Sumber : http://blogseotest.blogspot.com/2012/01/cara-memasang-artikel-terkait-bergambar.html#ixzz2HNYeE9JU

Pages

Blogroll

Jumat, 29 Maret 2013

Ternyata vaksin folio proses pembuatannya masih gunakan unsur babi



Ternyata vaksin folio proses pembuatannya masih gunakan unsur babi

Ternyata vaksin folio proses pembuatannya masih gunakan unsur babi
JAKARTA (Arrahmah.com) – Wajar banyak warga masyarakat yang menolak untuk memvaksinasi anak-anak mereka karena ternyata vaksin khususnya vaksin folio dalam prosesnya pembuatannya tidak bisa lepas dari unsur zat haram dalam hal ini babi.
Hal tersebut diakui sendiri oleh ibu Astri Rachmawati dari perusahaan farmasi Bio Farma, dalam penjelasannya di acara seminar bertajuk “Imunisasi Halal dan Thayyib?” yang diselenggarakan oleh komunitas Halal Corner (HC) pada hari Sabtu kemarin (23/2/2013).
“Dalam proses pembuatan vaksin folio harus menggunakan yang namanya enzim tripsin yang berasal dari hewan babi, namuntripsin hanya digunakan sebagai katalis dan proses akhir pembuatan vaksin folio murni bersih dari unsur tripsin itu sendiri,” ujar beliau.
Sewaktu ditanya oleh islampos.com apakah selama ini pembuatan vaksin folio selalu menggunakan tripsin, ibu Astri dari pihak Bio Farma mengakuinya, karena menurutnya tripsin memang harus selalu dipakai sebelum ada alternatif lain. Oleh karena itu pihaknya meminta fatwa dari MUI soal ini.  Diakuinya juga bahwa proses meminta fatwa dari MUI setelah ramai masyarakat yang mempertanyakan kehalalan vaksin.
“Semua pembuatan vaksin folio harus menggunakan tripsin oleh karena itu kami meminta fatwa dari MUI dan hal itupun dilakukan setelah masyarakat mulai ramai mempertanyakan kehalalan vaksin,” tambahnya.
Dijelaskannnya juga bahwa pihak Bio Farma sendiri masih sedang berusaha mengembangkan pembuatan vaksin yang tidak menggunakan tripsin (yang saat ini dalam tahap riset) dan beliau menjanjikan mudah-mudahan tahun 2016 sudah ada SIPV yang juga merupakan bahan untuk pembuatan vaksin folio namun bahannya sudah tidak menggunakan tripsin lagi.
(Islampo

Rabu, 27 Maret 2013

Serangan atau masukan baik

Jember, NU Online
Gerakan-gerakan kelompok yang menyudutkan NU dan amaliahnya tak akan pernah berhenti. Namun NU tidak perlu menghabiskan energi untuk melayani “serangan” kelompok kontra NU itu.

Demikian dikemukakan Rais Syuriyah PCNU Jember, KH Muhyiddin Abdusshomad saat memberi pengarahan dalam pelantikan MWCNU Ledokombo di lapangan Suren Dampar, Ledokombo, Senin malam (25/3).

Menurut Kiai Muhyiddin, dewasa ini kelompok-kelompok yang secara ideologi berseberangan dengan NU, sudah mulai berani terang-terangan menyerang amaliah NU, dan mereka masuk ke kantong-kantong NU, termasuk di pedesaan.

“Inilah salah satu tugas pengurus MWCNU, yaitu memperkuat dan memperkokoh keyakinan waga agar tak terpengaruh oleh propaganda mereka,” tukasnya.

Kendati demikian, lanjut Kiai Muhyiddin, para pengurus MWCNU tidak perlu menghabiskan energi untuk mereka. Sebab, masih banyak tugas lain yang harus ditunaikkan olah para kiai dan pengurus MWCNU.

“Kita perlu memakmurkan masjid, melayani kebutuhan umat sekaligus memberikan pencerahan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana kita berupaya untuk meningkatkan perekonomian warga Nahdliyyin,”  ucapnya.

Pelantikan itu sendiri dilakukan oleh Kiai Muhyiddin di depan sekitar 5000 hadirin yang memaditi lapangan Suren Dampar. Selain Kiai Muhyiddin, hadir juga Sekretaris PCNU Jember, KH. Misbahussalam dan para pengasuh pesantren di Jember bagian timur. Sedangkan Ketua PCNU Jember, KH. Abdullah Syamsul Arifin tidak hadir karena mengisi pengajian di luar kota.

Dalam susunan kepengurusan yang baru dilantik tersebut, Ali Rahmatullah tercatat sebagai ketua, sedangkan posisi sekretaris dan bendahara ditempati oleh Ali Muhsin dan Jaya Wardi. Di jajaran Syuriah, KH. Kholili Abd. Mannan sebagai rais dan Miftahul Arifin Hasan di posisi Katib.

Secara terpisah, Ali Rahmatullah menegaskan bahwa ke depan pihaknya akan berusaha memanfaatkan pertemuan lailatul ijtima’ untuk berbagai agenda. “Termasuk soal ekonomi warga,” tukasnya kepada NU Online.

Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Aryudi A. Razak




Komentarku ( Mahrus ali): 
Tugas kita ini amar ma`ruf, bukan memerintah kebid`ahan dan kesyirikan lalu melarang tuntunan Nabi SAW dan ketauhidan. Jangan menuduh serangan atas nasihat kami tapi anggaplah masukan baik. Karena itu, kita dalam melaksanakan amar ma`ruf ini tidak terarah kepada salah satu golongan, tapi kepada kafir atau muslim. Terimalah nasihat baik dan jangan menolaknya nanti akan merugi sendiri didunia  dan diakhirat dan tidak akan laba di keduanya. Ingatlah firmanNya:
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ(41)
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. Al haj.

Senin, 25 Maret 2013

Bukti nyata kepalsuan Madzhab Syi’ah




Hanin Mazaya



Ternyata sejarah menyimpan bukti-bukti bahwa madzhab Syi’ah –yang ada hari ini– bukanlah madzhab yang dianut oleh Nabi  dan Ahlul Bait. Apa saja bukti-bukti itu? Silahkan baca selengkapnya…

Ulama Syi’ah selalu membuat klaim bahwa madzhab mereka adalah warisan dari keluarga Nabi. Kita banyak mendengar klaim seperti ini di mana-mana, khususnya ditujukan bagi muslim yang awam. Awam di sini bukan sekedar awam dalam artian tidak berpendidikan atau tidak terpelajar, tetapi awam dalam pemahaman Islam, termasuk kalangan awam yang saya maksud adalah kalangan intelektual yang berpendidikan tinggi hingga menyelesaikan jenjang pasca sarjana, barangkali juga diberi gelar profesor. Tetapi dalam masalah pemahaman agama sangat awam, bahkan banyak dari pemilik gelar –satu gelar ataupun lebih– yang belum dapat membaca Al-Qur’an dengan benar.

Banyak orang awam terpesona oleh cerita-cerita yang enak didengar tentang madzhab Ahlul Bait, begitu juga cerita tentang penderitaan Ahlul Bait dan cerita-cerita lainnya. Mereka terpengaruh oleh cerita-cerita Syi’ah tanpa bisa melacak asal usul cerita-cerita itu, tanpa bisa memilah apakah cerita itu benar adanya atau hanya sekedar dongeng tanpa ada faktanya. Di satu sisi kita kasihan melihat orang-orang awam yang tertipu, tetapi di sisi lain kita bisa memaklumi bahwa orang awam tidak dapat melacak asal usul periwayatan sebuah cerita. Karena untuk melacak kebenaran sebuah cerita bukan hal yang mudah bagi orang awam, begitu juga memanipulasi cerita tidak mudah dilakukan oleh orang awam.

Tetapi jika kita melihat lagi sejarah dengan teliti, kita akan menemukan peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan banyak klaim yang dibuat oleh Syi’ah. Hingga akhirnya kita bertanya-tanya tentang kebenaran klaim Syi’ah. Dan yang lebih mengherankan lagi, Syi’ah tetap saja tidak bergeming dan tetap bersikeras memegang teguh klaimnya yang telah dibantah oleh sejarah. Yang disebut klaim bisa jadi hanya kesimpulan dari beberapa fakta yang bisa saja keliru, namun mestinya jika klaim itu bertabrakan dengan satu bukti nyata dan sejarah yang benar-benar terjadi, mestinya mereka yang mencari kebenaran akan meninjau kembali pemikiran sebelumnya yang keliru.

