IQRA'
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,,,,,,,,,,
Saya tidak mengatakan diri saya sebagai
seorang ahli 'ilm , karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya
penuntut 'ilmu. maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu
kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu
bagi antum. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang
kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa
yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah saya dengan
'ilmu dan hujjah.
Jumat,
10 Agustus 2012
Larangan
Taqlid Dan Fanatisme Golongan Dalam Islam
PERINTAH
UNTUK MENGIKUTI SUNNAH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DAN LARANGAN
DARI FANATISME DAN TAQLID
Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan
semua sahabatnya.
Saudara-saudara
yang saya cintai karena Allah. Saya bersaksi di hadapan Allah, bahwa saya
mencintai antum semua dan orang-orang shalih di negeri ini semata karena Allah.
Saya datang ke Indonesia untuk yang ketiga kalinya. Dan saya –alhamdulillah-
mendapatkan kebaikan yang sangat banyak di negeri ini. Saya berdoa semoga Allah
menjadikan kita termasuk orang-orang yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam hadits qudsi :
وَجَبَتْ
مَحَبَّتِي فِي الْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي فِي
الْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ
Orang-orang
yang duduk di satu majelis karena Aku, maka mereka pasti mendapatkan kecintaan
dariKu. Orang-orang yang berkumpul karena Aku, maka telah mendapatkan kecintaan
dariKu.
Sudah
kita ketahui bersama, orang yang masuk ke dalam agama Islam harus mengatakan :
أَشْهَدُ
أَنْ لا إلَهَ إلا الله, وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
Dua
kalimat tersebut merupakan kalimat yang sangat agung. Seseorang tidak bisa
dikatakan muslim, kecuali jika dia telah mengucapkan dua kalimat tersebut,
memahami dan melakukan konsekuensi dari kedua kalimat itu.
Dan
makna perkataan أَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا اللهadalah tidak
ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Maka wajib bagi
seorang muslim untuk merealisasikan ubudiyahnya kepada Allah. Ubudiyah kepada
Allah adalah kecintaan yang sempurna, taat dan tunduk terhadap perintahNya.
Oleh sebab itulah, semua para nabi datang membawa panji Islam.
Allah
berfirman.
إِنَّ
الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sesungguhnya
agama yang Allah diridhai di sisiNya adalah Islam. [Ali Imran : 19].
Allah
berfirman.
وَمَن
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ
Dan
barangsiapa yang menginginkan agama selain Islam, maka tidak akan pernah
diterima (agama itu) darinya. [Ali Imran : 85].
Semua
agama di atas bumi adalah agama yang batil, kecuali Islam. Allah tidak akan
menerima dan rela untuk hambaNya, kecuali agama Islam ini. Agama ini wajib
dijalankan dan diamalkan oleh kaum muslimin. Allah berfirman.
شَرَعَ
لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ
وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا
الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا
تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ
اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Allah
telah mensyariatkan bagi kalian agama seperti yang telah diwasiatkanNya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: “Tegakkanlah agama dan janganlah kalian
berpecah-belah tentangnya. Amat berat bagi kaum musyrikin agama yang kamu
serukan mereka kepadanya. Allah memilih orang-orang yang dikehendakiNya kepada
agamaNya dan memberikan petunjuk kepada (agama)Nya orang-orang yang kembali
(kepadaNya). [Asy Syura : 13].
Dalam
ayat lain, Allah berfirman.
Allah
menentukan untuk (diberi) rahmatNya orang-orang yang Dia kehendaki. [Al Baqarah
: 10]
Allah
memilih orang-orang tertentu dari kalangan ahli tauhid dan ahli din.
