَحَرْبٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ حَفْصٍ، عَنْ أَنَسٍ، جَمَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sayang sekali belum diterjemahkan, mestinya untuk orang banyak harus diterjemahkan. Jangan d kasih hadis dengan bahasa arab. Di antara mereka ada yang mengerti dan ada yang tidak. Orang arab sendiri, kadang tdak mengerti atau tidak paham hadis berbahasa arab seperti itu, apalagi orang Jawa. Karena itu , saya ambil dari hadis di sahih Bukhari langsung sbb:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَعَنْ حُسَيْنٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ حَفْصِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ وَتَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ وَحَرْبٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ حَفْصٍ عَنْ أَنَسٍ جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, Aku mendengar Az Zuhriy dari Salim dari bapaknya berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius". Dan berkata, Ibrahim bin Thohman dari Al Husain Al Mu'alim dari Yahya bin Abu Katsir dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjama` shalat Zhuhur dan shalat 'Ashar bila sedang dalam perjalanan dan menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya'. Dan dari Husain dari Yahya bin Abu Katsir dari Hafsh bin 'Ubaidullah bin Anas dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya' dalam berpergian ". Hadits ini diikuti pula oleh 'Ali bin Al Mubarak dan Harb dari Yahya dari Hafsh dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjama'. HADIST NO - 1041 KITAB BUKHARI
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tiga hadis itu saling menyalahkan bukan saling mendukung.
Hadis Ibnu Umar menyatakan:
Nabi menjamak salat ketika:
إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius" ( bukan sekedar dalam berpergian yang santai saja )
Dalam hadis Ibnu Abbas ada sarat:
إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ
bila sedang dalam perjalanan ( bukan waktu singgah di hotel sehari atau semalam, tapi ketika dlm perjalanan saja ).
Menurut hadis Anas yang terahir ada sarat:
فِي السَّفَرِ
dalam berpergian ( tanpa harus berpergian tergesa – gesa, boleh juga dalam berpergian yang santai. Malah yang dihotel semalam boleh dikatakan musafir dan boleh menjamak. ).
Menurut hadis Ibnu Umar dan Anas , Nabi SAW menjamak salat maghrib dan Isya` , tapi dalam hadis Ibnu Abbas di tambahi dengan kalimat menjamak antara salat Dhuhur dan Asar.
Tiga hadis yang sama riwayat Bukhari itu berbeda artinya dan lafadhnya dari tiga orang sahabat. Sulit sekali di cari solusinya. Mana yang benar dan yang salah di antara tiga hadis itu. Hadis sedemikian ini menunjukkan kelemahannya karena kacau artinya.
Sungguhpun demikian, tiga hadis itu tidak bisa di buat pegangan untuk jamak taqdim atau ta`khir. Dan disitu tiada keterangan jamak taqdim atau ta`khir. Mengapa disini Ustadz Tommi Marsetio menggunakan dua hadis tsb untuk jamak taqdim dan ta`khir. Apalagi diantara tiga hadis itu redaksinya tidak singkron, tapi kacau belau.
Seandainya sahih, tiga hadis itu masih menunjukkan jama` suri yaitu mengakhirkan waktu lohor di akhir waktunya dan melakukan salat Asar di awal waktunya hingga tidak bertentangan dengan ayat:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Anehnya lagi hadis Ibnu Abbas yang menyatakan salat jamak di waktu perjalanan itu berbeda dg hadis beliau juga sbb:
مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 28 / ص 371)
115حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ( ت ) 547 – نسائي 1418 - أحمد 1788
……….., dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Nabi SAW keluar dari Medinah ke Mekkah tidak takut kecuali kepada Allah – Tuhan seru sekalian alam, lalu beliau menjalankan salat dua rakaat . Abu Isa berkata: Ini hadis hasan sahih. Tirmidzi 547 . Nasa`I 1418 . Ahmad 1788.