Tetapi berbeda bagi ulama Syi’ah, karena ada beberapa ulama Syi’ah berusaha menutupi peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan madzhab Syi’ah, atau seperti kata Abbas Al-Qummi: “Dapat melemahkan akidah orang banyak, yang bisa kita temukan dalam kitab Ma’rifatul Imam, karya Sayyid Muhammad Husein Al Huseini:

“Temanku –Ayatullah Sayyid Shadruddin Al-Jaza’iri– menceritakan; Pada suatu hari dia berada di rumah Ayatullah Sayyid Muhsin Al-Amin Al-Amili di Syam, kebetulan Tsiqatul Muhadditsin Abbas Al-Qummi juga ada di sana. Lalu terjadilah dialog antara Abbas Al-Qummi dan Muhsin Al-Amin. Abbas Al-Qummi bertanya kepada Muhsin Al-Amin: “Mengapa anda menyebutkan baiat imam Ali Zainal Abidin kepada Yazid bin Muawiyah, –semoga dia dan ayahnya dikutuk dan masuk neraka– dalam kitab A’yanu As-Syi’ah?” Muhsin Al-Amin menjawab: “Kitab A’yanu As-Syi’ah adalah kitab sejarah, karena telah terbukti dalam sejarah bahwa ketika Muslim bin Uqbah menyerang kota Madinah, membunuh dan merampok serta memperbolehkan kehormatan selama tiga hari atas perintah Yazid, melakukan kejahatan yang tidak mampu ditulis oleh pena, imam As-Sajjad telah berbaiat pada Yazid karena kepentingan mendesak, dan karena taqiyah untuk menjaga diri dan bani Hasyim. Baiat ini adalah seperti baiat Ali pada Abu Bakar setelah enam bulan dari wafatnya Nabi, setelah syahidnya Fatimah.”

Abbas Al-Qummi mengatakan: “Tidak boleh menyebutkan kejadian ini meskipun benar terjadi, karena dapat melemahkan akidah orang banyak, dan kita harus selalu menyebutkan kejadian yang tidak betentangan dengan akidah orang banyak.”

Muhsin Al-Amin menjawab: “Saya tidak tahu, mana kejadian sejarah yang ada manfaat di dalamnya dan mana yang tidak ada manfaatnya, hendaknya anda mengingatkan saya pada kejadian yang tidak ada manfaatnya, saya tidak akan menuliskannya.”

Selain berusaha “menghapus” peristiwa itu dari buku-buku Syi’ah, ulama Syi’ah juga menebarkan keraguan seputar peristiwa-peristiwa yang tidak sejalan dengan kepentingan Syi’ah dan “melemahkan akidah orang”, seperti Ali Al-Milani yang mencoba meragukan peristiwa Abu Bakar diperintahkan oleh Nabi untuk menjadi imam shalat. Dia mencoba menguji peristiwa itu melalui metode penelitian hadits ala Syi’ah. Namun itu tidak banyak berguna karena peristiwa itu tercantum dalam kitab Shahih Bukhari, yang dianggap shahih oleh kaum muslimin. Jika peristiwa itu diragukan, maka sudah semestinya peristiwa lainnya yang tercantum dalam Shahih Bukhari juga ikut diragukan, seperti peristiwa Saqifah, dan peristiwa Nabi yang menyerahkan bendera perang kepada Ali pada perang Khaibar. Juga hadits tentang kedudukan Nabi Muhammad dan Ali yang dinyatakan bagai Nabi Musa dan Nabi Harun.

Akhirnya orang awam banyak yang tidak mengetahui –atau meragukan– peristiwa-peristiwa penting yang bertentangan dengan kepentingan penyebaran Syi’ah, hingga akhirnya peristiwa-peristiwa itu tidak dijadikan data dalam proses menarik kesimpulan. Dan akhirnya kesimpulan itu bisa jadi benar secara urutan logika, tetapi karena ada data yang tidak diikutkan –atau premis yang tidak valid– maka kesimpulannya menjadi keliru.

Sejarah keluarga Nabi

Pada makalah singkat ini kami akan membuktikan kepada pembaca, seputar sejarah keluarga Nabi  yang disepakati oleh para sejarawan baik Sunni maupun Syi’ah, yang akan membuktikan bahwa para Ahlul Bait tidak pernah menganut ajaran yang dianut dan diyakini oleh kaum Syi’ah hari ini.

Seluruh sejarawan baik dari pihak Syi’ah maupun Sunni mengakui bahwa Ahlul Bait Nabi tinggal bermukim di kota Madinah, di tengah-tengah penganut madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagian Khalifah yang berkuasa menginginkan mereka agar pindah ke kota lain, tetapi mereka tetap ingin tinggal di kota Madinah.

Meskipun Musa Al-Kazhim akhirnya pindah ke Iraq atas permintaan Khalifah Harun Ar-Rasyid, tinggal sebagai tamu dinasti Abbasiyah hingga meninggal dunia di Baghdad pada tahun 183 hijriyah, dan dikubur di Baghdad, hari ini daerah di sekitar kuburnya disebut dengan Kazhimiyah, karena kuburannya ada di sana.

Begitu pula Ali Ar-Ridha dipanggil oleh Al-Ma’mun untuk dijadikan putra mahkota yang akan menggantikan jabatannya sebagai khalifah, akhirnya Ali pergi ke Khurasan dan meninggal dunia pada tahun 203 Hijriyah, dan dimakamkan di kota Masyhad.

Bagitu juga Ali Al-Hadi meninggalkan kota Madinah, tetapi tidak menuju kufah dan malah tinggal di Samarra’, karena memenuhi panggilan Khalifah Al-Mutawakkil, dan meninggal dunia pada tahun 254 hijriyah, meninggalkan dua orang anak yang bernama Hasan dan Ja’far. Hasan menjadi imam kesebelas bagi Syi’ah sementara Ja’far dijuluki oleh Syi’ah dengan julukan Ja’far Al-Kadzab (si pendusta) karena dia menyangkal keberadaan anak Hasan Al-Askari yang diyakini keberadaannya oleh Syi’ah, yang mana dengan itu dia membongkar kepalsuan ajaran Syi’ah. Dengan ini bisa dipahami bahwa keberadaan para imam Ahlul Bait di luar kota Madinah adalah dalam waktu yang sangat singkat, dan semua itu di luar keinginan mereka sendiri, karena memenuhi panggilan khalifah yang berkuasa saat itu.

Di sini muncul beberapa pertanyaan yang logis alias masuk akal tentang madzhab yang dianut oleh keluarga Nabi nan suci. Bukan hanya pertanyaan, tapi bukti-bukti nyata bagi mereka yang mempergunakan akal sehatnya untuk berpikir, yang tidak dapat dibantah oleh Syi’ah baik di masa lalu atau saat ini (jika ada pembaca yang dapat membantah saya persilahkan, tapi saya tidak menjanjikan imbalan):

Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya pemalsuan sejarah bahwa para imam adalah bermadzhab Syi’ah:

Ali berada di bawah ketaatan para khulafa Rasyidin yang menjabat khalifah sebelumnya, jika memang madzhab Ali berbeda dengan para khalifah sebelumnya –seperti yang diklaim oleh Syi’ah– sudah pasti Ali akan keluar dari Madinah yang penduduknya tidak mau berbaiat kepadanya, dan pergi ke negeri Islam lainnya, apalagi negeri yang belum lama masuk dalam Islam seperti Iraq dan Persia, yang mana penduduk negeri itu baru masuk Islam dan haus akan kebenaran, jika memang Ali benar-benar dihalangi untuk menduduki jabatan yang menjadi haknya pasti mereka akan menolongnya, tetapi yang terjadi adalah Ali tidak keluar dari Madinah, baru keluar dari Madinah setelah dibaiat menjadi khalifah.

Begitu juga peristiwa perdamaian antara Hasan dan Muawiyah, sudah semestinya Hasan tidak menyerahkan jabatan imamah kepada Muawiyah, jika memang imamah adalah jabatan yang sama seperti kenabian –seperti yang diyakini Syi’ah, lihat dalam kitab Ashlu Syi’ah wa Ushuluha juga kitab Aqaidul Imamiyah–, sudah semestinya Hasan berjuang sampai tetes darah terakhir, apalagi ribuan tentara siap untuk mendukungnya dalam menumpas Muawiyah. Bukannya menumpas Muawiyah, Hasan malah menyerahkan jabatan yang menjadi amanat ilahi –sebagaimana kenabian– kepada musuh yang telah memerangi ayahnya.

