Sumber : http://blogseotest.blogspot.com/2012/01/cara-memasang-artikel-terkait-bergambar.html#ixzz2HNYeE9JU

Pages

Blogroll

Senin, 30 Juli 2012

Sms dari Jakarta tentang ma`rifat dan nor muhammad


Joko Jakarta kirim sms sbb:
pak kiai yg trhrmt sy maw tny mnrt pak kiai apa bda ny nabi muhmmd bin abdullah dan muhammad rasulullah

Saya jawab:
Sama  saja.
Dia kirim sms lagi:

bgi sy bda lah,s'al ny sblm dunia di cptakn mhmmd rsulullh itu ud ada.bkti ny nbi adam ja brsksi ada ny mhmmd.bkn ny nbi mhmmd itu nm ny ahmad

Saya jawab: Itu hadis lemah sekali, siapa kamu dan dari mana?

Dia kirim sms lagi;
nm aku joko asal ku jkt mnrt pak kiai tntng hdis nie gmn man arafa nafsahu faqot arafa rabbahu[brng siapa yg knl diri ny niscaya knl tuhan ny]

Saya sms :
Itu bukan hadis.

Dia kirim sms:

owh lmh iyatrz gmn dgn hkkt ny nor mhmmd

Saya jawab: Hadis tentang permulaan mahluk adalah nor muhammad itu juga lemah.

Dia kirim sms:
pak kiai sya dngr dr ustad al jnar di mdr.kt ny orng yg berjenggot di kbrn gak di taxlik gmn itu

Komentarku ( Mahrus ali ):
Kali ini tidak saya jawab, karena kurang ngerti maksudnya.

Dia kirim sms:

tp sy dnger yg dua itu hdis kta ny.kalaw penjlsan ma'na sahadat ini gmn istilh kta kita ini kpn bersaksi ny kpd allh dan rasulullahaku bersaksi tiada tu
han selain allah dn aku bersaksi bhwa mhmmd utusan allh

prknl kan sy joko asal jakarta utara.knp yach islam kok tdk ber satu.

sprti pa yach wujud yg di smbah kita wktu kita sholat.dn knp kalaw kita sholat ngadep ke brt.mungkin allah ada di brt kli yach.
Saya jawab: Kita diperintah menghadap ke Ka`bah atau arah ka`bah.

Dia kirim sms lagi:

tp hadis yg dua tdi itue kta guru besar kmi almarhum kh.ahmad dahlan itue hdiz sohe

 Saya jawab:  Tidak benar.

Dia kirim sms lagi :
kalaw almat kediaman pak kiai di mana.
 Saya jawab: Di Tambak sumur Waru Sidoarjo

Dia kirim snms lagi:
owgh tp kalaw di dlm al qur'an.allah berfirman{sembah lah aku[allah]jngn smbh selain aku}

awaliddini marifatullah dan man arafa nafsahu faqot arafa rabbahu.kalaw tdk slh itu hdis ny

Saya sms:
Itu bukan hadis
Dia kirim sms lagi:

alasan ny bkn hdiz gmn pak kiai.

Saya jawab: Karena tidak ada dalam kitab – kitab hadis.

Dia kirim sms lagi;
istilah kata saya kan tanya so'al ny kebanyakan orng gila ny hanya kpd surga.sdang kan saya hanya ingin kmbali kpd allah.trz tentng sahadat yg td gmn pak kiai

Saya jawab: Ingin surga juga boleh

Komentarku ( Mahrus ali ):

Kita ingin surga dan di jauhkan dari nerfaka  itu diperkenankan sebagaimana ayat :
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا(63)وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا(64)وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا(65)إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا(66)وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.[1]

Dia sms lagi:

sya jg tdk ikt di antara aliran itu.cmn saya ingin bljar ilmu allah.ataw ingin membuktikan sahadat.

Komentarku ( Mahrus ali ):

Ilmu Allah itu ya al quran yang bisa kita pahami. Untuk lainnya masih banyak. Allah berfirman :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً

(yang artinya): "Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Qs. Al-Israa' : 85)


Dia kirim sms:
terima kasih atas smua penjelasan nya pak kiai.saya ingin mencari guru yg bza mengntar kan sy ke hadapan allah{bertemu dgn allah}knp sy ingin bettemu d


[1] Al  Furqan 63-67

Sabtu, 28 Juli 2012

Allah selalu memberi adzab pada negara Jahiliyah


SURYA Online, MADIUN - Pasangan suami istri Iroakat (60) dan Sainah (60) warga RT 30, RW 12, Dusun Plosorejo, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun sungguh tragis.

Pasangan yang hidup dibawa lereng Gunung Wilis ini, setiap hari hanya mengandalkan makanan dari gaplek (tiwul) saat musim kemarau. Pasalnya, sudah tidak memiliki persediaan beras untuk dimasak. Bahkan, selama ini keduanya bakal makan nasi jika mendapatkan bantuan jatah beras untuk rakyat miskin (raskin).

Namun, pria wanita yang hidup di dalam rumah yang bangunanya masih terbuat dari bambu dan berlantaikan tanah ini tidak pernah mengeluhkan nasibnya. Kedunya tetap tabah menjalani kehidupannya.

Iroakat bakal mendapatkan uang jika ada orang membutuhkan tenaganya sebagai buruh tani dan istrinya bakal mendapatkan uang jika ada yang membutuhkan keuletan tangannya untuk memijat bayi dan orang dewasa.

"Hampir setiap hari makan tiwul dari ubi yang ditanam di tegalan ini. Kami makan nasi jika mendapatkan beras raskin," terang Iroakat kepada Surya, Sabtu (28/7/2012).

Lebih jauh, Iroakat menjelaskan jika selama ini dia dan istrinya hanya mendapatkan jatah beras raskin 16 kilogram per bulan yang dibelinya seharga Rp 30.000. Namun jatah beras raskin itu, hanya cukup untuk bertahan selama 16 hari. Sisannya, keduanya tetap harus mengkonsumsi gaplek. Pasalnya, dlam sehari membutuhkan beras sekitar 1 kilogram lantaran mereka juga harus menghidupi cucunya yang masih duduk di bangku SMP karena ditinggal orangtuanya merantau ke Jakarta.

"Kami makan apa saja tidak masalah. Apalagi lauknya cukup ambil daun ubi-ubian yang ada di ladang atau lauk jagung," urainya.

Hal yang sama disampaikan, Ny Sainah. Menurutnya, memakan tiwul lebih dapat mengirit biaya hidup agar cucunya bisa bersekolah. Apalagi, selama ini untuk kebutuhan aliran listriknya juga masih mengandalkan saluran listrik dari bangunan rumah ananya yang ada di depannya.

"Kalau tiap hari makan nasi nggak cukup uangnya. Gaplek 1 kilogram hanya Rp 1.500, beras 1 kilogram Rp 7.500. Jadi lebih baik beli gaplek bisa buat 3 hari daripada beli beras," urainya.

Sainah mengaku jika bukan hanya dirinya yang makan gaplek. Di kampungnya, kata Sainah warga yang berusia lanjut usia apalagi tergolong sebagai keluarga miskin dipastikan mengkonsumsi gaplek daripada nasi setiap harinya.

"Disini rata-rata makan gaplek dan tiwul semuanya. Jarang makan nasi," ungkapnya.

Sementara secara terpisah Bupati Madiun, Muhtarom menegaskan jika angka kemiskinan di Kabupaten Madiun terus mengalami penurunan. Yakni dari sekitar 54.000 rumah tangga sangat miskin turun menjadi sekitar 45.000 orang. Sedangkan rumah tidak layak huni turun dari 15.000 unit menjadi 6.000 unit. Perbaikan rumah tidak layak huni bakal diselesaikan pada Tahun 2013 mendatang.
"Meski kami belum bisa menyelesaikan perbaikan seluruh bangunan rumah tidak layak huni dan menurunkan angka kemiskinan hingga 0 persen, kami tetap berusaha untuk membuat program agar mampu mengesntaskan kemiskinan. Karena masih ada rumah tak layak huni setelah berpisah dengan orangtuanya yang sama-sama menghuni rumah tak layak huni jelas menambah daftar keluarga miskin baru," tandasnya.
Komentarku ( Mahrus ali ):

Negara  demokrasi bukan negara Islam membikin  rakyatnya rasa takut dan lapar bukan rakyat yang makmur dan loh jinawe. Itu relaita bukan hayalan, sulit di atasi bukan mudah lagi.  Allah telah memberikan azab bukan rahmat  kepada penduduknya. Kita kembali saja kepada ayat:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ(15)فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ(16)ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".Tetapi mereka berpaling,(meremehkan dan menginjak injak ajaran Allah ) maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.[1]


[1] Saba` 15-17

Kamis, 26 Juli 2012

Ilmu Kanuragan untuk dakwah





On line PBNU  oleh Abdul Mun’im DZ
Para wali dan ulama menyiarkan Islam dengan berbagai cara. Namun, seorang muballigh baik kalangan wali ulama atau kiai memang harus memiliki kelebihan dibandaing masyarakat yang lain. Kelebihan ilmu dengan sendirinya menjadi syarat utama, tetapi selain itu harus memiliki keahlian ekstra yang lain, apakah suara yang merdu, kesaktian dalam pengobatan, dan keahlian dalam menaklukkan binatang, penjahat atau mengusir makhluk halus. Kalau tidak, kehadiran mereka tidak bisa melindungi umat yang didatangi.