Dalam hadis di atas, jelas Rasul SAW pergi ke Mekkah dan tidak menjamak, tapi cukup salat qasar saja. Sudah tentu bersama sahabat – sahabatnya .Mengapa tiada sahabat yang menjamak termasuk Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Anas dikalangan mereka,bila hadis tentang Rasul SAW menjamak itu benar. Mengapa mereka mengqasar saja, tidak ada yang menjamak sama sekali, termasuk Ibnu Abbas yang meriwayatkan hadis tentang menjamak salat tadi.
Bila Rasul SAW pernah menjamak salat dalam berpergian, mesti salah satu mereka menjalankannya karena di anggap lebih ringan. Dan untuk apa menjalankan yang berat bila diperbolehkan menjalankan yang ringan.
Tiada sahabat yang menjamak salat saat itu menunjukkan bahwa Rasul SAW tidak pernah menjamak salat dalam berpergian, tapi mengqasar salat saja.
Lihat hadis dari Ibnu Abbas lagi sbb:
مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 28 / ص 369)
115حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا عَاصِمٌ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ( خ ) 4047
………………,Dari Ibnu Abbas ra berkata: Nabi SAW mukim di Mekkah sembilan belas hari melakukukan salat dua rakaat ( di qasar ) Sahih Bukhari.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Mengapa Rasul SAW dan para sahabatnya tidak menjamak saat itu, dan tiada satupun sahabat yang melakukan jamak taqdim ta`khir atau jamak suri. Anehnya kita selalu menjamak salat bila berpergian dan tidak mau menjalankan salat sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Allah yang sekarang di robah oleh manusia dengan sariat jamak taqdim dan ta`khir. Ikutilah para sahabat akan lebih baik dan jangan menyelisihinya.
Ibnu Umar dalam hadis tadi menyatakan: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius". Sudah di jawab kemarin. Dan Salim bin Abdullah bin Umar sendiri pernah menyatakan dalam suatu hadis:
أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ قَارَوَنْدَا قَالَ
سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syumail dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Qarawanda, dia berkata; "Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah, "Apakah ayahmu (Abdullah) menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? ' la menjawab, 'Tidak kecuali di Muzdalifah'. HADIST NO – 593/ KITAB NASA'I
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis tsb hasan kata al bani .
Ibnu Umar sendiri ternyata tidak pernah melakukan salat jamak kecuali di Muzdalifah ketika berhaji sebagaimaa keterangan dari anaknya.
Untuk Ibnu Umar menjamak ketika ada kabar Istrinya meninggal dunia atau sakit keras itu sekedar perbuatan Ibnu Umar bukan Nabi SAW. Dan kemarin telah dijelaskan, hal itu jamak suri bukan jamak taqdim atau ta`khir.
شرح ابن بطال - (ج 5 / ص 102)
كرهت طائفة للمسافر الجمع إلا بعرفة والمزدلفة، هذا قول النخعى، والحسن، وابن سيرين، وإليه ذهب أبو حنيفة وأصحابه، واحتجوا بأن مواقيت الصلاة قد صحت فلا تترك لأخبار الآحاد.
Segolongan ulama tidak suka melakukan salat jamak kecuali di Arofah dan Muzdalifah . Ini pendapat Al Nakho`I , Hasan, Ibn Sirin. Abu Hanifah dan ashabnya. Mereka berpedoman bahwa waktu – waktu salat telah sah , tidak boleh ditinggalkan karena hadis Ahad.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah pendapat yang tepat, dan menjalankan jamak taqdim atau ta`khir adalah pendapat yang salah, tidak cocok dengan Quran, menyelisihinya . Jangan sampai membuang al Quran untuk mengambil perkataan perawi hadis. Sudah tentu, Allah harus di dahulukan dari pada perawi.
Fakhruddin al Munadhir berkata:
فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.