Para imam setelah imam Ali tidak pernah memberontak kepada khalifah yang adil, kecuali imam Husein yang syahid di Karbala, meskipun demikian beliau memberontak karena kezhaliman Yazid, bukan karena Husein yang menginginkan untuk menjadi imam, meskipun dia adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah saat itu.

Maka kita simak saat Zaid bin Ali berdialog dengan Muhammad Al-Baqir mengenai apakah untuk menjadi seorang imam disyaratkan untuk memberontak, sedangkan Zaid meyakini hal itu, yaitu untuk menjadi imam seseorang harus memberontak pada khalifah. Muhammad Al-Baqir membantah hal itu dengan menyatakan jika syarat yang ditetapkan oleh Zaid benar maka ayah mereka berdua “Ali bin Husain” bukanlah imam karena dia tidak memberontak kepada Yazid dan tidak mengajak orang lain untuk memberontak. Peristiwa baiat Ali bin Husein terhadap Yazid disebutkan oleh Muhsin Al-Amin dalam A’yanus Syi’ah.

Juga bagaimana para keluarga Nabi tetap tinggal di tengah-tengah Ahlus Sunnah jika memang mereka bermadzhab Syi’ah –seperti klaim Syi’ah selama ini–, mengapa mereka tidak tinggal di wilayah yang banyak terdapat orang yang mencintai mereka dari golongan Rafidhah dan Ghulat seperti di Kufah maupun Khurasan, apalagi saat mereka tinggal di Madinah mereka tidak luput dari pengawasan Bani Abbasiyah yang saat itu menguasai pemerintahan. Berbeda ketika mereka menyebar di negeri lain.

Semua Ahlul Bait yang memberontak kepada khalifah tidak ada yang bermadzhab Syi’ah Rafidhah, mereka memberontak karena alasan politik, bukan karena alasan madzhab, sedangkan Ahlul Bait yang berhasil mendirikan negara tidak ada dari mereka yang menerapkan madzhab Syi’ah, seperti:

Ahlul Bait yang bermadzhab Sunni, dan berhasil mendirikan negara adalah:

Idris bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, pendiri dinasti Adarisah di Maghrib, bahkan Idris bin Hasan adalah penyebab utama dari menyebarnya madzhab maliki di Maroko, semua itu karena imam Malik tidak mengakui keabsahan baiat Abu Ja’far Al-Manshur yang telah berbaiat sebelumnya kepada Muhammad bin Abdullah bin Hasan yang dikenal dengan nama An-Nafsu Az-Zakiyyah, maka dia berpendapat bahwa Abu Ja’far masih terikat baiat dengan Muhammad bin Hasan, imam Malik disiksa karena pendapatnya itu, dan dia tidak menarik ucapannya.

Baiat kepada Muhammad dilakukan secara rahasia, di antara yang berbaiat adalah saudara-saudaranya, ayahnya, Abu Ja’far Al-Manshur, Abul Abbas dan Ja’far As-Shadiq yang dianggap oleh Syi’ah sebagai imam ke enam, juga banyak tokoh Ahlul Bait lainnya.

Asyraf Makkah yang merupakan keturunan Imam Husein, yang memerintah Makkah beberapa abad yang lalu.

Begitu juga Asyraf Madinah yang merupakan keturunan Hasan, yang memerintah kota Madinah.

Begitu juga Ahlul Bait yang bermadzhab Zaidi, walaupun mereka bermadzhab Zaidi tapi mereka tidak terpengaruh oleh ajaran Rafidhah, mereka hanya menganggap Ali lebih utama dibanding Abu Bakar dan Umar, mereka juga mensyaratkan bahwa yang lebih mulia dan utama harus menjabat khalifah, namun mereka juga mencintai seluruh sahabat Nabi, yang dalam sejarah dikenal dengan istilah Syi’ah sebagai sikap politik, bukan sebagai madzhab.

Ahlul Bait penganut madzhab Zaidi yang berhasil mendirikan negara dan tidak terpengaruh madzhab Rafidhah:

Muhammad bin Yusuf Al-Ukhaidhir, dia adalah Muhammad bin Yusuf bin Ibrahim bin Musa Al-Jaun bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, pendiri pemerintahan Ukhaidhiri di wilayah Yamamah, begitu juga anak keturunannya, Muhammad adalah orang yang datang dari Hijaz ke Yamamah dan mendirikan negara di sana pada tahun 252 H/866 M.

Begitu juga Husein bin Qasim Ar-Rassi, pendiri pemerintahan Alawiyah di Sha’dah dan Shan’a, Yaman, pada tahun 280 H. Ayahnya yang bernama Qasim Ar-Rassi adalah penulis kitab “Bantahan terhadap kaum Rafidhah”, yang telah dicetak.

An-Nashir lil Haqq Al-Hasan yang dijuluki Al-Athrusy karena pendengarannya kurang baik, pendiri negara Alawiyyin di Dailam, yang mengajarkan Islam kepada penduduk Jil dan Dailam yang kekuasaannya mencapai Thabaristan, berhasil membebaskan Amil dan masuk ke kota Jalus pada tahun 301 H, tetap memimpin pemerintahan hingga wafat tahun 304 H. dia meninggalkan warisan ilmiyah yang banyak, yang tidak memuat ajaran Rafidhah sedikitpun, di antaranya adalah kitab Al-Bisat, yang ditahqiq oleh Abdul Karim Jadban, diterbitkan pertama kali pada tahun 1997 oleh Dar Turats di Sha’dah.

Sedangkan banyak dari Ahlul Bait sendiri yang termasuk ulama Ahlus Sunnah, di antaranya adalah kebanyakan dari 11 imam, –karena imam yang ke-12 sebenarnya tidak pernah ada– seperti Hasan dan Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far As-Shadiq, Musa Al-Kazhim dan Ahlul Bait lainnya. Begitu juga Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Sa’ib bin Abdullah bin Yazid bin Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushay Al-Muththalibi As-Syafi’i, beliau adalah imam salah satu dari empat madzhab dalam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang memiliki hubungan erat dengan keluarga Nabi, karena dia adalah keturunan Muthalib bin Abdi Manaf, sama seperti Nabi  Muhammad yang juga keturunan Abdi Manaf, sedangkan keluarga Muththalib juga termasuk Ahlul Bait yang tidak boleh menerima sedekah, seperti pendapat jumhur ulama.

Al-Qur’an memuat kisah Nabi Isa yang menolak klaim kaum Nasrani terhadap dirinya, menyatakan bahwa Nabi Isa bukanlah Tuhan yang layak disembah. Kita perlu meneliti lebih dalam sebelum meyakini sesuatu.

Jika madzhab Syi’ah bukanlah madzhab Ahlul Bait seperti diklaim oleh Syi’ah, lalu madzhab siapa?

Sumber : syiahindonesia
http://www.arrahmah.com/read/2011/03/22/11495-bukti-nyata-kepalsuan-madzhab-syiah.html#sthash.q5xskeuh.dpuf

Jumat, 22 Maret 2013

Cara Masak Ikan Agar Tidak Bau Amis

IKAN memiliki bau amis yang khas. Prinsipnya, semakin cepat ikan dimasak atau dibekukan setelah Anda beli, maka ikan akan semakin sedikit mengeluarkan bau.

Penjual ikan kerap memakai garam dan es untuk mencegah ikan mudah busuk akibat terlalu lama terpapar udara. Untuk Anda, ada beberapa cara supaya ikan tidak mudah bau sampai Anda siap mengolahnya, seperti dilansir Ehow.

Cuci ikan dengan sabun dan air

Menggunakan sabun antibakteri adalah cara terbaik untuk melindungi ikan dari bakteri yang menjadikannya mudah membusuk. Jika Anda tidak memiliki jenis sabun ini, Anda bisa menambahkannya dengan sedikit alkohol atau hydrogen peroxide pada sabun biasa untuk meningkatkan kualitas dan manfaat antibakteri.