Namun
syi’ar (slogan) seorang muslim adalah tauhid dan Sunnah. Karena itu, keimanan
seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika dia telah mengatakan :
أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّّ اللهُ
Dengan
itulah, tauhid akan terwujud, dan juga dengan kalimat :
أَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Makna
kalimat ini, ialah tidak ada orang yang berhak diikuti, kecuali Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka,
seorang muslim tidak boleh menjadikan seorang syaikh, madzhab, kelompok,
jama’ah, nalar, pendapat, (aturan) politik, adat, taqlid, budaya, warisan nenek
moyang, sebagai panutan dan diterima begitu saja tanpa melihat dalil. Seorang
muslim tidak bisa dikatakan muslim yang sempurna, sampai ia melaksanakan
ubudiyah (penghambaan diri) hanya untuk Allah saja dan menjadikan Rasulullah n
sebagai orang yang dia ikuti. Barangsiapa yang menisbatkan diri kepada salah
satu madzhab, kelompok atau jama’ah atau akal, maka ucapannya “Asyhadu anna
Muhammad Rasulullah” masih dianggap kurang dan tidak sempurna.
Pernyataan
yang telah kami sebutkan itu merupakan ketetapan semua ulama Islam, terutama
para imam yang empat, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam
Ahmad, semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka semua.
Imam
Abu Hanifah berkata: ”Haram bagi seseorang mengemukakan pendapat kami, sampai
dia mengetahui dari mana kami mengambilnya”.
Dan
Imam Malik, sambil memberikan isyarat ke arah makam Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam sambil berkata : ”Semua orang, perkataannya bisa diambil dan
bisa ditolak, kecuali perkataan orang yang ada di dalam kuburan ini,” yaitu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam
Syafi’i berkata : ”Jika ada hadits shahih, maka itulah madzhabku”.
Pada
suatu hari, datang kepadanya seseorang dan berkata: “Wahai, Imam. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda begini dan begini (sambil menyebutkan
hadits) dalam masalah ini. Lalu, apa pendapatmu, wahai Imam?” Maka Imam Syafi’i
marah besar dan berkata : ”Apakah engkau melihat saya keluar dari gereja?
Apakah engkau melihatku keluar dari tempat peribadatan orang Yahudi? Engkau
menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka aku tidak
berkata apa pun, kecuali seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam“.
Karena
itulah, salah satu muridnya yang bernama Yunus bin Abil A’la Ash Shadafi dalam
satu majelis pernah ditanya tentang satu masalah. Maka dia menjawabnya dengan
hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu ada yang bertanya : ”Apa
pendapat Imam Syafi’i dalam masalah tersebut?” Beliau menjawab: ”Madzhab Imam
Syafi’i ialah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena saya
pernah mendengar beliau berkata : ”Jika ada hadits shahih, maka itulah
madzhabku”.
Begitu
pula Imam Ahmad, beliau adalah orang yang selalu mengikuti atsar dan dalil.
Beliau tidak pernah berhujjah, kecuali dengan dalil dari firman Allah atau
sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian ini merupakan
kewajiban bagi seorang alim, mufti dan orang yang meminta fatwa. Karena Allah
memerintahkan orang-orang yang tidak memiliki ilmu agar bertanya.
فَاسْأَلوا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Maka
tanyakanlah kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak
mengetahui. [An Nahl : 43].
Akan
tetapi, (sebagian) kaum muslimin berhenti sampai ayat ini saja. Mereka lupa dan
tidak melanjutkan ayat tersebut. Padahal kelanjutan dari ayat tersebut adalah :
بِالْبَيِّنَاتِ
وَالزُّبُرِ
Dengan
keterangan-keterangan dan kitab-kitab. [An Nahl : 44].
Maksudnya,
jika Anda tidak mengetahui, maka bertanyalah kepada orang yang mengetahui
dengan disertai dalil, hujjah dan bukti-bukti. Itulah makna firman Allah :
بِالْبَيِّنَاتِ
وَالزُّبُرِ
Agama
dan hukum Allah tidak diambil kecuali berdasarkan keputusan (ijma’), penjelasan
dan kaidah-kaidah para ulama yang dilandasi dengan dalil-dalil syar’i. Dari
situ, tumbuhlah persatuan. Persatuan yang wajib digalang oleh kaum muslimin
harus bertumpu pada tauhid dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Persatuan secara fisik yang kita serukan harus didahului oleh persatuan
atau kesamaan pemahaman. Pemahaman kita harus dilandasi dengan tauhid dan
ittiba’ hanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah makna
dari firman Allah.