Bila hadis mutawatir bertentangan dengan hadis Ahad, maka kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut seluruh Ushuliyiin - termasuk juga bila hadis bertentangan dengan ayat, maka kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis bila sulit/ mustahil di ambil jalan tengah. Sungguh imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk Medinah ketika konflik atau kontradiksi dengan hadis seorang perawi . Sebab prilaku penduduk Medinah dlm abad – abad yang utama termasuk masih naqli ( kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di katakan mencapai derajat mutawatir.
http://www.eltwhed.com/vb/showthread.php?2021
Anas bin Malik yang tadi menyampaikan hadis sbb: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya' dalam berpergian"
Beliau juga meriwayatkan hadis ini:
سنن الترمذي - (ج 2 / ص 405)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي إِسْحَقَ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ
قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ كَمْ أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ قَالَ عَشْرً
………., Anas bin Malik berkata: Kami keluar bersama Nabi SAW dari Medinah ke kota Mekkah lalu beliau menjalankan salat dua rakaat. Perawi berkata: Aku berkata kepada Anas: Berapa hari Rasul SAW menetap di Mekkah, beliau menjawab: Sepuluh hari. HR Tirmidzi hadis Hasan Sahih , kata Tirmidzi.
Komentarku ( Mahrus ali ): Anas yang hadisnya anda gunakan sebagai pedoman Jamak taqdim dan ta`khir ternyata ketika bersama Nabi SAW di Mekkah juga tidak melakukan jamak bersama para sahabat yang lain. Jadi dalam hadis – hadis jamak yang telah disebutkan tadi tidak terbukti . Artinya bertentangan dengan realita perbuatan Nabi SAW dan para sahabatnya.
Anda menyatakan lagi:
Berarti, menurut pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid, mafhumnya adalah : Rasulullah dan para sahabat beliau (yang mana Al-Qur'an turun kepada mereka dan mereka adalah kaum yang paling memahami Kitabullah) telah menyalahi ayat 103 dari QS An-Nisaa' tersebut karena telah menjamak shalat dan mereka telah berdosa.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tunjukkan bukti bahwa Rasul SAW dan para sahabatnya menjamak salat waktu berpergian ? Tentu anda tidak akan bisa membuktikannya. Tapi anda akan bertemu dengan bukti lain yang bertentangan dengan keputusan anda, yaitu Rasul SAW dan para sahabatnya tidak menjamak kecuali di Muzdalifah, lihat perkataan Ibnu Umar dan Ibnu Mas`ud tadi yang menyatakan bahwa Rasul SAW tidak pernah menjamak salat kecuali di Muzdalifah. Untuk menjamak di Arofah akan kita bahas ditempat lain.
Anda menyatakan lagi:
PS :
Saya berdo'a semoga Allah Ta'ala mengembalikan pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid kepada khithah agama Islam ini serta tidak menambah-nambahi kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah keluar dari jalan ahlussunnah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Doamu terbalik, malah anda yang keliru itu perlu didoakan agar kembali kepada ajaran tanpa jamak salat dalam berpergian dalam salat agar cocok dengan ayat 103 Nisa`
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Anda menyatakan:
………. serta tidak menambah-nambahi kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah keluar dari jalan ahlussunnah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tunjukkan mana ajaran saya yang kamu anggap sesat, jangan di simpan. Bila anda menjumpainya, itulah yang saya cari. Bila anda tidak menjumpainya maka ber arti anda telah melontarkan fitnah kepada seorang mukmin. Apakah anda tidak takut dengan ayat:
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
.Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.
Ayat tersebut mirip dengan ayat sbb :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Ingatlah kalimat seorang penyair sbb:
إِنْ كَانَ يُعْجِبُكَ السُّكُوْتُ فَإِنَّهُ ... قَدْ كَانَ يُعْجِبُ قَبْلَكَ اْلأَخْيَارَا
وَ لَئِنْ نَدِمْتَ عَلَى سُكُوْتٍ مَرَّةً ... فَلَقَدْ نَدِمْتَ عَلَى اْلكَلاَمِ مِرَارًا
Bila kamu tertarik untuk diam, maka sungguh orang – orang baik sebelummu juga begitu .
Bila kamu menyesal atas diam sekali , sungguh kamu beberapa kali menyesal karena pembicaraanmu .
Apakah para sahabat yang tidak menjamak dalam berpergian itu kamu katakan telah keluar dari manhaj ahlus sunnah.