Kiai Haji Muhammad Cholid seorang mubaligh di Banjarmasin Kalimantan Selatan setiap saat berdakwah ke masyarakat pedalaman yang daerahnya hutan berawa. Masyarakatnya umumnya pencari ikan, tetapi mereka memiliki ancaman serius yaitu dengan banyaknya buaya, setiap saat ada saja orang  disambar predator yang ganas itu, ketika mandi atau mencuci di kali.

Pada suatu ketika terjadi heboh di masyarakat. Ada seorang disambar buaya, maka datanglah mereka kepada ayah kandung KH Idham Cholid mantan Ketua Umum PBNU itu untuk meminta pertolongan. Mereka tidak mau tahu apakah sang kiai seorang pawang yang memiliki ilmu menangkap buaya atau tidak, tetapi mereka mesti minta tolong ke sana dengan yakinnya. Melihat kenyataan itu tidak ada pilihan lain bagi Kiai Cholid kecuali mengabulkan permintaan mereka, walaupun menantang risiko, tetapi tugas keulamaan untuk melindungi umat mesti dijalankan.

Sang kiai bersembahyang kemudian membaca doa, lalu dipersiapkanlah pancing dengan umpan seekor ayam untuk mengkap buaya. Dikatakan hanya buaya penyambar yang akan kena, sementara buaya lain tidak akan memakan umpan itu dan tidak akan ditangkap. Akhirnya tertangkaplah buaya itu dan orang semakin kagum dan takdzim pada Sang Kiai.

Setelah itu orang pada berdatangan minta diajari mantera, pada sat itulah Kiai Cholid mengajarkan mereka tentang kalimat tauhid, dan menuntun mereka bersyahadat. Dengan cara itu orang banyak belajar mantera agar selamat dari sambaran buaya, akhairnya orang ramai-ramai belajar agama. Dengan melalui jalan penyelamatan dan pelindungan pada umat itulah akhirnya orang tertarik untuk memeluk agama Islam. (Abdul Mun’im DZ)



Abdul Mun`im DZ berkata :
 Para wali dan ulama menyiarkan Islam dengan berbagai cara. Namun, seorang muballigh baik kalangan wali ulama atau kiai memang harus memiliki kelebihan dibandaing masyarakat yang lain. Kelebihan ilmu dengan sendirinya menjadi syarat utama, tetapi selain itu harus memiliki keahlian ekstra yang lain, apakah suara yang merdu, kesaktian dalam pengobatan, dan keahlian dalam menaklukkan binatang, penjahat atau mengusir makhluk halus. Kalau tidak, kehadiran mereka tidak bisa melindungi umat yang didatangi.

Komentarku ( Mahrus ali ) :  Umumnya dari kalangan gus – gus yang punya keahlian pengobatan yang menjamur di muka bumi Nusantara  ini selalu menggunakan khadam mahluk halus yaitu jin dan kebanyakannya  jin kafir. Dan kebanyakan gus – gus itu berdusta, tidak memperdulikan syariat. Ada yang berjabat tangan dengan tamu perempuan.
Tamu yang datang menjadi bengong. Gus ini punya kehebatan dalam mengobati pasien, ber arti dia dekat kepada Allah, tapi mulutnya rusak, ahlaknya  juga jelek dan mengabaikan  sariat. Itulah tanda bahwa   dia itu memiliki kesaktian itu  tidak karena dekat kepada Allah tapi karena dekat kepada setan. Imam Syafii berkata :
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَمْشِي عَلَى اْلمَاءِ وَيَطِيْرُ فِي الْهَوَاءِ فَلاَ تَغْتَرُّوا بِهِ حَتَّى تَعْرِضُوا أَمْرَهُ عَلىَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
Bilakamu sekalian melihat seorang lelaki berjalan di atas air atau terbang di udara, maka jangan terpedaya dengannya,hingga kamu cocokkan perilakunya  dengan al quran dan hadis
قَالَ الشَّيْخُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ حَسَنٍ فِي ‏"‏فَتْحِ اْلمَجِيْدِ‏"‏‏:‏ ‏"‏وَأَكْثَرُ مَا يَقَعُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ مَا يُخْبِرُ بِهِ الْجِنُّ أَوْلِيَاءَهُمْ مِنَ اْلإِنْسِ عَنِ اْلأَشْيَاءِ اْلغَائِبَةِ بِمَا يَقَعُ فِي اْلأَرْضِ مِنَ اْلأَخْبَارِ، فَيَظُنُّهُ اْلجَاهِلُ كَشْفًًا وَكَرَامَةً، وَقَدْ اغَتَرَّ بِذَلِكَ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، يَظُنُّوْنَ اْلمُخْبِرَ بِذَلِكَ عَنِ اْلجِنِّ وَليًّا لله، وَهُوَ مِنْ أَوْلِيَاءِ الشَّيْطَانِ‏"‏
Syekh Abd Rahman bin Al Hasan dalam kitab fathul majid berkata : Banyak sekali di alami oleh umat ini adalah  para dukun yang menerima kabar dari jin tentang berita – berita yang akan  jatuh ke bumi lalu orang – orang awam  mengiranya sebagai kasyaf dan karomah. Sungguh banyak yang tertarik padanya  bahkan tertipu dengannya lalu di katakan mereka adalah waliyullah. Pada hal mereka itu walius syaithon. [1]
Dan perbuatan gus – gus selalu saya perhatikan dan mengarah kepada kesyirikan. tepatlah firman Allah :
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقَا
 Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. ( Al Jin 6 )
Tapi ada juga  orang yang ahli mengobati dengan doa – doa dari Nabi SAW dan jarang sekali yang begitu. Lebih baik pengobatan itu menggunakan bekam.



Abdul Mun`im DZ berkata :

Sang kiai bersembahyang kemudian membaca doa, lalu dipersiapkanlah pancing dengan umpan seekor ayam untuk mengkap buaya. Dikatakan hanya buaya penyambar yang akan kena, sementara buaya lain tidak akan memakan umpan itu dan tidak akan ditangkap. Akhirnya tertangkaplah buaya itu dan orang semakin kagum dan takdzim pada Sang Kiai.


Komentarku ( Mahrus ali ):
 :Untuk umpan ayam yang di taruh di pancing itu penganiayaan. Ada sebagian  orang yang memancing  ikan  dengan umpan katak, lalu perut katak di tusuk dengan kail. Ahinya katak  berenang ke air ke kanan dan kekiri. Saya lihat dia  kesakitan dan ini sama dengan menganiayanya  dan ini tidak diperkenankan.
Jabir bin Abdillah ra  berkata : Rasulullah SAW  bersabda :
 وَعُرِضَتْ عَلَيَّ النَّارُ فَرَأَيْتُ فِيهَا امْرَأَةً مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ تُعَذَّبُ فِي هِرَّةٍ لَهَا رَبَطَتْهَا فَلَمْ تُطْعِمْهَا وَلَمْ تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
Neraka diperlihatkan kepadaku, aku melihat didalamnya  seorang wanita  banu Israil yang tersiksa karena kucing yang diikat, tidak diberi makan dan tidak dibiarkan  memakan serangga  bumi [2]
وَدَنَتْ مِنِّي النَّارُ حَتَّى قُلْتُ أَيْ رَبِّ وَأَنَا مَعَهُمْ فَإِذَا امْرَأَةٌ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ تَخْدِشُهَا هِرَّةٌ قُلْتُ مَا شَأْنُ هَذِهِ قَالُوا حَبَسَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ جُوعًا لَا أَطْعَمَتْهَا وَلَا أَرْسَلَتْهَا تَأْكُلُ
Neraka ditampakkan kepadaku,hingga aku berkata :  Wahai Tuhanku, aku bersama mereka.Tahu – tahu aku berjumpa dengan  orang perempuan yang kukira di cakari kucing. Aku bertanya  :”Mengapa  demikian ?”.
Mereka  berkata :”Dia  menahan kucing hingga mati kelaparan,tidak diberi makan atau dilepaskan untuk makan. [3]



[1] Al muntaqa  min fatawas syekh Al Fauzan     nomer fatwa  69
[2]  HR Muslim  904 .
[3] Muttafaq alih , Bukhori 745

Minggu, 22 Juli 2012

Modus penipuan gelar sarjana



SURYA Online, JOMBANG-Lukman Hakim Mustain (54), Rektor Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang versi Yayasan Undar Trisula, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim. Lukman diduga menyelenggarakan pendidikan ilegal dan wisuda ilegal.
  
Kepastian ini disampaikan Ali Sukamtono, Sekretaris Yayasan Undar (tanpa embel-embel Trisula, Red). Ali adalah pelapor Lukman ke polda atas tuduhan menggelar pendidikan dan wisuda ilegal mengatasnamakan Undar. Padahal, menurut Ali, Undar yang sah dikelola Yayasan Undar dengan Rektor Ma’murotus Sya’diyah.
  