أَنْ
أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
Tegakkanlah
agama dan jangan kalian berpecah belah tentangnya. [Asy Syura : 13].
Allah
melarang kita berpecah-belah, dan jangan sampai ada sesuatu yang memecah-belah
kita. Allah juga melarang kita meninggalkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan kepada kita, bahwa pada
akhir jaman nanti akan ada beberapa kaum yang mengingkari Sunnah. “Aku akan
mendapati salah satu dari kalian bersandar di atas kursinya sambil berkata
“Dihadapan kita ada Kitab Allah. Jika kita mendapatkan sesuatu yang halal di
dalamnya, maka kita akan halalkan. Dan jika kami menemukan sesuatu yang haram,
maka kami haramkan”. Ketauhilah, bahwa aku telah diberi sesuatu yang sama
dengan Al Qur’an”. [HR Abu Daud dan Tirmidzi].
Kedudukan
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sama dengan Al Qur’an. Di
dalamnya disebutkan hal-hal yang halal dan haram. Orang yang mengingkari
Sunnah, hukumnya kafir, keluar dari agama. Orang yang mengingkari Sunnah,
berarti mengingkari Al Qur’an.
Kita
lihat, bagaimana Al Qur’an bisa sampai kepada kita? Al Qur’an sampai kepada
kita dari generasi ke generasi. Para tabi’in mengambilnya dari para sahabat,
dan para pengikut tabi’in mengambilnya dari para tabi’in. Begitu seterusnya,
sehingga Al Qur’an bisa sampai kepada kita.
Pada
masa-masa terakhir ini, telah terjadi perbedaan. Kami menemukan beberapa kaum
di antara mereka ada yang mengingkari Sunnah. Di antara mereka ada yang
membacanya dengan niat mencari barakah dan tidak beramal dengan sunnah. Ada
sebagian orang, yang sama sekali tidak perduli sama sekali dengan Sunnah, dan
dia beranggapan bahwa yang dimaksud dengan Sunnah adalah satu hukum yang tidak
ada sangsinya. Demikian ini merupakan dugaan yang salah.
Sebab,
para ulama, jika mengatakan “Sunnah” secara mutlak, maka maknanya tidak lepas
dari dua hal.
Pertama
: Sunnah, sebagai sumber syari’at (hukum). Dalam hal ini, kedudukan Sunnah sama
dengan Al Qur’an, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
أَلاَ
إِنِّي أُوْتِيْتُ الكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Kedua
: Sunnah yang berarti sebagai salah satu hukum syar’i yang lima, yang berada di
bawah wajib dan di atas mubah. Berdasarkan (makna) yang kedua ini, pelakunya
akan diberi pahala, dan yang meninggalkannya tidak mendapat sangsi.
Jika
seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengambil dalil yang benar, maka lebih
baik dia mengikuti jalan para sahabat, karena kebaikan hanya dari jalan mereka.
Kemudian kebaikan ini diriwayatkan dan diambil oleh para tabi’in. Akan tetapi,
pada jaman tabi’in, kebaikan tersebut tercampuri dengan noda dan bid’ah yang
mulai muncul. Sehingga, muncullah kelompok-kelompok seperti Rafidhah, Qadariyah
dan kelompok-kelompok sesat lainnya. Padahal, kebanyakan orang umumnya masih
berada di atas kebaikan tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan tentang keterasingan agama ini.