Segolongan ulama tidak suka melakukan salat jamak kecuali di Arofah dan Muzdalifah . Ini pendapat Al Nakho`I , Hasan, Ibn Sirin. Abu Hanifah dan ashabnya. Mereka berpedoman bahwa waktu – waktu salat telah sah , tidak boleh ditinggalkan karena hadis Ahad. Lihat dalam syarah Ibn Batthal 102/5
Apakah ulama – ulama tsb kamu anggap keluar dari ahlis sunnah .Lalu kamu yang menentang ayat 103 Nisa` itu termasuk ahlus sunnah.

Bersambung…………….

Fase ke 64 tentang sorban

Fase ke 64 tentang sorban
التمهيد لما في الموطأ من المعاني والأسانيد (6/ 375)
وَرُوِيَ عَنْ جَابِرٍ وَابْنِ عُمَرَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَمُعَاوِيَةَ وَسَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ وَأَبِي أُمَامَةَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِدٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَجَمَاعَةٍ مِنَ التَّابِعِينَ أَنَّهُمْ أَجَازُوا الصَّلَاةَ فِي الْقَمِيصِ الْوَاحِدِ إِذَا كَانَ لَا يَصِفُ وَهُوَ قَوْلُ عَامَّةِ فُقَهَاءِ الْأَمْصَارِ فِي جَمِيعِ الْأَقْطَارِ وَمِنَ الْعُلَمَاءِ مَنِ اسْتَحَبَّ الصَّلَاةَ فِي ثَوْبَيْنِ وَاسْتَحَبُّوا أَنْ يَكُونَ الْمُصَلِّي مُخَمَّرَ الْعَاتِقَيْنِ
Intinya : Diriwayatkan dari sahabat Jabir , Ibnu Umar , Ibnu Abbas , Muawiyah , Salmah bin al akwa`, Abu Umamah , Abu Hurairah , Thawus , Mujahid , Ibrahim dan segolongan tabiin yg lain menyatakan boleh menjalankan salat dg baju gamis sj , asal tdk menampakkan warna kulit.
Maksud nya : Boleh menjalankan salat dg gamis sj yakni dg kepala terbuka.
التمهيد لما في الموطأ من المعاني والأسانيد (6/ 376)
وَالزِّينَةُ الْمَأْمُورُ بِهَا فِي قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ هِيَ الثِّيَابُ السَّاتِرَةُ لِلْعَوْرَةِ لِأَنَّ الْآيَةَ نَزَلَتْ مِنْ أَجْلِ الَّذِينَ كَانُوا يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ عُرَاةً وَهَذَا مَا لَا خِلَافَ فِيهِ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ
Zinah yg di perintahkan dlm ayat :
(( يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ ))
( 31 ) Hai anak Adam, pakailah pakaianmu di setiap (memasuki) mesjid al a`raf 31.
Maksud pakaian dlm ayat tsb adalah yg menutupi aurat. Ia di turunkan karena orang – orang jahiliyah melakukan tawaf dg telanjang. Dlm hal ini tdk ada perbedaan pendapat di antara para ulama.
Jadi bukan untuk landasan mengenakan kopyah, sorban atau ghutrah dg ayat itu dan akan menyelisihi pengertian ayat yg sebenarnya.
مسند الحارث = بغية الباحث عن زوائد مسند الحارث (2/ 610)
575 - حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ , ثنا أَبُو حَيْوَةَ شُرَيْحُ بْنُ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيُّ الْحِمْصِيُّ , عَنْ عِمْرَانَ بْنِ بِشْرٍ الْحَضْرَمِيِّ قَالَ: «رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ بُسْرٍ الْمَازِنِيَّ صَاحِبَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ صَفْرَاءُ أَوْ رِدَاءٌ أَصْفَرُ»
Imran bin Bisyir al hadrami berkata : Saya melihat sahabat Abdullah bin Busr al Mazini – sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengenakan sorban kuning atau selindang kuning.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Terjadi tafarrud pd Abu Haiwah. Dan identitas Imran bin Bisyr sendiri tdk di cantumkan oleh Ibnu Hajar dan Dzahabi dlm kitab tahdzibnya. Dan setahu sy hanya Ibnu Hibban yg menyatakan dia terpercaya. Dimana penilaiannya terkenal kurang valid dlm menyatakan terpercaya terhadap seorang peawi.