Rendam dengan cuka

Selain menggunakan sabun, Anda bisa merendam ikan ke dalam cuka putih selama 30 menit. Cara ini tidak hanya mengurangi bau. Sebab, cuka juga berfungsi menjaga ikan dari bau amis yang menyengat saat proses persiapan. Selain itu, membantu menghilangkan bau amis dari tangan dan alat makan.

Gunakan jeruk lemon

Anda juga bisa menggunakan jeruk lemon untuk menggantikan cuka. Caranya cukup mudah, rendam ikan dengan air perasan jeruk lemon. Cara ini juga menurunkan kadar asin ikan, lalu masak. Untuk memberikan rasa lebih segar pada olahan ikan, berikan pula air perasan jeruk lemon saat ikan dimasak.

Sumber: http://untips.blogspot.com/2012/03/cara-masak-ikan-agar-tidak-bau-amis.html
 



Komentarku ( Mahrus ali): 
Tidak usah pakai cuka karena cuka berasal dari Khomer yang haram.
Untuk lebih jelas tentang keharaman cuka lihat disini:
 

Kamis, 21 Maret 2013

Hidup sampai mati untuk golongan bukan Islam

Biografi KH. Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta


BIOGRAFI KH. ALI MAKSUM, PONPES KRAPYAK, YOGYAKARTA

Alhamdulillah, di sore hari ini saya dapat posting lagi di blog sederhana ini. kali ini saya akan memposting biografi seorang ulama besar nuswantara, gurunya guru-guru saya, beliau adalah Syaikhuna KH. Ali Maksum almarhum, yang merupakan pengasuh pondok pesantren Krapyak, Yogyakarta. Berikut Biografi beliau:
Ali bin Maksum bin Ahmad dilahirkan di Lasem Rembang Jawa Tengah pada tanggal 2 Maret 1915. Ayahnya, Maksum adalah pendiri Pondok Pesantren Al-hidayah Lasem Rembang. Nama aslinya hanyalah Ali. Sedangkan Nama Ali Maksum adalah gabungan dari nama ayahnya.   
Ali Maksum dikenal sebagai gurunya para intelektual Muslim. Di antara para intelektual Muslim yang pernah berguru kepadanya adalah, KH Abdurrahman Wahid, KH Chalil Bisri, KH Masdar Farid Mas’udi, KH Ahmad Musthofa Bisri, dan sebagainya.
Menurut Gus Mus, panggilan akrab KH Ahmad Musthofa Bisri, KH Ali Maksum dan ayahnya KH Bisri Mustofa adalah guru yang paling banyak mempengaruhi perjalanan hidupnya. Kedua kiai itu memberikan kebebasan kepada para santri untuk mengembangkan bakat seni.       
Semasa kecil Ali Maksum dibimbing langsung oleh ayahnya. Sejak usia dini, ia sudah akrab dengan dunia pesantren dan kitab kuning. Pertama kali, Ali Maksum diajari mengaji Alquran oleh ayahnya. Setelah lancar, Ali Maksum dikirim ayahnya untuk belajar di Pondok Pesantren Termas Pacitan di bawah asuhan KH Dimyati. Sejak di Termas inilah, Ali Maksum terlihat menonjol dan akhirnya ikut membantu gurunya mengajar dan mengurus pesantren dan membuat karangan tulisan.     
Ali Maksum dikenal cerdas dan tekun. Ia akhirnya ditunjuk menjadi kepala madrasah di Pondok Pesantren Termas Pacitan. Selama delapan tahun di Termas, Ali Maksum mempelajari dan menguasai berbagai cabang ilmu agama.  
Setelah dewasa, Ali Maksum menikah dengan Hasyimah, putri KH M Munawwir al-Hafidh al-Muqri Krapyak Yogyakarta. Tidak lama setelah menikah, dengan dibantu oleh seorang saudagar Kauman Yogyakarta Ali Maksum berhaji ke Mekah. Kesempatan ini beliau gunakan pula untuk belajar ilmu agama kepada para ulama Mekah.        
Di Mekah, Ali Maksum belajar agama kepada Sayyid Alwi al-Maliki al-Hasani, Syaikh Masyayikh Hamid Mannan, Syaikh Umar Hamdan, dan lain-lain. Ketekunan dan kecerdasannya, akhirnya mengantarkan dirinya menjadi ulama yang fasih berbahasa Arab.
Setelah dua tahun mengaji di Mekah, Ali Maksum kembali ke tanah Jawa pada masa pemerintahan Jepang tahun 1942. Ketika itu pesantren ayahnya di Lasem nyaris bubar. Sedianya beliau hendak tinggal di Lasem membantu ayahnya mengembangkan pesantren. Namun, sepeninggal KH Munawwir Krapyak, pondok Krapyak membutuhkan dirinya untuk melanjutkan perjuangan di bidang pendidikan. Bersama-sama dengan KH R Abdullah Affandi Munawwir dan KH R Abdul Qadir Munawwir, ia menghabiskan umur dan segenap daya upaya untuk merawat dan mengembangkan pondok Krapyak. Dari pondok Krapyak inilah cikal bakal pesantren Alquran di Indonesia.
Pesantren yang diasuhnya semakin mengalami perkembangan. Dalam bidang pendidikan pesantren, Ali Maksum merintis pola semi modern dengan sistem klasikal hingga berkembanglah madrasah-madrasah hingga saat ini. Dari kesabaran dalam berjuang pondok Krapyak yang diasuhnya telah berdiri dan berkembang Taman Kanak-Kanak, Madrasah Diniyyah, Madrasah Tsanawiyyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Tahfidzil Quran dan Madrasah Takhassusiyah untuk para santri mahasiswa. Di samping itu kemajuan telah dicapainya dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana fisik.
Selain mengasuh pesantren, Ali Maksum juga diminta untuk menjadi dosen luar biasa pada Institut Agama Islam Negeri (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Di bidang kemasyarakatan dan politik, Ali Maksum pernah menjadi anggota majlis Konstituante, sebuah lembaga pembuat Undang-Undang Dasar pada masa rezim Orde Lama.
Dalam organisasi Nahdlatul Ulama, Ali Maksum pernah memangku jabatan sebagai Rais ‘Am Syuriyyah yang mengantarkan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama keluar dari jalur politik pada masa rejim Orde Baru.     
Sejak tahun 1970, Ali Maksum telah memangku jabatan Rais Syuriah Pengurus wilayah NU Yogyakarta. Ia terpilih sebagai Rais ‘Am Syuriah Pengurus Pusat Nahdhatul ‘Ulama dalam musyawarah alim ulama NU di Kaliurang Yogyakarta pada tahun 1981.
Pada tahun 1984, pada muktamar ke-27 di Sitobondo, Ali Maksum terpilih sebagai penasihat dan muktasyar PBNU sampai wafatnya.     
Di sela-sela mengasuh ribuan santrinya, Ali Maksum masih saja menyempatkan diri untuk memberikan pengajian di masyarakat. Ali Maksum telah menulis beberapa kitab, di antaranya; Hujjah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Argumentasi Ahlussunnah wal jama’ah), Tasriful Kalimah fis Shorf (Tasrif Kalimah dalam Shorof), Mizan al-’Uqul fi ‘Ilmil Manthiqi (Morfologi Arab yang Jelas), Ilmu Mantiq dan beberapa kitab berbahasa Arab lainnya.
Dari Pondok Krapyak yang dipimpinnya itu telah dilahirkan ratusan kyai dari ribuan santri yang mengaji pada beliau pada kurun 1946 hingga 1989. Pondok Krapyak, beberapa hari sebelum dirinya meninggal, menjadi tempat penyelenggara Muktamar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, pertemuan paling bergengsi organisasi para ulama Indonesia.
KH Ali Maksum wafat pada tangga 7 Desember 1989. Dimakamkan di Dongkelan Bantul Yogyakarta. Sekarang, pengelolaan Pondok Pesantren ditangani oleh lembaga berbadan hukum dengan nama Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta dipimpin oleh KH Attabik Ali, putra pertama dari KH Ali Maksum.


 
Komentarku ( Mahrus ali): 
Kesan saya dalam membaca biografi tsb adalah KH Ali Maksum  figur golongan, tokohnya, bukan anggota biasa, sangat fanatik kepada golongannya bukan kepada Islam. Jadi hidupnya sampai matinya  untuk kepentingan golongan itu, terkadang berbahaya kepada golongan yang lain.
Setahu saya, bergolong – golong dalam al Quran dilarang, lihat ayat :
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ(105)
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, Ali imran
Memperjuangkan golongan adalah kedurhakaan untuk mendekat kepada setan bukan kebaikan untuk mendekat kepada Allah.