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Sesungguhnya
agama (Islam) muncul dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing. Maka
keberuntungan bagi orang-orang yang asing. Ditanyakan kepada nabi n : “Siapa
mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Sekelompok orang yang sedikit,
yang berada di kalangan orang yang banyak. Mereka memperbaiki Sunnah-ku yang
telah dirusak oleh orang.” [HR Tirmidzi]
Oleh
karenanya, ketika Imam Ahmad mendengar seseorang berkata – saat fitnah banyak
bermunculan, di antaranya bid’ah yang menyatakan Al Qur’an adalah makhluk dan
fitnah lainnya, : “Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam.” Maka Imam Ahmad
berkata kepadanya : ”Katakanlah, ‘Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam dan
Sunnah’.”
Kita
memohon dan berdo’a kepada Allah, semoga kita dimatikan di atas Islam dan
Sunnah, dan semoga kata-kata terakhir dalam hidup kita ialah laa ilaaha
illallah
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga memberitahukan kepada kita, bahwa setiap
satu jaman berlalu dan datang jaman lain, maka semakin berat fitnah yang
melanda umat ini dan perpecahan akan semakin nampak. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salalm berkata kepada sahabatnya :
فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي – أي من يطول به العمر- فَسَيَرَى اخْتِلَافًا
كَثِيرًا
Sesungguhnya,
barangsiapa yang hidup di antara kalian (panjang umurnya), maka dia akan
mendapatkan perbedaan yang sangat banyak. [HR Abu Daud].
Perpecahan
tersebut telah terjadi, dan ini adalah penyakit. Dan tidak ada satu penyakit,
(kecuali) pasti ada obatnya. Obat dari penyakit ini, ialah sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam lanjutan hadits itu sendiri.
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي
عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Maka
hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku, dan sunnah para khulafaur
rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah (peganglah) sunnah tersebut dengan
gerahammu.
Jadi,
Sunnah para khulafa’ dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
satu. Karena itulah Rasulullah n bersabda : فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي , lalu setelah itu Beliau berkata “عَضُّوْا
عليها” dengan lafazh satu (tersirat dalam
sabda beliau ini bahwa sunnah Rasulullah dan sunnah khulafa’ Ar Rasyidin adalah
satu –red) dan tidak berkata “عَضُّوْا عَلَيْهِمَا” (gigitlah keduanya, maksudnya peganglah ia dengan
sekuat-kuatnya).
Pada
hakikatnya, semua ini merupakan agama Allah. Karena, sebagaimana Allah memilih
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusanNya dari kalangan
manusia, maka Allah juga memilih untuk nabiNya sahabat-sahabat yang pilihan.
Allah mengutus Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka untuk
mengajar dan membersihkan mereka, sebagaimana yang telah Allah firmankan :
هُوَ
الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا
مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Dia-lah
yang mengutus kepada umat yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya berada
dalam kesesatan yang nyata. [Al Jumu’ah : 2].
Orang
yang mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti dia telah
mencela Allah. Orang yang mencela sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, sungguh dia telah mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Agama ini adalah dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dengan pemahaman para salaful umah, dari para sahabat dan tabi’in,
seperti difirmankan Allah.
وَمَن
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan
barangsiapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan
yang bukan jalannya orang-orang mukminin, Kami biarkan dia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannam.
Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [An Nisaa’: 115].
Yang
dimaksud jalan orang-orang mukminin, ialah para sahabat dan orang-orang yang
berjalan di atas jalan mereka dari kalangan para tabi’in dan pengikut tabi’in
sampai hari kiamat tiba. Keberadaan mereka, akan terus ada sampai hari kiamat
datang, seperti yang akan kita jelaskan, insya Allah.
Agama
ini adalah agama yang nilai-nilainya dipraktekkan, bukan agama filsafat atau
teori semata. Agama ini telah tegak pada masa-masa yang lalu, sejak zaman
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, era sahabat dan para tabi’in. Apa
yang menjadi agama pada masa itu, maka pada sekarang ini, hal tersebut juga
merupakan bagian dari agama. Dan jika pada zaman mereka ada satu hal yang bukan
dari agama, maka sekarang ini, hal tersebut juga bukan termasuk dari agama yang
dicintai dan diridhai Allah.