في كتاب الرفع والتكميل لللكنوي ( ص 332 ) بحث قيم حول هذا الموضوع لا سيما بتعليقات الشيخ عبد الفتاح أبو غدة ، وفي مقدمة صحيح الترغيب والترهيب للألباني ، وخلاصة ما نأخذه من هذا المبحث وغيره :
1- أن السمة العامة في ابن حبان أنه متشدد في الجرح متساهل في التعديل .
2- أن توثيقه للمجاهيل هو الاشكال ولم يتابعه أحد كما ذكر ابن حجر .
3- لأنه يوثق مجهول العين برواية واحد مشهور ، عنه .
4- ويوثق مجهول الحال إذا لم يعرف بتدليس أو لم يكن منكر الحديث أو لم يعرف بجرح ، فهو على الأصل عنده وهو العدالة .
4- وبهذا يظهر أن توثيقه لمن لم يوثقه غيره لا يرد كليا وإنما يرد توثيقه للمجاهيل فقط .
Intinya; Terkadang Ibnu Hibban itu menyatakan terpercaya kepada perawi yg tdk di kenal. Jadi penilaiannya terhadap perawi kurang valid atau kurang cermat.
Perawi masih ragu apakah sahabat Abdullah bin Busr mengenakan sorban atau selindang. Jadi masih kurang valid untuk di nyatakan dia mengenakan sorban.
Apalagi Abu Haiwah orang syam bukan perawi Madinah yg tafarrud atau tunggal dlm meriwayatkam atsar tersebut.
Bila atsar tersebut di katakana sahih. Mk ia sekedar perbuatan seorang sahabat yg masih di ragukan apakah dia mengenakan selindang atau sorban.
Insya Allah dlm kajian berikutnya tentang larangan salat jama` atau tentang syafaat Nabi shallallahu alaihi wasallam di akhirat , ada apa tidak?
Cari ilmu agama dg sistim dialog yg ilmiyah ttg buka ketika adzan Maghrib membatalkan puasa dg penuh persaudaraan di dua grup WA sy .
Mau ikut , hub 08813270751.082225929198 ,081384008118,0 857-8715-4455

0812-4194-6733

Fase ke 63 tentang sorban .

Fase ke 63 tentang sorban .
مختصر صحيح الإمام البخاري (1/ 142)
الصلاة]، وخرَج النبيُّ - صلى الله عليه وسلم - في حُلةٍ حمراءَ مُشَمِّراً، [كأني أنظر إلى وَبيص ساقيه]، فركَّز العَنَزَةَ، ثم صلَّى إلى العَنَزَة بالناسِ [الظهر ركعتين، والعصرَ] ركعتَين] ورأيتُ الناسَ والدَّوَابَّ (وفي روايةٍ: الحمار والمرأة) يَمُرُّون بينَ يدي العنزةِ، [وقامَ الناسُ، فجعلوا يأخذون يَدَيه فيمسحون بهما (*) وجوهَهُم، قالَ: فأخذت بيده فوضعتُها على وجهي، فإذا هي أبردُ من الثلجِ، وأطيب رائحةً من المسك"
Intinya : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan salat zhuhur dan Asar dengan di qasar bersama para sahabatnya dengan kepala terbuka
مسند ابن أبي شيبة (2/ 237)
نا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَفْوَانَ، أَوْ صَفْوَانَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقُرَشِيِّ، قَالَ: لَمَّا [ص:238] كَانَ يَوْمُ فَتْحِ مَكَّةَ جَاءَ بِأَبِيهِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لِأَبِي نَصِيبًا فِي الْهِجْرَةِ، فَقَالَ لَهُمَا: «إِنَّهَا لَا هِجْرَةَ» ، فَانْطَلَقَ هَؤُلَاءِ فَدَخَلَ عَلَيَّ الْعَبَّاسُ فَقَالَ: قَدْ عَرَفْتَنِي؟ فَقَالَ: أَجَلْ، فَخَرَجَ الْعَبَّاسُ فِي قَمِيصٍ لَيْسَ عَلَيْهِ رِدَاءٌ، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، قَدْ عَرَفْتَ فُلَانًا، وَالَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُ، وَجَاءَ بِأَبِيهِ لِتُبَايِعَهُ عَلَى الْهِجْرَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّهَا لَا هِجْرَةَ» فَقَالَ الْعَبَّاسُ: أَقْسَمْتُ عَلَيْكَ، قَالَ: فَمَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ، فَمَسَحَ يَدَهُ فَقَالَ: «أَبْرَرْتُ عَمِّي وَلَا هِجْرَةَ»