Ali Sukamtono memastikan ditetapkannya Lukman sebagai tersangka setelah menerima surat dari polda belum lama ini. “Saya menerima surat dari Polda itu pertengahan Juli lalu,” kata Ali Sukamtono, sembari menunjukkan surat dimaksud kepada Surya, Minggu (22/7/2012).
  
Surat polda itu tertanggal 11 Juli 2012 diteken Kompol Bagus Sulasana selaku Kanit Nakertrans Subdit 4/Sumdaling Dirreskrimsus Polda Jatim, dan AKBP I Ketut Pramana sebagai Pawasdik Dirreskrim Polda. Dalam surat itu, jelas-jelas Lukman disebut sebagai tersangka.
  
Adapun inti surat, memberitahukan pada Ali Sukamtono tentang perkembangan penyelidikan kasus dugaan penyelenggaraaan pendidikan dan penerbitan ijazah tanpa izin oleh Lukman Hakim Mustain.
  
Di antaranya disebut, polda sudah melakukan pemeriksaan ahli terhadap Ditjen Dikti Jakarta, penggeledahan dan penyitaan dokumen di kampus Undar kubu Rektor Lukman, penyitaan beberapa ijazah dan memeriksa dua pemilik ijazah mantan mahasiswa Undar kubu Lukman, serta gelar perkara penetapan tersangka.
  
“Langkah kami selanjutnya yaitu melakukan pemanggilan terhadap H Lukman Hakin Mustain SH MHum untuk diperiksa sebagai tersangka,” tulis surat dari Polda tersebut. Menurut sumber di Undar, Lukman sudah dipanggil Polda Jatim untuk diperiksa, namun yang bersangkutan tidak datang.

Kuasa hukum Lukman Hakim, yakni HM Ma’ruf Syah, dihubungi Surya membenarkan Lukman ditetapkan tersangka. Namun menurutnya, itu tidak banyak berarti. Sebab menurut Ma’ruf, penetapan tersangka harus disertai bukti kuat.

Padahal, Ma’ruf yakin bukti-bukti menguatkan Lukman pihak yang sah. “Saya akan buktikan pihak Pak Lukman yang sah. Proses masih panjang,” tegas Ma’ruf. Tentang keengganan Lukman memenuhi panggilan Polda, Ma’ruf berkilah bukan menolak datang, tapi meminta penundaan.
     
Diberitakan, Lukman Hakim Mustain (selaku pembina Yayasan Undar Trisula dan Rektor Undar kubu Yayasan Undar Trisula) dan KH Dimyathi Romly (Ketua Yayasan Undar Trisula), dilaporkan ke polda oleh Ali Sukamtono, Februari lalu.
     
Mereka dituduh menggelar wisuda pada 29 Januari 2012, menggunakan nama dan atribut Undar. Padahal menurut pelapor, yang berhak menggelar wisuda dan pendidikan Undar adalah Yayasan Undar, bukan Yayasan Undar Trisula. Selain itu, menurut Ali, rektor Undar yang sah adalah Ma’muratus Sa’diyah.

Komentarku ( Mahrus ali ):
Sebagai muslim kita diperintahkan untuk berkata jujur – tidak boleh dusta, apalagi kedustaan di buat budaya untuk hubungan antara  sesama  bukan kejujuran. Anehnya fenomena yang ada di realita kehidupan kita adalah kedustaan dan keserongan yang bisa di buat sarana untuk mempererat persahabatan antara pegawai Negri atau swasta. Bila seseorang jujur akan terpencil bukan malah di cintai, bahkan boleh jadi suatu saat akan dipecat, dicari kekeliruannya, karena  tidak bisa di ajak kompromi untuk berbuat mafia.
Allah berfirman:
وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu.[1]


[1]  Al Maidah 62

Rabu, 11 Juli 2012

Mendirikan tempat ibadah sulit saratnya, mendirikan tempat maksiat mudah sekali


Eramuslim.com | Media Islam Rujukan, Pembangunan rumah ibadah, harus mendapatkan dukungan masyarakat sekitar. Ketentuan ini tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) dua Menteri, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.

“Jika dukungan masyarakat setempat belum terpenuhi, maka Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah,” jelas Koordinator Solidaritas Generasi Muslim Kota Batam, Yulman di Batam Centre, Senin (9/7/2012).

Yulman menjelaskan, secara umum SKB dua Menteri menyebutkan, setidaknya terdapat empat poin penting dalam pembangunan rumah ibadah. Diantaranya melampirkan daftar nama dan kartu tanda penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang. Daftar ini harus disahkan pejabat setempat, sesuai dengan tingkat batas wilayah.

Pejabat setempat dimaksud adalah Lurah/Kepala Desa, jika rumah ibadah dan pengguna rumah ibadah memiliki batas wilayah lebih dari satu RW. Ataupun Camat, jika rumah ibadah dan pengguna rumah ibadah memiliki batas wilayah lebih dari satu Kelurahan/Desa.

Kemudian, pembangunan rumah ibadah juga harus mendapat dukungan masyarakat setempat. Paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala desa.

Selanjutnya, mendapatkan rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Kementerian Agama di tingkat Kabupaten/Kota. Dan terakhir, mendapatkan rekomendasi tertulis Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) di tingkat Kabupaten/Kota.

“Tidak terpenuhinya seluruh persyaratan inilah yang terkadang menimbulkan persoalan antar umat beragama terkait pendirian rumah ibadah,” jelasnya.

Menurut Yulman, sebuah rumah ibadah dibangun tentu didasarkan kebutuhan jamaah. Sebagaimana ketentuan dalam mengumpulkan “barang bukti” berupa daftar nama dan KTP dari setidaknya 90 orang jamaah. Sehingga benar-benar membuktikan bahwa rumah ibadah tersebut memang perlu dibangun.

Begitupun dengan persratan dukungan paling sedikit 60 orang masyarakat setempat. Tentunya persyaratan ini sudah melalui kesepakatan bersama saat akan ditetapkan SKB tersebut.

“Berbicara mengenai hak asasi, setiap orang memiliki hak asasi yang dibatasi peraturan dan undang-undang. Jangan dengan alasan hak asasi, ketentuan ini bisa seenaknya ditabrak. Karena hak asasi seseorang juga dibatasi oleh hak asasi orang lain,” imbuhnya.(fq/isukepri)
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sungguh aneh bangsa Indonesia ini, bukan budaya yang elok bagi mereka. Mendirikan tempat kemungkaran boleh – boleh saja, tanpa sarat- sarat tertentu, tanpa tanda tangan  dari 60 warga atau perangkat desa yang lain. Tapi bila mendirikan tempat ibadah malah di persoalkan. Tempat ibadah untuk penjernihan rohani, perbaikan ahlak dan bimbingan. Lain dengan tempat lokalisasi yang jelas mbejat ahlak dan moral. Sungguhpun demikian, tidak pakai sarat tanda tangan 60 warga dan lain.
Ingatlah firmanNya:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ(40)الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.[1]            


                                                Airport Batam






























[1] Al haj  40 –41

Minggu, 08 Juli 2012

Mati sahid atau sangit

Eramuslim.com | Media Islam Rujukan, Koalisi utama liberal Libya mengatakan hari Minggu ini (8/7) bahwa calon partainya memimpin jajak pendapat dalam pemilu pertama sejak penggulingan Muammar Gaddafi.

"Laporan awal menunjukkan bahwa koalisi memimpin jajak pendapat di sebagian besar konstituen," Faisal Krekshi, Sekretaris Jenderal Aliansi Pasukan Nasional mengatakan kepada AFP.

Pemimpin salah satu partai Islam utama Libya, Partai Keadilan dan Pembangunan, juga mengatakan bahwa aliansi memiliki keuntungan yang solid dalam jajak pendapat.

Aliansi ini dipimpin oleh Mahmud Jibril yang memainkan peran penting sebagai perdana menteri pemberontak selama revolusi rakyat yang menggulingkan Gaddafi tahun lalu.

"Pasukan Aliansi Nasional mencapai hasil yang baik di beberapa kota besar kecuali Misrata. Mereka memiliki keunggulan bersih di Tripoli dan di Benghazi," kata Muhammad Sawan, yang memimpin partai Keadilan dan Pembangunan.

Sebagian besar penduduk Libya dan pemilih terdaftar terkonsentrasi di ibukota, yang terletak di bagian barat negara gurun kaya minyak tersebut dan di timur kota Benghazi.

"Tapi itu adalah persaingan yang ketat bagi kita di selatan," tambah Sawan.