Agama
ini adalah Kitab Allah, dan Kitab Allah memerintahkan agar kita mengikuti
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Rasulullah, memerintahkan kita
untuk mengikuti sahabat Rasulullah. Ini semua dicintai dan diridhai Allah.
Begitulah yang difahami Imam Syafi’i dan ulama lainnya.
(Suatu
waktu), Imam Syafi’i datang ke Masjidil Haram di Mekkah untuk menunaikkan
ibadah haji. Beliau duduk dan berkata kepada orang-orang yang ada : “Tanyalah
kepadaku. Tidak ada orang yang bertanya tentang sesuatu kepadaku, kecuali aku
akan menjawabnya dengan Kitabullah”.
Maka
ada orang awam berdiri dan bertanya : “Wahai, imam. Ketika aku masuk Masjidil
Haram, aku menginjak dan membunuh satu serangga. Padahal orang yang dalam
keadaan ihram tidak boleh membunuh sesuatu. Akan tetapi, aku telah membunuh
seekor serangga. Apa jawabannya dari Kitabullah ?”.
Setelah
memuji Allah dan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Imam
Syafi’i berkata : Allah berfirman :
Apa-apa
yang telah diperintahkan Rasul, maka haruslah kalian mengambilnya. [Al
Hasyr:8].
Sementara
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata :
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي
Maka
hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku dan sunnah para khulafaur
rasyidin yang mendapat petunjuk. [HR Abu Daud]
Dan
di antara Khulafaur Rasyidin adalah Umar bin Khaththab. Kemudian beliau
membawakan sebuah riwayat bahwa ada seseorang bertanya kepada Umar bin
Khaththab tentang seseorang yang membunuh seekor serangga dalam keadaan ihram.
Maka Umar menjawab, ”Tidak ada denda (sangsi) apa pun atas kamu”. Maka Imam
Syafi’i berkata : “Jawabanku dari Kitabullah, wahai orang yang berbuat
(seperti) itu, sesungguhnya engkau tidak mendapat sangsi apapun. Itulah jawaban
dari kitab Allah.”
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceritakan kepada kita, bahwa akan
terjadi perpecahan pada umat ini. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
menjelaskan, Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, Nashara akan terbagi menjadi
72 golongan. Dan kaum muslimin, akan terpecah menjadi 73 kelompok. Rasulullah
kemudian berkata, semua kelompok itu –semuanya- akan masuk ke dalam neraka,
kecuali satu kelompok saja. Ditanyakan kepadanya: “Siapa mereka, wahai
Rasulullah?” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu orang-orang
yang berada di atas jalanku dan jalan para sahabatku pada hari ini.”
Perpercahan
itu juga telah dijelaskan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Para sahabat benar-benar menekuni agama ini dengan amalan nyata. Karena
sesuatu yang bersifat teori, akal dan pemahaman bisa berbeda-beda. Namun, jika
berbentuk praktek dan amalan, maka itu merupakan hal yang terbaik dalam
menafsirkan firman Allah dan ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Perbedaan seperti ini sudah ada ketika muncul para imam dan Daulah Islam. Para
fuqaha (ahli fiqih) jatuh ke dalam perbedaan tersebut. Namun perbedaan yang
terjadi pada di kalangan mereka memiliki ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah
yang sesuai dengan syar’i, sehingga tidak ada saling mencela dan perpecahan.
Para
fuqaha, terutama para imam yang empat, mereka saling mencintai. Kita juga harus
mencintai mereka, berlepas diri dari orang-orang yang mencela mereka. Namun
kita juga yakin, di antara mereka, tidak ada satu pun yang ma’shum. Semoga
Allah memberikan rahmatNya kepada mereka.