Rabu, 20 Maret 2013

Mahbub Junaidi Nasionalis atau pejuang Islam

Jakarta, NU Online
“Buah tidak jauh dari pohonnya.” Demikian pepatah bijak mengatakan. Kelakuan baik dan buruk anak membebek pada orang tuanya. Kuda terbang memang takkan melahirkan kuda lumping, tetapi kuda pacu tak terkalahkan pun masuk di akal. Namun, buaya boleh jadi memperanakkan kadal.

Sedikit-banyaknya tentu jamak. Kalau banyak kebaikan yang ditiru, tentu kita bersyukur. Tetapi kalau terlalu banyak keburukan dicontoh, maka pening akan mendera isi batok kepala tetangga seisi kampung.
Benar-tidaknya pepatah di atas, Wallahu A‘lam. Tetapi sekurang-kurangnya kebenaran itu berlaku bagi mantan Ketua II PBNU (1979) almarhum Mahbub Djunaidi.
Ia seorang kolumnis cap jempol yang menjadi rujukan utama bagi para penulis di Indonesia. Karyanya tersebar di harian Duta Masyarakat, Warta NU, dan sejumlah koran nasional lainnya. “Tulisannya kritis dan berbobot,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. 
Kang Said menyatakan kerinduannya pada Mahbub saat menerima kru NU Online di Kantor PBNU Lantai 3, Jakarta Pusat, Senin (18/3) petang. Kru NU Online yang didampingi dua pendirinya Masduki Baidlowi dan Abd. Mun'im DZ, menyampaikan akan menggelar harlah ke-10. "NU Online harus ada yang seperti Pak Mahbub dong. Ya minimal ditiru istiqomahnya, kalau tidak bisa meniru kualitasnya," pinta Kang Said disambut tertawa kru NU Online.
Mahbub kerap melihat pemerintah di masanya tersasar. Ia cepat-cepat menuntun tangan pemerintah. Seperti membimbing orang buta menyeberang jalan, ia tak ingin pemerintahnya tercinta mendapat celaka akibat disambar pengendara liar atau terjerumus masuk lubang jalan. Baginya, kalau pemerintah salah-salah ambil keputusan maka selain pemerintah, rakyat pun menerima getahnya.
Berhubung orang tuanya (KH Muhammad Djunaidi) bukan tukang pukul, jawara pasar, tukang jagal, atau yang dapat dipersamakan dengan itu, maka Mahbub tidak mewarisi main lempar sekepal batu ke halaman kantor pemerintah.
Ia pun tidak pergi kemana-mana. Ia cukup duduk menghadap meja ketik, lalu merampungkan satu-dua halaman kolom untuk dikirim ke surat kabar. Kolomnya yang “menyentil” menjadi jurus andalannya.
Kalau ada peraturan atau undang-undang yang terselip lecak di saku baju safari pejabat, maka satu judul kolomnya segera tercetak di sebuah harian yang akan diketahui banyak orang. Hal ini dimaksudkan agar pikiran masyarakat dan pemerintah menjadi enteng; enak makan dan gampang tidur.
“Nafas kolomnya selalu pro rakyat. Namun, ungkapan-ungkapannya yang humroris kerap membuat pembaca tertawa tiba-tiba,” tambah Kang Said.
Misalnya terkait tradisi kasak-kusuk anggota parlemen baik di masa Orde Lama maupun Orde Baru, Mahbub mengungkapkan ketidaksetujuannya dalam majalah Tempo 1975 (5/4), “Maka ada kabinet kerja di bawah PM Djuanda itu, teriring semboyan: ‘Sedikit bicara, banyak kerja.’ Semua orang yang bermodal mulut semata-mata menyempit lapangannya. Bursa mulut turun, dan keringat naik derajat. 
Kegaduhan sedikit demi sedikit berkurang, orang makin lama bicara makin pelan, sehingga mau tidak mau coraknya berganti jadi kasak-kusuk. Padahal, ditilik dari sudut kebajikan, omong besar dan kasak-kusuk sama-sama bukan tabiat yang layak dipuji, seperti halnya orang kegemukan atau kekurusan.
Melihat gelagat ini, semboyan ditinjau kembali. Bukannya ‘Sedikit bicara banyak kerja,’ melainkan ‘Banyak bicara banyak kerja.’ ‘Akur,’ kata KH Idham Chalid waktu itu. Mengapa? Sebab, bicara saja tanpa kerja itu namanya beo. Bekerja saja tanpa bicara itu namanya maling. Perumpamaan ini membuat para pendengar tertawa terpingkal-pingkal, baik yang merasa dirinya memang beo, atau yang merasa dirinya memang maling.”
Mahbub meyakini perihal setuju-tidak sebagai hak. Kalau setuju, pemerintah perlu dijunjung tinggi seperti tetangga baru pulang naik haji. Kalau tidak setuju, jidat pemerintah tidak harus dijatuhkan palu godam. Menjewer telinga pemerintah pun tidak. Ia menemukan nalar kritis namun humoris dari kebiasaan para kiai berhadapan dengan pemerintah.
Lantaran keturunan baik-baik, jalan memutar yang dipilih Mahbub adalah mengajak pemerintah bicara baik-baik lewat surat kabar. Karena, ia saat itu yakin bahwa pejabat pemerintah merupakan pelanggan setia koran yang dibacanya saban pagi barang semenit sebelum menuju kantor.
Penulis: Alhafiz Kurniawan




Komentarku ( Mahrus ali): 
Setahu saya sosok Mahbub Junaidi itu bukan pejuang Islam, tapi nasionalis. Dia juga pernah menjadi ketua PWI , juga menulis di majalah Tempo. Dia sektarian yang fanatik kepada golongannya bukan kepada Islam yang anti golongan. Dia dihormati dikalangan golongannya dan terhina dimata ahli hadis dan Al Quran. Dia terancam dengan ayat  bahaya fanatikus firqah sbb:
مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ(32)
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

Ayat tsb menyatakan orang yang bergolong – golong apalagi tokohnya adalah  syirik.


Senin, 18 Maret 2013

Sahabat sarkub penghuni gua sekitar makam S GIRI 2




Kang Ji begitu panggilannya,Dia sahabatq sarkub [santri kuburan] yang menghuni 8 thn lbh di gua dekat makam mbah Danyang&mbah Tiring sekitar komplek makam Sunan Giri.Dia jarang keluar dari gua kcuali kemasjid&makam Sunan Giri,knp Dia begitu beta&dpt brtahan dlm gua 8 thn lbh? apa saja yang dilakukan dlm gua?drmn Dia mendapatkn smua kebuthannya selama ini?silahkn tanya langsung pada sumbernya di gua Giri!!!
Ingin tahu, klik ini:


Komentarku ( Mahrus ali): 
Kesan saya pada orang ini adalah orang ahli bid`ah bukan ahlis sunnah, beribadah tanpa tuntunan tapi hanya mengikuti nafsu dan ajaran jarẻ - jarẻ. Dia gemar pergi ke kuburan. Lalu bagaimana keluarganya. Mungkin dia tidak berkeluarga, masih membujang dan tidak menjalankan sunnah nikah.
Barang kali dia ikut hadis ini:
صحيح البخاري ١٨: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الْمُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنْ الْفِتَنِ
Shahih Bukhari 18: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha'Sha'ah dari bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hampir saja terjadi (suatu zaman) harta seorang muslim yang paling baik adalah kambing yang digembalakannya di puncak gunung dan tempat-tempat terpencil, dia pergi menghindar dengan membawa agamanya disebabkan takut terkena fitnah".

Tapi sayang dia kuburi ya`ni pecinta kuburan dan berjamaah dikalangan ahli bid`ah. Ini kurang pas.