Libya pada hari Sabtu kemarin memberikan suara untuk Kongres Nasional, majelis yang berisi 200-anggota legislatif yang akan mengarahkan negara melalui masa transisi setelah Gaddafi terguling dan terbunuh tahun lalu.(fq/afp)

Komentarku ( Mahrus ali ):
Kasihan darah muslimin banyak terkucur di Libia  bukan untuk mendirikan negara Isl am tapi tetap untuk mendirikan negara jahiliyah kedua. Jadi sama saja, boleh jadi lebih jelek.
Mereka yang mati untuk ini bukan sahid tapi sangit  . sekalipun mereka punya niat baik, tapi kekeliruannya mereka mendukung kelompok yang belum jelas tujuannya untuk mendirikan negara Islam atau kufur. Lalu mereka mendukung mati – matian. Mestinya di teliti dulu apa tujuannya.
Ingatlah ayat:
الَّذِينَ ءَامَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.[1]

   Mendirikan negara jahiliyah  bukan  termasuk  fii sabilillah , tapi  sabilit thaghut.


[1] Annisa`  76

Jumat, 06 Juli 2012

Ritual-ritual bid’ah dan syirik yang sering dikerjakan oleh kebanyakan imam masjid

 
                                                Masjid sunan Ampel Surabaya


Tahlilan
Pandangan Sunan Ampel terhadap Tahlillan
Mengapa masjid ampel setiap malam jum’at imam masjidnya setelah dzikir-dzikir, kemudian dilanjutkan baca tahlillan, apakah mereka tidak membaca sejarah sang wali tersebut.!?
Hal ini juga sering kita jumpai dimasjid-masjid ahli bid’ah didalamnya mengadakan tahlilan setiap malam Jum`at  dan setelah Isya` diselenggarakan dibaan.
Mari kita renungkan ucapan beliau kepada Sunan Kalijogo yang mengadakan tahlilan, katanya: ”Jangan diteruskan perbuatan semacam itu karena termasuk bid`ah.” Sunan Kalijogo menjawab, ”Biarlah nanti generasi setelah kita ketika Islam telah tertanam di hati masyarakat yang akan menghilangkan budaya tahlilan itu.” Kisah ini disebutkan dalam sebuah buku tentang Islam di Indonesia yang tersimpan di sebuah museum di negeri Belanda.[1] Dalam pandangan Sunan Kalijogo masyarakat saat itu belum memahami tentang Islam dengan baik, masih kuat dipengaruhi oleh peradaban Hindu. Karena itu kemudian diadakan kumpulan sebagaimana kebiasaan masyarakat sebelumnya yaitu kumpulan peringatan hari kematian, hanya saja isinya berupa dzikir tahlil dan doa-doa dari ajaran Islam. Walaupun demikian Sunan Ampel tetap tidak setuju, karena perbuatan semacam ini termasuk bid`ah[2].
Jadi tahlilan itu diadakan untuk mengikuti budaya kumpulan masyarakat Hindu setelah ada kematian, hanya saja diisi dengan tahlilan. Kemudian dikenal secara luas dengan sebutan tahlilan, asal acaranya menjadi tenggelam padahal inilah inti dari acara tersebut yakni melakukan peringatan atas kematian seseorang. Hal ini bisa dikatakan termasuk menyerupai dengan non-Muslim. Kita tidak diperkenankan melakukan hal semacam itu. Dalam suatu hadits dijelaskan,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa  menyerupai suatu kaum, maka termasuk dalam golongan mereka.”[3]
Dan kita juga tidak boleh bersimpati terhadap mereka sebagaimana disebutkan dalam ayat,

Ÿwur (#þqãZx.ös? n<Î) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß ãNä3¡¡yJtGsù â$¨Y9$# $tBur Nà6s9 `ÏiB Èbrߊ «!$# ô`ÏB uä!$uŠÏ9÷rr& ¢OèO Ÿw šcrçŽ|ÇZè? ÇÊÊÌÈ  


”Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhålim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allåh, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.”[4]

Sama saja seperti halnya dengan mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad r, hari ulang tahun kelahiran yang diisi dengan tahlilan, dibaan, shålawat, kasidah shålawat bermusik, haul mbah buyut sesepuh desa, kyai pengasuh pondok pesantren, habib, dan lain-lain. Seluruhnya sekadar menjiplak  kultur orang-orang kafir yang dilarang. Råsulullåh r bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti  perilaku bangsa sebelummu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta hingga mereka masuk ke lubang biawak pun kalian akan tetap mengikutinya. Kami berkata, ‘Wahai   Råsulullåh!  Apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani?’  Rasul  menjawab, ‘Siapa lagi ‘.[5]

Tuntunan Islam tentang keluarga yang mengalami kematian adalah menghibur dan membesarkan hati agar tabah, sabar, dan tawakal kepada Sang Pencipta kehidupan dan kematian, Allåh U. Orang yang sedang mengalami duka karena kematian kerabatnya memerlukan kalimat ta`ziyah dari kawan yang muslim, sebagaimana dikisahkan dalam hadits sebagai berikut. Ibnu Quråh y berkata,
كَانَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ يَجْلِسُ إِلَيْهِ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ وَفِيهِمْ رَجُلٌ لَهُ ابْنٌ صَغِيرٌ يَأْتِيهِ مِنْ خَلْفِ ظَهْرِهِ فَيُقْعِدُهُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَهَلَكَ فَامْتَنَعَ الرَّجُلُ أَنْ يَحْضُرَ الْحَلْقَةَ لِذِكْرِ ابْنِهِ فَحَزِنَ عَلَيْهِ فَفَقَدَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَالِي لاَ أَرَى فُلاَنًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ بُنَيُّهُ الَّذِي رَأَيْتَهُ هَلَكَ فَلَقِيَهُ النَّبِيُّ صَلَّىالله عليه وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ بُنَيِّهِ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ هَلَكَ فَعَزَّاهُ عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ يَا فُلاَنُ أَيُّمَا كَانَ أَحَبُّ إِلَيْكَ أَنْ تَمَتَّعَ بِهِ عُمُرَكَ أَوْ لاَ تَأْتِي غَدًا إِلَى بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ إِلاَّ وَجَدْتَهُ قَدْ سَبَقَكَ إِلَيْهِ يَفْتَحُهُ لَكَ قَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ بَلْ يَسْبِقُنِي إِلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَيَفْتَحُهَا لِي لَهُوَ أَحَبُّ إِلَيَّ قَالَ فَذَاكَ لَكَ *
“Biasa bila Nabi r sedang duduk maka sebagian sahabatnya turut mendampingi beliau. Di antara mereka ada seorang pria yang mempunyai seorang anak lelaki yang masih kecil yang sering ikut datang bersama bapaknya, biasanya kemudian didudukan di pangkuannya. Suatu saat anak itu kemudian meninggal dunia. Akibat kematian anaknya, pria tersebut kemudian merasa enggan untuk menghadiri majelis Råsulullåh  r,  karena merasa sedih selalu terbayang-bayang mendiang anaknya. Nabi Muhammad r  kemudian merasa tidak melihat pria tersebut, lalu  bertanya, ’Mengapa aku tidak melihat si fulan?’
Mereka menjawab, ‘Wahai Råsulullåh! Anaknya yang pernah Anda lihat itu telah meninggal dunia.’
Lantas   Råsulullåh  r menemui pria tersebut untuk kemudian menanyakan tentang anak itu. Pria tersebut memberitahukan bahwa anaknya telah meninggal dunia. Råsulullåh  r pun kemudian menyampaikan kalimat yang menghiburnya. Beliau bersabda, ’Wahai fulan! Manakah yang kamu sukai, kamu bisa melihat anak semasa hidupmu atau kelak kamu mendatangi salah satu pintu surga sementara anakmu telah menunggu untuk membukakan pintu bagimu.’
Dia berkata, ’Wahai Nabi! Aku lebih suka jika dia mendahuluiku ke surga lalu membukakan pintunya untukku.’
Råsulullåh  r bersabda, ’Itulah  hakmu’.”[6]
Sementara tahlilan, apalagi yang dilangsungkan selama tujuh hari berturut-turut, justru akan memberatkan dan merepotkan keluarga mayat. Bagaimana tidak karena mereka dituntut untuk menyediakan berbagai hidangan bagi orang yang melakukan tahlilan. Perkumpulan semacam ini pun merupakan niyahah (meratap) yang akan mengingatkan kepada kesedihan. Ini jelas tidak manusiawi, karena bukan menghibur namun menambah kesedihan dan kerepotan.[7]
Muktamar NU ke-1 di Surabaya  tanggal 13 Rabi`uts Tsani 1345 Hijriyah/21 Oktober 1926 Masehi mencantumkan pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dan menyatakan bahwa selamatan setelah kematian adalah bid`ah  yang hina namun tidak sampai diharamkan.
Mantan rektor al-Azhar Syaikh Mahmud Syaltut  menyatakannya haram.[8] Syaikh Ahmad al-Syirbashi menyatakan bahwa selamatan adalah bid`ah.[9]