Intinya : Al abbas mengenakan gamis dengan kepala terbuka
-
صحيح ابن خزيمة ط 3 (1/ 400)
أَنَا أَبُو طَاهِرٍ، نَا أَبُو بَكْرٍ، نَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ كُرَيْبٍ، نَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ أَبِي سَلَمَةَ، أَخْبَرَهُ قَالَ:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ مُشْتَمِلًا بِهِ فِي بَيْتِ أُمِّ سَلَمَةَ وَاضِعًا طَرَفَيْهِ عَلَى عَاتِقَيْهِ.
Intinya: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan salat sunnat di rumah Ummu Salamah dengan kepala terbuka
صحيح ابن خزيمة ط 3 (1/ 400)
(263) بَابُ النَّهْيِ عَنِ السَّدْلِ فِي الصَّلَاةِ
772 - أَنَا أَبُو طَاهِرٍ، نَا أَبُو بَكْرٍ، نَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى، نَا عَبْدُ اللَّهِ -يَعْنِي ابْن الْمُبَارَكِ- عَنِ الْحَسَنِ بْنِ ذَكْوَانَ، عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَحْوَلِ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ السَّدْلِ فِي الصَّلَاةِ، وَأَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang menurunkan kain sampai ke tanah ( isbal ) dlm salat atau lelaki menutup mulutnya.
التنوير شرح الجامع الصغير (10/ 542)
(نهى عن السدل) بمهملتين مفتوحات (في الصلاة) وهو إرسال الثوب حتى يصيب الأرض لأنه من الخيلاء وهو في الصلاة أقبح
Intinya Isbal di larang karena termasuk sombong ,
التنوير شرح الجامع الصغير (10/ 542)
(وأن يغطي الرجل فاه) لأنه من فعل الجاهلية كانوا يتلثمون بالعمائم فيغطون أفواههم فنهوا عنه لأنه ربما منع من إتمام القراءة أو كمال السجود،
Intinya : Kebiasaan masyarakat Jahiliyah menutup mulut dg sorbannya
صحيح ابن خزيمة ط 3 (1/ 397)
أَنَا أَبُو طَاهِرٍ، نَا أَبُو بَكْرٍ، نَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَزِيعٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَحْرٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ الْبَكْرَاوِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ (1)، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ نَافِعٍ قَالَ:
رَآنِي ابْنُ عُمَرَ وَأَنَا أُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، فَقَالَ: أَلَمْ أَكُنْ أُكْسِكَ ثَوْبَيْنِ؟ قَالَ، قُلْتُ: بَلَى، قَالَ: أَرَأَيْتَ لَوْ أَرْسَلْتُكَ فِي حَاجَةٍ أَكُنْتَ مُنْطَلِقًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ؟ قُلْتُ: لَا. قَالَ: فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَزَّيَّنَ لَهُ. ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا لَمْ يَكُنْ لِأَحَدِكُمْ إِلَّا ثَوْبٌ وَاحِدٌ فَلْيَشُدَّ بِهِ حَقْوَهُ، وَلَا يَشْتَمِلْ بِهِ اشْتِمَالَ الْيَهُودِ"
Intinya: Nafi`budak yg dimerdekakan oleh Ibnu Umar melakukan salat dg kepala terbuka.