Minggu, 17 Maret 2013

NU tulen

Seorang kawan berseloroh, “Seandainya tidak ada NU mungkin saya tidak beragama Islam.” Saya mengamini selorohannya itu. Dan bukan omong kosong bahwa penganut-penganun agama lain semisal selain Islam, juga Kejawen, Sunda Wiwitan, pada betah duduk dengan Nahdliyin, meski tentu saja, ada kekecualian.
Ya, saya memang lahir dari keluarga santri. Bapak saya menghabiskan hampir seluruh waktunya menjadi “cantrik” Mbah Kiai Asyhari Lempuyangan, menjadi kurir pengantar bekal nyantri putranya, yaitu Daliri muda, selama jadi santri di satu pesantren di Jawa timur. Bahkan ketika Daldiri muda Mbah Asyhari diganti, dan mulai disebut kiai haji, bapak saya masih menyempatkan waktu untuk mengabdi di Lempuyangan. Sederhana, sekedar menghadiri acara “Sewelasan” yang dihelat pesantren tiap tanggal sebelas dalam penanggalan Hijriyah.

Sejak kecil saya tinggal di ujung Bantul yang kental tradisi kenuannya, mulai dari tahlilan, kenduri, dziba’an dan nyadran. Mulanya saya biasa saja dengan sederat tradisi keagamaan tersebut. Biasa, karena memang begitu akrab, dan sepertinya tradisi-tradisi keagamaan itu pemberian yang tidak bisa ditolak.

Samun, saat saya ikut pindah ke kota Jogjakarta di mana ayah saya berdomisili, yang kental dengan Islam ala Modernis nan puritan, saya baru sadar, betapa pentingnya tradisi-tradisi keagamaan di dusun saya itu. Saat itu pula, saya mulai membayangkan bahwa tradisi Islam ala NU, Aswaja, Islam yang hidup di kampung saya, adalah 'bentuk' yang penting dan sekaligus 'isi' kabudayan yang amat dibutuhkan. Pada saat itulah, saya sadar, bahwa NU memang menjadi kebutuhan hidup keberagamaan dan kemasyrakatan saya, bahwa mencintai NU itu memang kebutuhan, bukan sekedar keturunan.

Saat tinggal di kota Jogja, rasanya hidup harus terus memandang ke depan. Saya melihat tetangga-tetangga yang hidupnya tidak boleh 'belok' kanan-kiri, tidak boleh ambil 'jalan lain', apalagi belok dan ambil jalan lain, nengok saja langsung dicap bid'ah kok. Saya tidak yakin, pikiran dan hati lurus selurus-lurusnya. Hati tak mungkin menerima kondisi yang demikian, juga pikiran.

Hidup dengan karunia alami menjadi kreatif adalah proses untuk melahirkan hal-hal baru, juga kreasi-kreasi baru yang tak sembarangan bisa dikungkung oleh aturan yang kemudian memunculkan wacana bid’ah, kurafat dan lain sebagainya.

Menjadi kreatif, dalam eksistensinya bisa jadi menjelma sebagai seorang penyair, penulis, perupa, perajin dan hal-hal lain yang memaksimalkan kreativitas. Pilihan 'menjadi NU' akhirnya betul-betul dengan kesadaran penuh. Sebab, NU mengakomodasi itu semua, menganjurkan kreativitas, termasuk dalam ibadah yang sakral itu dan pada saat yang sama, NU menjadikan kabudayan bukan hal yang main-main.

NU tanggap memberi ruang pada jamaahnya untuk kreatif dalam beribadah.

Saat sedekah menjadi hal yang utama dengan pahala utama pula, memberi “makan” lewat kenduri dalam ritual tahlilan adalah karya seni yg bernilai budaya tinggi. Bisa dibandingkan dengan apa yang marak saat ini dilakukan oleh anak-anak anarki, yaitu membagi makanan gratis dalam  event “food not bomb.” Kenduri atau “kenduren” lebih dulu hadir dengan kemasannya yang lebih merakyat dan bernilai ibadah. Jadi, kalau pilihannya pun ingin jadi anarki, Nahdliyin kurang 'anarki' apa coba.

Lebih nyaman lagi, khusus buat saya, menjadi NU di jalanan itu, rasa-rasannya paling sempurna NU-nya. Menjadi NU secara jamaah di jalanan itu membuat saya merasa NU 100%, karena kreatifitasnya 100%. Saya lebih nyaman menjadi jamaah saja, yang lekat dalam suasana beragama yang berbudaya. Bahkan dalam keyakinan saya, agama itu ya, laku budaya.

Meskipun demikian, saya sangat setuju jika NU secara jamiyah (organisasi) memliki institusi-institusi yang diperlukan guna memperkuat nilai kebudayaan NU dari dalam. Dengan begitu, NU dapat menjadi saluran ekspresi para budayawan dan seniman yang kreatif. Ini amat penting dalam rangka menyediakan banyak ruang dan jalan menjadi NU. Dan di sinilah NU harus menjadi rumah yang nyaman buat para seniman-seniman yang beraneka ragam minat dan garis perjuangannya, bukan saja beraneka ragam model rambut, jenis pakaian, bahkan hingga tatonya. NU harus dapat menggaransi bahwa seni dan budaya harus memiliki ruang yang lapang untuk kreativitas, yang seringkali liar, liar seliar-liarnya. Coba, kurang apa liarnya tradisi tahlilan, tradisi uang shalawat, dan masih banyak lagi.

Dan contohnya sudah ada, dan lebih banyak dari yang kita tahu. Dalam NU tumbuh pemikir-pemikir ajaib, mulai dari Mahbub Djunaidi, Gus Dur, Gus Mik, sampai Gus Mus yang pernah menghentak dengan lukisan 'Dzkir Bersama Inul'. Padahal mereka semua santri dan Nahdliyin tulen setulen-tulennya.

Penulis adalah Rahman Seblat. Ia berprofesi sebagai perupa, pernah nyantri di Pesantren Krapyak Jogjakarta, alumni ISI Jogjakarta, tinggal di Depok, Jawa Barat.



Komentarku ( Mahrus ali): 
Satahu saya, profesi perupa itu tidak diperkenankan, bukan diperintahkan atau diperbolehkan. Lihat hadis sbb:
عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ اْلأَسَدِيِّ قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ, وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ .حَدَّثَنِي حَبِيبٌ بِهَذَا اْلإِسْنَادِ,وَقَالَ: وَلاَ صُورَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا .
Abul Hayyaj Al asadi berkata : “ Ali bin Abu  Tholib ra berkata kepadaku : “ Aku mengutus kamu sebagaimana   Rasulullah  saw,   mengutus aku , bila ada  patung  hancurkan , bila ada kuburan yang tinggi ratakan dengan tanah .  Menurut  riwayat lain dengan sanad sama  ada tambahan :  Bila ada gambar  , hapuslah HR Muslim  969
Klik lagi disini:
 

Jumat, 15 Maret 2013

Sejarah Muhammadiyah di Goncang Tim Sarkub (NU)

Muhammadiyah yang lahir 1912, ternyata masih terus di usik oleh kelompok kelompok tertentu yang tidak senang dengan berdirinya Muhammadiyah. Beberapa Situs yang berafiliasi ke NU memuat berita KH, Ahmad Dahlan yang menyebutkan bahwa KH. Ahmad dahlan sebagai tokoh Thoriqah. Tentu sebuah berita Bullshit yang dilangsir oleh situs situs tersebut. Tulisan yang menitahkan sejarah KH. Ahmad dahlan dapat dibaca di situs ini
Dua situs tersebut copas dari sebuah jejaring sosial FB dengan akuan: “ Ichwan Ndeso Manggon Kutho”. Menjadi kuda hitam Sarkub dalam memasarkan berita palsu, yang menceritakan kronologi KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) secara tidak benar. Isi tulisan didalam tidak lebih dari tulisan sampah yg digembar gemborkan seolah terakses dengan data benar, bahkan sarkub yang berada dibawa naungan NU bertanggung jawab dengan berita palsu tersebut.
Sarkub merupakan tim Sarjana Kuburan yang sering menebar mata mata, melacak pengajian pengajian yang bukan dari kelompok NU. Banyak aksi aksi sarkub yang telah dilakukan diberbagai kesempatan. Mereka layaknya Densus 88 yang mengeledah dan melacak pengajian pengajian yang dianggap teror terhadap amalan amalan NU. Gaya sarkub ini juga didalamnya ada Densus 99 yang memang dikerahkan guna melacak siapa saja kalangan ustad yang dianggap melakukan teror terhadap terhadap NU.
Dalam menyikapi kejahatan Intelektual Sarkub (Sarjana kuburan) , Diah Purnamasari akan memija hijaukan penulis dan penyebar kebohongan sekitar sejarah KH. Ahmad Dahlan yang dikatakan sebagai perintis thoriqah :