Mungkin orang akan bertanya, Tahlil kok dilarang, berarti melarang perintah Råsulullåh r ! Bukankah beliau mendorong umatnya untuk mengucapkan tahlil?!” Sekilas kalimat ini benar, tetapi bukankah tahlilan tidak sama dengan tahlil? Tahlil adalah mengucapkan kalimat tauhid, la ilaha illallåh. Sementara tahlilan adalah melakukan tahlil khusus untuk acara tertentu, dengan cara tertentu secara berjama’ah kemudian pahalanya dihadiahkan untuk orang tertentu.
Sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Muhammad al-Syaukani sbb:
”Kebiasaan di sebagian negara mengenai pertemuan di masjid, rumah atau di kubur untuk membaca al Quran yang pahalanya dihadiakan kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak diragukan lagi hukumnya boleh (jaiz) jika di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan kemungkaran, meskipun tidak ada penjelasan (secara zhahir) dari syariat. Kegiataan melaksanakan majelis itu pada dasarnya bukanlah sesuatu yang haram(muharam fi nafsih), apalagi jika di dalamnya diisi dengan kegiatan yang dapat menghasilkan ibadah seperti membaca al Quran atau lainnya. Dan tidaklah tercela menghadiahkan pahala membaca al Quran atau lainnya kepada orang yang telah meninggal dunia. Bahkan ada beberapa jenis bacaan yang didasarkan pada hadits sahih seperti: ”Bacalah surat Yasin kepada orang mati di antara kamu.” Tidak ada bedanya apakah pembacaan surat Yasin itu dilakukan bersam-sama di dekat mayat atau di atas kuburnya, dan membaca al Quran secara keseluruhan atau sebagian, baik dilakukan di masjid atau di rumah.” ( Ar Rasail al Salafiyah, 46).[10] Mari kita kaji bersama, tentang pernyataan dari al-Imam Muhammad al-Syaukani tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Suyuthi, salah satu ulama dari madzhab Syafi’i, menyatakan:
لمِاَ تَقَرَّرَ فِى مَذْهَبِنَا – الشَّافِعِيَّةِ – مِنْ أَنَّ ثَوَابَ اْلقِرَاءَةِ لِلْقَارِىءِ لاَ لِلْمَقْرُوْءِ لَهُ
“...Karena menurut ketetapan dalam madzhab kami, Syafi’iyah, bahwa pahala dari membaca [al-Quran] adalah untuk pembacanya bukan  untuk yang diberi bacaan.”[11]
Pendapat Imam Syafi’i t, sebagaimana diwakili oleh Imam Nawawi, disebutkannya dalam kitabnya, Syarah Muslim:
“Menurut  pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i tentang bacaan al-Quran (yang pahalanya dikirimkan kepada mayat) ialah bahwa amalan tersebut tidak akan sampai kepada mayat.  Sebagai dalilnya, Imam Syafi’i dan para pengikutnya mengambil dari firman Allåh I “Dan seseorang itu tidak akan memperoleh melainkan pahala dari daya usahanya sendiri.”
Dalam sebuah sabda Nabi r, “Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah segala amal usahanya kecuali tiga daripada amalnya, sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak (lelaki atau perempuan) shaleh yang mendoakannya.”[12]
Imam Nawawi di dalam kitab  Majmu’, Syarah Muhadzdzab mengatakan,
“Membaca al-Quran dan mengirimkan pahalanya untuk orang  mati dan menggantikan sembahyang untuk seseorang yang mati atau sesamanya adalah tidak sampai kepada mayat yang dikirimkan menurut jumhur ulama dan Imam Syafi’i.  Keterangan ini telah diulang beberapa kali oleh Imam Nawawi di dalam kitabnya, Syarah Muslim.”[13]
Al-Haitami, salah satu tokoh fikih Madzhab Syafi`i, di dalam kitabnya, Al-Fatawa al-Kubrå al-Fiqhiyyah, berkata, “Tidak boleh membaca suatu bacaan untuk mayat berdasarkan keterangan yang umum dari ulama mutaqaddimin (terdahulu) yaitu pahala bacaan-bacaan yang dikirimkan kepada si mati adalah tidak akan sampai kepadanya karena pahala bacaan tersebut milik orang yang membaca tersebut. Pahala orang yang beramal tidak bisa dipindahkan kepada orang lain berdasarkan sebuah firman AllåhI yang berbunyi, “Dan manusia tidak memperoleh kecuali pahala dari hasil usahanya sendiri.”[14]
Imam Muzani, di dalam Hamisy al-Umm, juga berkata:
 “Råsulullåh r telah memberitahukan sebagaimana yang telah diberitakan dari Allåh I bahwa dosa seseorang akan menimpa dirinya sendiri seperti halnya suatu amal yang telah dikerjakan adalah hanya untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain, dan ini tidak dapat dikirimkan kepada orang lain.”[15]
Imam al-Khazin di dalam tafsirnya mengatakan,
“Dan yang masyhur di dalam madzhab Syafi’i adalah: bahwa bacaan al-Quran (yang pahalanya dikirimkan kepada mayat) adalah tidak dapat sampai kepada mayat.”[16]
Di dalam tafsir Jalalain disebutkan seperti berikut, “Maka seseorang tidak akan memperoleh pahala sedikit pun dari hasil usaha orang lain.”[17]
Ibnu Katsir di dalam tafsirnya terhadap surah al-Najm ayat 39 mengatakan,
”Sebagaimana dosa seseorang tidak bisa menimpa orang lain, begitu juga seseorang  tidak mendapat pahala melainkan dari amalannya sendiri. Dari ayat ini pula Imam Syafi’i y dan para ulama yang mengikutinya telah mengambil kesimpulan bahwa pahala bacaan al-Quran yang dikirimkan kepada mayat adalah tidak akan sampai kepadanya karena amalan tersebut bukan dari hasil usahanya sendiri. Oleh sebab itu, Råsulullåh r tidak pernah menganjurkan umatnya transfer/pengiriman pahala baik secara nas hadits atau dengan isyarat.”[18]
Di dalam kitab fikih I’anatut Thålibin terdapat keterangan:
”Berkumpul di keluarga mayat dengan banyak hidangan  termasuk bid’ah munkaråt (bid’ah yang diingkari agama).  Bagi orang yang memberantasnya akan diberi pahala.”[19]
Imam Syafi’i sendiri tidak menyukai  berkumpul di rumah  kematian sebagaimana yang telah dikemukakan di dalam kitab al-Umm,  “Aku tidak suka berkumpul (di rumah keluarga mayat) meskipun di situ tiada tangisan sebab akan  menimbulkan kesedihan.”[20]
Ada  hadits riwayat  Jarir y yang berkata, “Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga kematian yang menghidangkan makanan untuk jamuan  adalah sama dengan meratapi mayat, yaitu haram.”[21]
Pengarang kitab I’anatut Thålibin mengambil keterangan sahih di dalam kitab Bazzaziyah, :
“Termasuk perkara yang dibenci: Menyelenggarakan
jamuan makanan pada hari pertama (kematian), hari ketiga, sesudah seminggu dan juga memindahkan  makanan ke tanah kubur pada waktu musiman.”[22]

Di dalam kitab fikih Mughnil Muhtaj terdapat keterangan, ”Keluarga kematian yang menyediakan makanan dan orang–orang sama berkumpul di rumahnya untuk menjamu, merupakan bid’ah yang tidak disunatkan, dan di dalam hal ini Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits yang shåhih daripada Jarir bin Abdullåh, berkata, “Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga kematian dan keluarga tersebut menghidangkan makanan untuk menjamu para hadirin, adalah sama hukumnya seperti niyahah (meratapi mayat), yaitu haram.”[23]

Sementara itu dalam kitab fikih Hasyiyatul Qalyubi ada keterangan sebagai berikut:
”Syaikh al-Ramli berkata, ’Di antara bid’ah yang munkaråt (yang tidak dibenarkan agama), yang dibenci apabila diamalkan sebagaimana  yang telah diterangkan di dalam kitab Al-Raudhah, yaitu  “kifarah” dan hidangan makanan yang disediakan oleh tuan rumah kematian untuk jamuan orang  yang berkumpul di rumahnya, sama saja dilangsungkan sebelum atau sesudah kematian,  serta penyembelihan di tanah kubur.”
[24]

Pengarang kitab I’anatut Thålibin mengambil keterangan  di dalam kitab Al-Jamal Syarh al-Minhaj yang berbunyi seperti  berikut,  “Di antara bid’ah munkaråt yang tidak disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan membuat  jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan semua  itu adalah haram.”[25]