.صحيح ابن خزيمة ط 3 (1/ 402)
(267) بَابُ الْأَمْرِ بِزَرِّ الْقَمِيصِ وَالْجُبَّةِ إِذَا صَلَّى الْمُصَلِّي فِي أَحَدِهِمَا لَا ثَوْبَ عَلَيْهِ غَيْرَهُ
777 - أَنَا أَبُو طَاهِرٍ، نَا أَبُو بَكْرٍ، نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ الدَّرَاوَرْدِيُّ، عَنْ مُوسَى بْنِ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: سَمِعْتُ سَلَمَةَ بْنَ الْأَكْوَعِ يَقُولُ: قُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَكُونُ فِي الصَّيْدِ فَتَحْضُرُ الصَّلَاةُ وَعَلَيَّ قَمِيصٌ، قَالَ: "شُدَّهُ وَلَوْ بِشَوْكَةٍ".
Sahabat salmah bin al akwa` melakukan salat dg kepala terbuka
صحيح ابن خزيمة ط 3 (1/ 403)
779 - أَنَا أَبُو طَاهِرٍ، نَا أَبُو بَكْرٍ، نَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ صَالِحٍ الثَّقَفِيُّ، نَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، نَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ قَالَ:
رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يُصَلِّي مَحْلُولٌ أَزْرَارُهُ. فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ. فَقَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ.
Intnya : Ibnu Umar melakukan salat dengan baju yg terbuka kancingnya . Lalu berkata : Sy melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam melakukan spt ini .
Dan salat mereka dg kepala terbuka
780 – أَنَا أَبُو طَاهِرٍ، نَا أَبُو بَكْرٍ، نَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بِهَذَا مِثْلَهُ:
غَيْرَ أَنَّهُ لَمْ يَقُلْ: فَسَأَلْتُهُ. وَقَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مَحْلُولَ الْأَزْرَارِ.
صحيح ابن خزيمة ط 3 (1/ 403)
270) بَابُ الزَّجْرِ عَنْ كَفِّ الثِّيَابِ فِي الصَّلَاةِ
782 – أَنَا أَبُو طَاهِرٍ، نَا أَبُو بَكْرٍ، نَا بِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَقَدِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةٍ، وَلَا أَكُفَّ شَعْرًا وَلَا ثَوْبًا". شرح ابن ماجه لمغلطاي (ص: 1489)
(2) صحيح، متفق عليه.
Intinya :Tidak boleh mengikat / mengumpulkan rambut atau menyingsingkan baju ( takut tersentuh debu tempat sujud ).
Karena itu haram salat dengan mengenakan kopyah atau sorban karena termasuk mengikat rambut.
فتح الباري لابن رجب (7/ 270)
وإن يصون ثوبه وشعره عن أن تصيبها الأرض كره؛ لأن فيه ضرباً من التكبر وترك الخشوع.
Intinya , takut baju dan rambut tersentuh debu / tanah termasuk sombong dan tdk termasuk menjalankan salat dg husyu` / tunduk pd Allah .
Ralat :
Sy dulu pernah menulis :
Kalau salat dg menyingsingkan lengan di larang , mk saya kurang setuju . Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri memperkenankan salat dengan memakai sarung saja dan beliau sendiri jg pernah melakukannya. Pada hal salat dengan sarung sj itu lengan pasti terbuka, bgt juga dada.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Sy ralat dan benarlah perkataan Imam Nawawi bahwa salat dengan menyingsingkan lengan di larang. Sy ralat karena tunduk pd dalil tsb.
Dan orang yg melakukan salat dg sarung sj tetap di perbolehkan
- 256 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَسَدِيُّ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْرُوقٍ، قَالَ: «رَأَيْتُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيَّ يُصَلِّي وَلَيْسَ عَلَيْهِ رِدَاءٌ إِلَّا سَيْفُهُ»

Said bin Masruq berkata : Sy melihat IBrahim attaimi ( tabiin ) melakukan salat tdk mengenakan selindang , lalu pedangnya yg di kalungkan di pundaknya. ( kepalanya terbuka )..