Diah Purnamasari says:
22/11/2012 at 09:45
Saya sudah print screen dan copy halaman ini, dan kami akan gunakan sebagai barang bukti, jika perlu.
Jika masih ingin diselesaikan secara kekeluargaan, maka kami tunggu kedatangan Gus Luqman sebagai penulis, dan Saudara Ichwan sebagai salah satu penyebar artikel ini, di Yogya dalam waktu dekat.
Akhir minggu ini kalau bisa!
Jangan lupa anda membawa semua BUKTI OTENTIK YANG (MENURUT ANDA) TIDAK DAPAT DISANGKAL untuk ditunjukkan kepada kami semua.
Nanti anda-anda akan bertemu dengan 3 Cucu KHA Dahlan yang di Jawa, dan beberapa cicit KHA Dahlan.
Kami ingin mendengarkan penjelasan anda.
Namun, jika anda tidak bersedia menemui kami, maka kami akan mengajukan hal ini ke meja hijau, supaya diselesaikan secara hukum.
Terima kasih.
a/n. Kel. Besar KHA Dahlan,
Diah Purnamasari
(cicit KHA Dahlan)
Komentarku ( Mahrus ali): 
Sarkub memang sering kali menyebarkan sesuatu yang tidak akurat> Banyak kisah tentang diri saya sendiri yang ditambahi, dibikin – bikin. Saya tidak mengerti mengapa sarkub tidak bisa berbuat jujur kepada diri sendiri dan umat.Namun saya tidak berhukum dengan hukum Thaghut. Saya serahkan seluruhnya kepada Allah. Kami berharap kepada Allah agar mereka diberi petunjuk oleh Allah. Ingatlah ayat ini:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا(70)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, al ahzab

 



Selasa, 12 Maret 2013

Penghargaan yang mulia menurut Nasionalis, hina menurut ahli hadis

Solo , NU Online
Ketua MK, Mahfud MD, hadir di Solo dalam rangka Dies Natalies ke-37, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Senin (11/3) kemarin.

Dalam kesempatan itu UNS juga memberikan penghargaan kepada Mahfud yang dinilai berperan dalam penegakan hukum, konsisten, dan memiliki komitmen.

Rektor UNS, Ravik Karsidi mengatakan, Mahfud MD terbukti memiliki komitmen tinggi dan berkiprah penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Peran itu sangat menonjol saat ia menjadi Ketua MK.

"Ini merupakan penghargaan tertinggi UNS dalam pengembangan keilmuan dan kemasyarakatan," kata Ravik di Kampus UNS Kentingan.

Mahfud mendapatkan penghargaan bertitel 'Parasamya Adi Karya Anugraha Yustisia Baraya'. Ia memaparkan pidato 'Penegakan Hukum Dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing dan Keunggulan Bangsa'.

Mahfud mengatakan, timbulnya berbagai problem di Indonesia, termasuk melemahnya daya saing bangsa, bukan disebabkan oleh kesalahan konseptual paradigmatik. Tapi disebabkan banyaknya pejabat yang tidak memiliki kejujuran ilmiah.

“Kejujuran ilmiah merupakan kunci kejujuran di tengah masyarakat”, tandas Mahfud.Dies Natalies UNS dihadiri sejumlah tokoh seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh dan Akbar Tandjung.

Kontributor: Ajie Najmuddin



Komentarku ( Mahrus ali): 
Itu penghargaan mulia di mata nasionalis, hina dimata ahli hadis, mungkin juga kesenangan bagi ahli bid`ah dan hal yang tidak disukai oleh ahlis sunnah. Kita ingat firmanNya:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ(50)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? Maidah

 

Srikandi Pejuang NU

Di dunia pewayangan, dikenal seorang wanita tangguh yang bernama Srikandi. Bersama sang suami, Arjuna, keduanya berjuang bersama membela panji Pandawa. Sosok Srikandi itu, rasanya patut kita sematkan pada diri Umroh Machfudzoh, ketua Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang pertama.

Jalan cerita Umroh bersama sang suami, KH Tolchah Mansoer, sekilas mirip kisah Arjuna-Srikandi. Hanya saja pada waktu itu, keduanya bukan membela panji Pandawa, melainkan panji pelajar putera-puteri NU (IPNU-IPPNU). Di organisasi itulah mereka bertemu, berjuang bersama, dan akhirnya meneruskan menuju ke jenjang pelaminan.

Umroh Lahir di Gresik 4 Februari 1936 M dari pasangan KH Wahib Wahab (Menteri Agama ke 7 yaitu  1958 - 1962) dan Hj Siti Channah. Beliau adalah cucu dari KH Abdul Wahab Hasbullah (pendiri NU dan Rais Aam PBNU 1946 - 1971). Sebagai cucu pendiri NU, masa kecil Umroh banyak dilalui di lingkungan pesantren, khususnya pada masa liburan yang banyak dihabiskan di Tambak Beras, Jombang, tempat kelahiran ayahnya.

Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, sejak kecil Umroh dididik untuk bisa hidup mandiri. Umroh mengawali pendidikan dasar di kota kelahirannya. Sempat berhenti sekolah hingga tahun 1946 karena clash II, Umroh kemudian melanjutkan ke MI NU di Boto Putih, Surabaya. Hasrat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah sekaligus mewujudkan impian merantaunya terpenuhi ketika diterima sebagai siswa SGA (Sekolah Guru Agama) Surakarta.

Ketika partai-partai politik meluaskan sayapnya pada pertengahan 50-an, Umroh mulai menerjunkan diri sebagai Seksi Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII) -organisasi pelajar afiliasi partai Masyumi- ranting SGA Surakarta. Namun, sejak berdirinya NU sebagai partai politik sendiri tahun 1952, Umroh mulai berkenalan dengan organisasi-organisasi di lingkungan NU.

Sembari mengajar di Perguruan Tinggi Islam Cokro, Surakarta, Umroh yang nyantri di tempat Nyai Masyhud (Keprabon Solo) mulai menerjunkan diri sebagai wakil ketua Fatayat NU Cabang Surakarta. Semangat Umroh yang menyala-nyala membawa pada kesadaran akan perlunya sebuah organisasi pelajar yang khusus menghimpun putra-putri NU.

Membidani Lahirnya IPPNU

Di mata kader IPPNU saat ini, Umroh merupakan sosok wanita inspiratif . “Beliau adalah inspirator bagi kami. Beliau adalah kebanggan kami,” kata Margaret Aliyatul, ketua IPPNU periode lalu kepada NU Online, saat wafatnya Umroh tahun 2009 lalu.

“Ini adalah hal yang luar biasa karena kondisi pada saat itu pasti lebih sulit dibandingkan saat ini, dan beliau bisa merealisasikan pendirian organisasi pelajar puteri dan kemudian berkembang menjadi organisasi nasional. Beliau adalah perintis dan kami tinggal melanjutkan saja,” lanjutnya.

Berdirinya IPNU yang khusus menghimpun pelajar-pelajar putra pada awal tahun 1954, memang tak lepas dari perjuangan Umroh dan kawan-kawan untuk membuat organisasi serupa khusus untuk para pelajar putri. Gagasannya dituangkan lewat diskusi intensif dengan para pelajar putri NU di Muallimat NU dan SGA Surakarta yang sama-sama nyantri di tempat Nyai Masyhud. Kegigihan Umroh memperjuangkan pendirian IPNU-Putri (kelak berubah menjadi IPPNU) membawanya duduk sebagai Ketua Dewan Harian (DH) IPPNU. DH IPPNU adalah organ yang bertindak sebagai inkubator pendirian sekaligus pelaksana harian organisasi IPPNU.

Aktivitas di IPPNU yang tidak begitu lama diisi dengan sosialisasi dan pembentukan cabang-cabang IPPNU, khususnya di Jawa. Umroh juga tampil sebagai juru kampanye partai NU pada pemilu 1955. Tidak genap setahun menjabat Ketua Dewan Harian, Umroh meninggalkan Surakarta untuk menikah dengan M. Tolchah Mansoer, Ketua Umum PP IPNU pertama.

Meskipun menetap di Yogyakarta, Umroh tidak pernah melepaskan perhatiannya terhadap organisasi yang ikut dia lahirkan. Kedudukan Dewan Penasehat PP IPPNU yang dipegang hingga saat ini, membuatnya tidak pernah absen dalam setiap perhelatan nasional yang diselenggarakan IPPNU.