Selanjutnya, pengarang kitab tersebut juga mengambil lagi keterangan dari kitab Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj yang  berbunyi,  “Sesuatu yang sangat dibiasakan oleh seseorang dengan menghidangkan makanan untuk mengundang orang ramai ke rumah keluarga kematian  merupakan bid’ah yang dibenci sebab ada hadits yang telah  diriwayatkan oleh Jarir y yang berkata, ’Kami (para sahabat nabi  r) menganggap bahwa berkumpul di rumah  keluarga kematian dan keluarga tersebut menghidangkan makanan untuk  majelis itu adalah sama dengan hukum niyahah, yaitu haram.”[26]
Pengarang kitab tersebut mengambil lagi fatwa dari mufti madzhab Syafi’i, Ahmad Zaini bin Dahlan, ”Dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa mencegah umat dari perkara bid’ah munkaråt ini sama seperti halnya menghidupkan sunnah  nabi r.  Mematikan bid’ah seolah-olah  membuka pintu kebaikan seluas-luasnya dan menutup pintu keburukan serapat-rapatnya karena orang lebih suka memaksa-maksa diri mereka berbuat hal-hal yang akan membawa kepada sesuatu yang haram.”[27]
Di dalam kitab Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah ada keterangan: 
”Dan di antara bid’ah yang dibenci agama ialah sesuatu yang dibuat  oleh individu, yaitu menyembelih hewan-hewan di tanah kubur tempat  mayat ditanam dan menyediakan hidangan makanan  yang diperuntukkan  bagi mereka yang datang berta’ziah.”
[28]
Riwayat lain menerangkan: Bahwa Jarir y datang kepada Umar y, lalu Umar y bertanya. ”Adakah mayit kalian diratapi?’ Dia menjawab, ’Tidak!’ Lalu ditanya juga,
’Adakah orang-orang berkumpul di keluarga mayit dan membuat makanan?’ Dia menjawab, ’Ya!’ Maka Umar y berkata, ’Yang demikian adalah ratapan.”[29]


Diterangkan dalam kitab I’anatut Thålibin jilid 2 halaman 145-146 , bahwa fatwa-fatwa dari mufti-mufti Makkah dari empat madzhab menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan
itu adalah mungkar. Di antaranya:

Fatwa dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti madzhab Syafi’i berkata,
”Ya, perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang yang berkumpul di rumah orang yang kena musibah kematian dan menyediakan makanan adalah perbuatan bid’ah munkaråh dan penguasa yang mencegahnya akan mendapatkan pahala”.
Fatwa dari Mufti Madzhab Hanafi,
”Ya, penguasa akan diberi pahala karena melarang manusia dari perbuatan bid’ah.”

Setelah kita kajih ternyata pernyataan al-Imam Muhammad al-Syaukani( Ar Rasail al Salafiyah, 46).[30] sangat bertentangan sekali dengan pandangan Imam Syafi’i sendiri tentang masalah menghadiahkan bacaan kepada orang yang sudah meninggal. Karena di kalangan masyarakat kita banyak yang mengaku sebagai pengikut Imam Syafi’i dalam masalah fikih. Sementara salah satu tradisi mereka adalah menghadiahkan bacaan al-Quran kepada leluhur yang sudah meninggal.
Namun sekali lagi pandangan Imam Syafi’i tentang masalah menghadiahkan bacaan kepada orang yang sudah meninggal, sangat berbeda dengan al-Imam muhammd al-Syaukani dan kyai-kyai NU,