Riwayat organisasi Umroh berlanjut pada tahun 1962 sebagai seksi Sosial PW Muslimat NU DIY. Kedudukan ini mengantarkan Umroh sebagai Ketua I Badan Musyawarah Wanita Islam Yogyakarta hingga tahun 1987.

Kesibukan keluarga tidak mengendurkan hasratnya untuk melanjutkan ke Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Pendidikan S-1 diselesaikan dalam waktu enam tahun sembari aktif sebagai Wakil Ketua Pengurus Poliklinik PW Muslimat NU DIY. Sementara itu, perhatian di bidang sosial disalurkan dengan menjabat sebagai Ketua Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang membidangi kegiatan-kegiatan di bidang peningkatan kesejahteraan sosial di wilayah Yogyakarta.

Berjuang Lewat Parpol

Jabatan Ketua PW Muslimat NU DIY diemban selama dua periode berturut-turut sejak tahun 1975. Kesibukan ini tidak menghalangi aktivitas sebagai Seksi Pendidikan Persahi (Pendidikan Wanita Persatuan Sarjana Hukum Indonesia) dan Gabungan Organisasi Wanita wilayah Yogyakarta. Naluri politik yang tersimpan selama belasan tahun ternyata tidak bisa dipendam Umroh begitu saja. Aktivitas sebagai bendahara DPW PPP mengantarkannya terpilih sebagai anggota DPRD DIY periode 1982-1987.

Karir politiknya terus meningkat dari Wakil Ketua menjadi Pjs. Ketua DPW PPP DIY. Jabatan terakhir ini membawa Umroh ke Jakarta sebagai anggota DPR RI dari FPP selama dua periode. Umroh pernah menjabat sebagai Ketua Wanita Persatuan Pusat, organisasi wanita yang bernaung di bawah PPP. Sebagai anggota dewan, Umroh tercatat beberapa kali mengadakan kegiatan internasional diantaranya muhibah ke India, Hongaria, Perancis, Belanda, dan Jerman.

Domisili di Jakarta memudahkan Umroh melanjutkan aktivitas ke-NU-an sebagai Ketua Departemen Organisasi PP Muslimat NU, berlanjut sebagai Ketua III sampai sekarang. Sempat menikmati pensiun pasca pemilu 1997, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan oleh Pengurus Besar NU mendorong Umroh terjun kembali ke dunia politik sebagai salah satu anggota DPR RI hasil pemilu 1999.

Sesepuh pendiri Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Hj Umroh Machfudzoh meninggal dunia pada Jumat (6/11/2009) pagi sekitar pukul 06.45 WIB di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Almarhumah meninggal pada usia 73 tahun dan dimakamkan sekitar pukul 15.30 WIB di pemakaman dekat kediaman Komplek Pondok Pesantren Sunni Darussalam, Tempelsari, Manguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. (Ajie Najmuddin/red:Anam)
Komentarku ( Mahrus ali): 
Sosok sedemikian ini menurut saya telah menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kepentingan golongan bukan kepentingan Islam. Perjuangan untuk golongan bukan menguatkan Islam, malah melemahkannya, bukan mempersatukan kaum muslimin tapi mengajak berpecah belah. Dia  tokoh baik menurut golongannya dan jelek menurut golongan lain. Menurut pandangan Islam yang saya ketahui dia termasuk ayat ini:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ(105)
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai ( berfirqah – firqah, bergolong – golong ) dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,  Ali imran

Senin, 11 Maret 2013

Perampok Bersenpi Bacok Korban di Siang Bolong




SURYA Online, MOJOKERTOAksi perampokan sadis terjadi di Perempatan lampu merah Sooko Jalan RA Basuni, Senin (11/3/2013) siang.

Seorang korban pengendara motor membawa uang puluhan juta dirampok di siang bolong dengan sadis. Tidak hanya bersenpi, tapi pelaku juga membacok korban.

Menurut saksi mata, aksi perampokan itu terjadi saat lampu menyala merah. Korban dengan naik motor Jupiter dibacok dari belakang.

"Awalnya memutus paksa tali tas hitam dengan pedang. Karena melawan, korban dibacok tangannya dan korban gulung-gulung," ucap Firman, saksi mata warga setempat.

Para pengendara lain takut karena pelaku juga menggenggam senpi. Bahkan menurut para saksi, senjata sudah sempat ditembakkan.

"Miris, korban berdarah-darah dan terjatuh. Tas dibawa kabur pelaku yang naik motor Satria berboncengan," kata saksi mata.

Saat ini, polisi datang untuk melakukan olah TKP. Warga pun makin bergerombol di perempatan depan toko komputer.
Komentarku ( Mahrus ali): 
Itulah korban hukum Thaghut dipuja dan dijunjung. Hukum Islam dicela dan dihina. Prampok semakin berani dan rakyat sipil selalu dibacok,dibunuh, di aniaya. Coba tegakkan hukum kisas Islam, prampok harus dibunuh dan digantung dimuka umum, maka kriminalitas akan berhenti dengan sendirinya.Kita mengacu kepada ayat:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ(33)
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, Maidah

Sabtu, 09 Maret 2013

Menag : Akar Radikal Tak Hanya di Agama, Tapi Juga Paham Demokrasi

Hidayatullah.com-- Islam selama ini selalu dipojokan dengan stigma negatif dengan tudingan sebagai agama yang radikal, dan agama yang mengajarkan teroris ujar Menteri Agama H Suryadharma Ali.
Pernyataan ini disampaikan Suryadharma Ali dalam sambutannya pada acara silaturahmi dengan pimpinan Ponpes Minhaajurrosyidin, Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (08/03/2013).
Hadir pada acara itu, Dewan Penasihat Ponpes Minhaajurrosyidin, Ketua Umum Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Abdullah Syam, Kepala Kantor Wilayah Kemenag DKI Jakarta Akhmad Murtadho, serta para ulama lainnya.
Suryadharma mengakui memang ada yang memahami agama secara radikal, dan itu tidak saja terjadi di Islam tapi juga pada penganut agama lainnya yang memahami ajaran agamanya secara radikal.
Bahkan, menurut Suryadharma, pemahaman radikal sesungguhnya bukan hanya terhadap pemahaman agama, tapi juga oleh mereka yang menjunjung demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kalau dulu akarnya radikalisme adalah hanya pada ajaran agama, tapi sekarang meluas kepada mereka yang menjunjung tinggi paham demokrasi, dan pikiran-pikiran HAM juga berbuat radikal. Namun, masalah ini yang tidak pernah diungkap,” paparnya dikutip laman Kemenag.
Dikatakan Suryadharma, mereka yang menganut paham demokrasi tapi juga radikal karena kerjanya saat unjuk rasa dengan bakar ban, menutup jalan raya sehingga menimbulkan kemacetan yang luar biasa panjang, termasuk merusak kantor gubernur, bupati dan kantor pemerintahan lainnya.
“Mereka itu termasuk penganut paham demokrasi radikal. Jadi ada HAM radikal juga ada demokrasi radikal. Jadi kenapa Islam saja yang dituding sebagai agama yang mengajarkan radikal,” papar Suryadharma yang juga ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dikatakannya, HAM itu memperhatikan unsur agama, kepentingan suatu bangsa dan budaya yang berkembang. “Jadi kalau kita mengambil pemikiran (HAM) dari barat begitu saja, tanpa menjaringnya pasti tidak cocok,” papar Suryadharma.*
Rep: Panji Islam
Red: Cholis Akbar




Komentarku ( Mahrus ali): 
Sejak dulu bukan sekarang saja, konfrontasi antara kebenaran dan kebatilan  berjalan, tidak akan berhenti. Kapan dan dimanapun. Pihak – pihak pembela kebenaran terus ingin menegakkan kebenarannya, begitu juga pihak – pihak penegak kebatilan takkan mau mengalah, maunya mereka ingin mengubur kebenaran hingga yang tampak diatas bumi hanyalah kemungkaran dan kedurhakaan, bukan kebaikan dan ketaatan. Pihak akar rumputpun begitu, gemar menghadiri acara kemungkaran dan ada yang benci dan enggan menghadirinya, lalu bikin acara kebenaran sendiri untuk tetap exis dan tak mau kalah, inginnya menumpas kebatilan. Ingat saja firman Allah:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ(140)
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,