Kemudian dalam Ar Rasail al Salafiyahnya, al-Imam Muhammad al-Syaukani juga mengatakan ,”Bahkan ada beberapa jenis bacaan yang didasarkan pada hadits sahih seperti: ”Bacalah surat Yasin kepada orang mati di antara kamu.” Tidak ada bedanya apakah pembacaan surat Yasin itu dilakukan bersam-sama di dekat mayat atau di atas kuburnya, dan membaca al Quran secara keseluruhan atau sebagian, baik dilakukan di masjid atau di rumah.” (Ar Rasail al Salafiyah, 46)[31]  
Mari kita kaji kembali hadits yang disampaikan oleh al-Imam Muhammad al-Syaukani tersebut.
Sebagian orang yang membaca surat Yasin untuk mayat ada yang mendasarkan pada sebuah hadits Sebagai berikut:
اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ
Bacakan Surat Yasin kepada orang–orang  matimu.[32]
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Nasai yang disahihkan oleh Ibnu Hibban, tapi dilemahkan oleh Ibnul Qåtthån karena kacau redaksinya, keadaan perawi Abu Utsman yang tak dikenal, begitu juga ayahnya. Ibnul Madini mendukungnya. Daråquthni berkata, ”Hadits tersebut lemah, lafalnya tidak dikenal, tiada hadits sahih dalam masalah ini.”[33]
Pendapat yang terkenal dari Imam Syafi’i dan ulama` madzhab Maliki adalah bahwa pahala membaca  al-Quran  tidak akan sampai kepada mayat. Periksa tentang hal ini dalam Al-Syarhul Kabir.[34]
Abu Dawud meriwayatkannya dengan sanad sebagai berikut:
3121 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ وَمُحَمَّدُ بْنُ مَكِّيٍّ الْمَرْوَزِيُّ الْمَعْنَى قَالاَ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ وَلَيْسَ بِالنَّهْدِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ وَهَذَا لَفْظُ ابْنِ الْعَلاَءِ *
Abu Dawud berkata, “Bercerita kepada kami Muhammad bin al-Ala` bahwa Muhammad bin Makki al-Maruzi al-Ma`na berkata, ‘Bercerita kepada kami Ibnul Mubaråk dari Sulaiman al-Taimi dari Abu Utsman, bukan al-Nahdi, dari ayahnya dari Ma`qil bin Yasar berkata, ‘Råsulullåh r bersabda, ‘Bacalah surat Yasin untuk mayatmu.“
Inilah hadits dengan redaksi dari Ibnul Ala`.[35]
Komentar penulis: Nama ayah Abu Utsman tidak dikenal.
Menurut ensiklopedi perawi-perawi hadits, Abu Utsman dari ayahnya tidak pernah meriwayatkan hadits dari Ma`qil bin Yasar.[36]
Bahkan Ibnul Qåtthån di muka menyatakan bahwa Abu Utsman tidak dikenal. Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tersebut pada hadits nomor 1448, tapi nisbahnya juga perawi Abu Utsman dari ayahnya seperti riwayat Abu Dawud.
Imam al-Hakim berkata,
أَوْقَفَهُ يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ وَغَيْرُهُ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِي
“Hadits tersebut  dinyatakan mauquf oleh Yahya bin Said dan lainnya dari Sulaiman Al-Taimi.”
Komentar penulis: Jadi menurut beliau bukan hadits dari Nabi r tapi perkataan Sulaiman Al-Taimi.[37]
Bacalah Yasin untuk mayat–mayatmu!”[38]       
Hadits tersebut derajatnya sangat lemah karena terdapat perawi yang bernama Amir, ketika di akhir usia hafalannya menjadi kabur. Ada juga seorang lelaki dan ayahnya yang tidak disebutkan namanya sehingga sulit diketahui identitasnya. Lihat redaksinya dengan riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah sangat berbeda.  Dalam riwayat Imam Ahmad banyak tambahan, padahal sama-sama bersumber dari Ma`qil bin Yasar. Imam Muslim, Bukhåri, dan Tirmidzi sama sekali tidak meriwayatkannya. Jadi mereka tidak mengenal kebiasann membacakan surat Yasin untuk orang mati. 
وَذَكَرَ الآجُرِي مِنْ حَدِيْثِ أُمِّ الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِي صلى الله عليه وسلم قَالَ مَا مِنْ مَيِّتٍ يُقْرَأُ عَلَيْهِ سُوْرَةُ يَسٍ إِلّاَ هَوَّنَ الله عَلَيْهِ
Imam al-Ajuri menyebutkan hadits dari Ummud Darda` dari Nabi r,  bersabda,  “Setiap mayat yang dibacakan surat Yasin maka siksaannya akan diringankan.”[39]
Abu Syuja`  Syairawih bin Syahardar  bin Syairawih al-Dailami al-Hamdzani  meriwayatkan hadits tersebut bukan dari Ummud Darda` (ibu darda`) tapi dari Abud Darda` sebagai berikut:
6099 أََبوُ الدَّرْدَاءِ  مَا مِنْ مَيّتٍ يَمُوْتُ فَتُقْرَأُ عِنْدَهُ سُوْرَةُ يسٍ إلاَ  هَوَّنَ الله  عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ
“Setiap mayat yang meninggal dunia, lalu dibacakan surat Yasin maka Allåh ‘azza wajal meringankan siksaan kepadanya.”[40]
Komentar penulis: Al-Qurthubi dan Abu Syuja` menyampaikan hadits tersebut tanpa sanad juga tanpa ada komentar dari imam ahli hadits yang mentakhrijnya, apakah menganggapnya sebagai sahih atau melemahkannya. Ia juga  dicantumkan di dalam Syarah Ibnu  Majah tanpa sanad.[41]
Imam Ahmad berkata, ”Pengarang kitab Al-Firdaus menyebutkan sanad hadits tersebut  sebagai berikut:
مِنْ طَرِيْقِ مَرْوَانَ بْنِ سَالِمٍ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرُو عَنْ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ وَأَبِي ذَرٍّ قَالاَ قَالَ رَسُوْلُ الله  صلى الله عليه
Dari jalur Marwan bin Salim dari Shåfwan bin Amar dari Syuråih dari Abud Darda` dan Abu Dzar berkata, Råsulullåh r bersabda,....
Komentar penulis: Sanad tersebut lemah sekali karena terdapat perawi bernama Syuråih yang terpercaya tapi sering memursalkan hadits
سُئِلَ مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ: هَلْ سَمِعَ شُرَيْحٌ بْنُ عُبَيْدٍ مِنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ ؟ فَقَالَ:  لاَ . قِيْلَ لَهُ: فَسَمِعَ مِنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِى صلى الله عليه وسلم ؟ قاَلَ: ماَ أَظُنُّ  ذَلِكَ ، وَ ذَلِكَ أَنَّهُ لاَ يَقُوْلُ فِى شَىْءٍ مِنْ ذَلِكَ سَمِعْتُ ، وَ هُوَ ثِقَةٌ .
Muhammad bin Auf ditanya, “Apakah Syuråih pernah mendengar hadits dari Abud Darda`?’
Beliau menjawab, ‘Tidak pernah.’
Dikatakan kepadanya, ’Dia mendengar hadits dari salah satu sahabat Nabi r?’
Muhammad bin Auf menjawab, ’Kukira tidak, sebab beliau sendiri tidak pernah bilang aku mendengar .... Orang ini memang terpercaya.”[42]
Ditemukan juga perawi lemah yang lain yaitu Marwan bin Salim, identitasnya sebagai berikut:
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرَ: مَتْرُوْكٌ وَ رَمَاهُ السَّاجِى وَ غَيْرُهُ بِالْوَضْعِ
Martabatnya menurut Ibnu Hajar, “Dia adalah perawi yang ditinggalkan, al-Saji dan lainnya menyatakan dia pemalsu hadits.”
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ الذَّهَبـِي: قَالَ الْبخَارِى وَ مُسْلِمٌ: مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ ، وَ قَالَ النَّسَائِى: مَتْرُوْكٌ
Martabatnya menurut al-Dzahabi adalah bahwa Imam Bukhåri dan Muslim berkata, “Marwan bin Salim haditsnya mungkar.” Imam Nasai menyatakan, ”Dia ditinggalkan haditsnya.”[43]
Jadi hadits tersebut boleh dikatakan palsu. Karena itu seluruh penyusun kutubut tis`ah  tidak mencantumkannya dalam kitab mereka, bahkan kebanyakan pengarang kitab hadits tidak mencantumkannya. Dan yang menyampaikan sanadnya sepengetahuan kami hanya penyusun kitab Al-Firdaus.
Ada hadits lagi sebagai berikut:
مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فِي كُلِّ جُمْعَةٍ فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا يَسٍ غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ حَرْفٍ مِنْهَا
“Barangsiapa yang berziarah ke kuburan dua orang tuanya di setiap Jumat, lalu membaca Yasin di situ, maka dosanya akan diampuni sejumlah tiap hurufnya.”[44]
Komentar penulis: Pengarang Syarah Ibnu Majah menyampaikan hadits tersebut tanpa menuturkan sanadnya dan tanpa komentar sahih atau lemah, lalu bagaimanakah bila lemah lantas diajarkan kepada orang.
Dalam kitab Faidhul Qådir dijelaskan sebagai berikut:
وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ وَكُتِبَ بَرًّا بِوَالِدَيْهِ
“Ada tambahan dalam suatu riwayat: Dia ditulis sebagai orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya.”[45]
Abdurråuf al-Munawi berkata,
قَالَ ابْنُ عَدِي هَذَا الْحَدِيْثُ بِهَذاَ الْإِسْنَادِ بَاطِلٌ وَعَمْرٌو مُتَّهَمٌ بِالْوَضْعِ اه
وَمِنْ ثَمَّ اِتَّجَهَ حُكْمُ ابْنِ الْجَوْزِي عَلَيْهِ بِالْوَضْعِ بِالْإِجْمَاعِ
Ibnu Adi berkata, ”Hadits tersebut dengan sanad seperti itu adalah keliru dan terdapat perawi bernama Amar yang tertuduh pemalsu hadits. Karena itu, Ibnul Jauzi menyatakan hadits tersebut palsu dengan ijma` ulama.”[46]
Amar bin Ziyad juga pernah memalsu hadits sebagai berikut:
Dari Umar y dari Nabi r bersabda,
 أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنْ أَمْسِكَ عَنْ خَدِيْجَةَ وَكُنْتُ لَهَا عَاشِقًا فَأَتضى جِبْرِيْلُ بِرُطَبٍ فَقَالَ كُلْهُ وَوَاقِعْ خَدِيْجَةَ لَيْلَةَ جُمْعَةَ لَيْلَهَ أَرْبَعٍ وَعِشْرِيْنَ مِنْ رَمَضَانَ فَفَعَلْتُ فَحَمَلَتْ بَفَاطِمَةَ
“Diwahyukan kepadaku agar tidak berkumpul dengan Khådijah, padahal aku sangat rindu kepadanya. Jibril datang dengan membawa kurma ruthåb seraya berkata, “Makanlah dan bersetubuhlah dengan Khådijah pada malam Jumat tanggal 24 Råmadhån!’ Aku pun menjalankannya. Akhirnya Khådijah mengandung Fathimah.”[47]
Kisah tersebut tercantum dalam kitab Fawaid Abu Bakar al-Syafi’i dan Manakib Fathimah.
Ibnu Katsir berkata,
قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ مِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ السُّوْرَةِ أَنَّهَا لاَ تُقْرَأُ عَلَى أَمْرٍ عَسِيْرٍ إِلاَّ يَسَّرَهُ الله تَعَالَى وَكَأَنَّ قِرَاءَتَهَا عَلىَ الْمَيِّتِ لَتُنَزِّلُ الرَّحْمَةَ وَالْبَرَكَةَ وَلِيَسْهُلَ عَلَيْهِ خُرُوْجُ الرُّوْحِ والله تعالى أعلم
“Sebagian ulama berkata, ‘Termasuk keistimewaan surat ini, bila dibacakan kepada urusan yang sulit akan dimudahkan oleh Allåh I, seolah bila dibacakan kepada mayat bisa menurunkan rahmat dan berkah lalu ruhnya menjadi mudah keluar.”[48]
Komentar penulis: Mengapa Ibnu Katsir menyampaikan pernyataan  seperti itu, di mana para Nabi, sahabat dan imam madzhab empat tidak mengatakannya. Dan saya sendiri tidak mengetahui dalilnya.  Setahu saya, bila ingin kesulitan dimudahkan oleh AllåhI berdoalah sebagaimana tersebut dalam ayat berikut ini:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ اْلأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allåh ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).”[49]
Dalam ayat lain diterangkan:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allåh”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allåh, jika Allåh hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allåh hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah Allåh bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.”[50]
Kalau ingin ruh menjadi mudah keluar hendaklah dengan berdoa sebagai berikut:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى سَكَرَاتِ الْمَوْتِ
”Ya Allåh berilah pertolongan kepadaku dalam sekarat maut.”[51]
Ada hadits sebagai berikut:
.مَنْ قَرَأَ يس غُفِرَ لَهُ وَمَنْ قَرَأَهاَ وَهُوَ جاَئِعٌ شَبِعَ وَمَنْ قَرَأَهاَ وَهُوَ ضاَلٌّ هُدِيَ وَمَنْ قَرَأَهاَ وَلَهُ ضاَلَّةٌ وَجَدَهاَ وَمَنْ قَرَأَهاَ عِنْدَ طَعاَمٍ خَاَفَ قِلَّتَهُ كَفَاَهُ وَمَنْ قَرَأَهاَ عِنْدَ مَيِّتٍ هُوِّنَ عَلَيْهِ وَمَنْ قَرَأَهاَ عِنْدَ امْرَأَةٍ عَسُرَ عَلَيْهاَ وَلَدُهاَ  يَسُرَ عَلَيْهاَ وَمَنْ قَرَأَهاَ فَكَأَنَّماَ قَرَأَ القُرْآنَ إِحْدَى عَشَرَ مَرَّةً وَ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَقَلْبُ الْقُرْآنِ يس

”Barangsiapa  membaca surat Yasin akan diampuni dosanya. Barangsiapa  membacanya dalam keadaan lapar akan  dikenyangkan. Barangsiapa  membacanya  dalam keadaan sesat akan diberi hidayah. Barangsiapa  membacanya untuk mencari barang yang hilang akan di temukan. Barangsiapa membacanya  di sisi makanan  yang dikhawatirkan kurang akan dicukupinya. Barangsiapa membacanya  di sisi mayat akan  diperingan siksaannya. Barangsiapa membacanya di muka perempuan yang sulit melahirkan akan  melahirkan dengan mudah. Barangsiapa  membacanya  seolah-olah telah  membaca al-Quran sebelas kali. Setiap sesuatu memiliki hati sedang hati al-Quran  adalah Yasin.”[52]
Abu Bakar  - Ahmad bin al-Husain berkata,
هَذَا نُقِلَ إِلَيْنَا ِبهَذَا الْإِسْنَادِ مِنْ قَوْلِ أَبِي قِلاَبَةَ وَكَانَ مِنْ كِبَارِ التَّابِعِيْنَ
Kami menerima kutipan dengan sanad tersebut dari perkataan Abu Qilabah dan beliau termasuk tokoh tabi’in.[53]  Kalau begitu berarti bukan hadits. Ada juga disebutkan terdapat hadits sebagai berikut:
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ غُفِرَ لَهُ ماَ تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ فَاقْرَؤُوهاَ عِنْدَ مَوْتاَكُمْ

“Barangsiapa membaca  surat Yasin  untuk mencari ridha Allåh, maka  dosanya yang lalu diampun oleh Allåh . Bacakanlah kepada orang – orang  matimu!”
Hadits ini dicatat oleh Imam al-Baihaqi di dalam  kitab ”Syu’abul Iman“  dari Ma`qil bin Yasar. Imam Suyuthi memberikan tanda sahih. Periksa dalam Jami’us Shåghir 178/2. Di sini Imam  Suyuthi  kurang teliti tentang  sanad hadits yaitu nama ayah Utsman yang seluruh ulama ahli hadits menyatakan mubham atau tidak dikenal.  Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam  al-Darimi nomor 3417 dengan sanad lemah karena terdapat perawi al-Hasan yang sering memursalkan hadits. Secara kenyataan Råsulullåh dan sahabatnya tidak pernah membaca surat yasin apalagi di atas kuburan. Oleh karena itu, Imam  Syaukani  berkata bahwa Imam al-Daråquthni berkata, ’Hadits tersebut adalah hadits lemah, redaksinya juga  tidak dikenal dan  tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnul Qåtthån  bahwa  redaksi  hadits tersebut kacau.” Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud nomor 3131, Ibnu Majah dalam Sunan Ibni Majah nomor 1448, Nasai dalam Sunan al-Nasai, dan Ahmad dalam Musnad Ahmad   nomor 19789 dan 19803.  Namun  seluruh jalur periwayatannya telah kami telusuri dan seluruhnya  dari ayah Utsman yang  masih belum diketahui  identitasnya. Daråquthni berkata, ”Dalam  masalah ini tidak terdapat hadits yang sahih.”[54]
Syaikh Ibrahim berkata, “Syaikh Abdulwahhab al-Warråq, Abu Hafsh berkata,
وَقَالَ الاَكْثَرُ لاَيَصِلُ إلَىالميِت ثوابُ القِراءةِوانّ ذَلكَ لِفَاعِله
‘Mayoritas ulama` menyatakan bahwa pahala membaca  al-Quran  tidak akan sampai kepada mayat, tetapi hanya untuk orang yang membacanya.”[55]
jangan ikut ahli bid`ah , kamu akan sesat , ngaku benar .



[1] Sumber tentang Walisongo yang dipercayai sebagai dokumen asli dan valid tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Tersebut dokumen kuno yang kemudian disebut sebagai Het Book van Mbonang” (Sunan Mbonang adalah putera dari Sunan Ampel). Dari dokumen ini telah dilakukan beberapa kajian oleh beberapa peneliti. Di antaranya thesis Dr. Bjo Schrieke tahun 1816, Leiden, yang selanjutnya disebut sebagai ”Primbon I” dan thesis Dr. Jgh Gunning tahun 1881, Leiden, disebut sebagai ”Primbon II”. Yang kemudian menggunakan dua literatur ini adalah Dr. Da Rinkers tahun 1910 dalam thesisnya yang berjudul ”De Heidigen van Java”, Leiden, Dr. H Kraemer tahun 1921 berjudul ”Een Javansche Primbon uit de Zeistiende Eeuwe”, Leiden, dan Dr. Pj Zoetmulder Sj, tahun 1935, berjudul ”Pantheisme en Monisme in de Javansche Soeloek Literatuur”, Leiden. Dokumen lain yang ditemukan kemudian adalah lembaran daun lontar (rontal) sebanyak 23 lembar, tersimpan di Museum Umum Ariostea/Museum Marquis Cristino Bevilacqua di Ferrara, Italia. Secara umum isi dokumen kuno tersebut menceritakan suasana sarasehan para wali yang dilangsungkan di kediaman Sunan Giri di Girikedaton Gresik. Selanjutnya dokumen yang kemudian disebut dengan ”Kroprak Ferrara” ini pada tahun 1962 dibuat kopi (tiruannya) untuk dikirim ke Leiden Belanda agar bisa dikaji oleh ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno dari negeri Belanda. Editor.
[2] Banyak orang yang melakukan bid’ah kemudian berdalih bahwa dirinya melakukan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), padahal Råsulullåh e menegaskan bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Demikian pula pesan para walisongon senior. Salah satu catatan menarik yang terdapat dalam dokumen ”Het Book van Mbonang” adalah peringatan dari Sunan Mbonang kepada umat untuk selalu bersikap saling membantu dalam suasana cinta kasih, dan mencegah diri dari kesesatan dan bid’ah. Bunyinya sebagai berikut:”Ee..mitraningsun! Karana sira iki apapasihana sami-saminira Islam lan mitranira kang asih ing sira lan anyegaha sira ing dalalah lan bid’ah.” Artinya:”Wahai saudaraku! Karena kalian semua adalah sama-sama pemeluk Islam maka hendaklah saling mengasihi dengan saudaramu yang mengasihimu. Kalian semua hendaklah mencegah dari perbuatan sesat dan bid’ah.” Editor.
[3]  Sunan Abi Dawud no. 4031.
[4] Surat Hud:113.
[5]  Muttafaqun ‘alaih
[6] Sunan al-Nasai no. 2088, Mu`jam Kabir 59/4, Syu’abul Iman 135/7, dan  Targhib wa al-Tarhib 57/3. Al-Bani menyatakan hadits tersebut sahih.
[7]lebih jelasnya baca di buku kami,”Mantan Kiani NU Menggugat Tahlil, Istigosah & Ziarah Wali.”
[8] Al-Fatawa 215.
[9] Yas-alunaka ‘anid dini wal hayah 160/5.
[10] Tradisi islam – Khalista, 2006
[11] Fatwa Syaikh Athiyah Shåqr, Mei 1997, Al-Azhar, Kairo.
[12] Al-Nawawi, Syarah Muslim:juz 1 hal:9.
[13] Al-Subki, Taklimatul Majmu' Syarh Muhadzdzab, juz 10, hal. 426).
[14] Al-Haitami, Al-Fatawa al-Kubrå al-Fiqhiyah:juz 2, hal; 9.
[15] Hamisy al-Umm as-Syafi’i, juz 7, hal. 269.
[16] Al-Khåzin, Al-Jamal, juz 4, hal. 236.
[17] Tafsir Jalalain, juz 2, hal. 197.
[18] Tasir Ibnu Katsir, juz 4 hal. 259.
[19] I’anatut Thålibin, syarah Fathul Mu'in:juz 2, hal 145
[20] Al-Syafi’i, Al-Umm, juz 1, hal. 248.
[21] I’anatut Thålibin, juz 2, hal. 146.
[22] I’anatut Thålibin, juz 2, hal. 146.
[23] Mughnil Muhtaj, juz 1, hal. 268.
[24] Hasyiyatul Qålyubi, juz 1, hal. 353.
[25] I’anatut Thålibin, juz 2, hal. 145-146.
[26] I’anatut Thålibin, juz 2, hal. 145-146.
[27] I’anatut Thålibin, juz 2, hal. 145-146.
[28] Abdurråhman al-Jaza'iri, Al-Fiqhu ‘ala al-Madzahibi al-Arba’ah, juz 1, hal. 539.
[29] Al-Mughni, Ibnu Qudamah, juz 2 hal. 43.
[30] Tradisi islam – Khalista, 2006
[31] Tradisi islam – Khalista, 2006
[32] Sunan Ibni Majah no 2448, Musnad Ahmad  no. 19789, dan Sunan Abi Dawud no. 3131.
[33] Nailul Authår 25/4.
[34] Badzlul Majhud 85/14.
[35] Sunan Abi Dawud no.  3121.
[36] Mausu’ah Ruwatil Hadits  no. 6800.
[37] Al-Mustadrak ’alas Shåhihain 753/1.
[38] Musnad Ahmad  no.  19789.
[39] Tafsir Al-Qurthubi 1/15.
[40] Al-Firdaus 104/1.
[41] Syarah Sunan Ibnu Majah 104/1.
[42] Mausu’ah Ruwatil Hadits no. 2775.
[43] Mausu’ah Ruwatil Hadits  no. 6570.
[44] Hadits riwayat Ibnu Adi dan lainnya.
[45] Faidhul Qådir  141/6.
[46] Faidhul Qådir 141/6.
[47] Mizanul  I`tidal 316/5.
[48] Tafsir Ibnu Katsir 564/3.
[49] Surat al-Naml:62.
[50] Surat  al-Zumar:38.
[51] Sunan Ibni Majah no.1623, hadits dengan derajat lemah.
[52] Sanadnya sebagai berikut: bercerita kepada kami Abul Husain bin Busran, bercerita kepada kami Ismail bin Muhammad al-Shåffar, bercerita kepada kami  Sa`dan bin Nashår, bercerita kepada kami Ma`mar dari Al-Khålil bin Murråh dari Ayyub al-Sikhtiyani  dari Abu Qilabah. Periksa dalam Syu’abul Iman 2467.
[53] Syu’abul Iman 482/2
[54] Periksa dalam Nailul Authår 25/4.
[55] Al-Mubdi` karya Ibrahim bin Muhammad, terbitan Al-Maktabul Islami  Beirut  281/2.