Akan
tetapi, setelah itu, pada masa akhir-akhir ini muncul fanatisme dan taqlid buta
kepada imam-imam tersebut. Sehingga ada sebagian orang yang bermadzhab Syafi’i
berkata, bahwa orang yang bermadzhab Syafi’i tidak boleh menikah dengan wanita
yang bermadzhab Hanafi. Dan orang yang bermadzhab Hanafi tidak boleh menikah
dengan wanita yang bermadzhab Syafi’i. Sehingga terjadilah fanatisme yang
tercela dan taqlid buta yang tidak dicintai dan diridhai Allah.
Umat
ini terpecah dengan perpecahan yang sangat dahsyat. Setiap golongan umat ini
tidak beribadah kepada Allah, kecuali dengan madzhab satu imam. Kemudian
pemahaman agama hanya diambil dari catatan-catatan dan buku-buku ulama
terdahulu tanpa kembali kepada dalil-dalil yang syar’i. Sehingga semakin
menambah perbedaan dan perpecahan umat ini, karena persatuan tidak akan mungkin
terwujud kecuali jika dilandasi dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seiring dengan bergulirnya waktu, maka perbedaan
yang ada semakin keras dan dahsyat.
Ketika
kekuatan dan kekuasaan Islam hilang, muncul sekelompok orang yang ingin
memperbaiki keadaan dan mendirikan agama ini. Masing-masing kelompok menempuh
metode tersendiri, sehingga terjadi perpecahan dan perbedaan yang tajam di
antara mereka. Padahal ahlul haq (orang-orang yang berada di atas kebenaran)
masih ada. Dan sebelumnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
menceritakan tentang orang-orang tersebut dalam haditsnya :
لَا
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ
السَّاعَةُ
Masih
akan terus ada satu kelompok pada umatku, mereka akan tetap berada di atas
kebenaran sampai hari kiamat datang. [HR Bukhari dan Muslim].
Pada
asalnya, kaum muslimin harus menjadi umat yang bersatu di atas tauhid dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti yang telah kami
jelaskan. Dan juga, satu sama lain harus saling mencintai karena agama Allah.
Ketika terjadi perselisihan antara seorang Muhajirin dan seorang Anshar, dan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar orang Anshar berkata “Wahai
orang-orang Anshar!” dan yang Muhajirin berkata “Wahai orang-orang Muhajirin!”
Sebutan
Muhajirin dan Anshar adalah dua nama yang syar’i dan dicintai Allah. Allah
telah menyebutkan dalam KitabNya, artinya : Dan orang-orang yang terdahulu dari
kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan
kebaikan, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka juga telah ridha
kepada Allah. [At Taubah : 100]
Namun
ketika terjadi perbedaan antara keduanya dan masing-masing memanggil
kelompoknya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada
mereka : “Apakah kalian melakukan adat jahiliyah, padahal aku berada di
tengah-tengah kalian?”
Sabda
Beliau “kalian telah melakukan adat jahiliyah” ini ditujukan kepada orang yang
mengatakan “Wahai orang-orang Anshar” dan yang berkata ”Wahai orang-orang
Muhajirin”.
Jadi,
seharusnya umat ini bersatu dan menjadikan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah n
sebagai penentu hukum di antara mereka. Keduanya adalah agama yang diamalkan
oleh para sahabat. Mengamalkan agama dengan pemahaman dan amalan para sahabat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Orang-orang
yang mengikuti para sahabat akan terus ada, seperti disabdakan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
لَا
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ
السَّاعَةُ
Masih
akan terus ada satu kelompok pada umatku, mereka akan tetap berada di atas
kebenaran sampai hari kiamat datang.
Hadits
ini harus kita cermati. Dengan memahaminya, maka orang akan merasa tenang,
tidak goncang dan bingung. Hadits ini penting.
Berikut
penjelasannya:
Pertama
: Disebutkan di dalamnya “masih akan terus ada”, yang artinya “tidak akan
terputus”. Maka siapa pun yang mengajak kepada kebenaran, lalu dakwahnya sampai
kepada seorang tertentu, dan sebelumnya tidak ada kelompok atau jama’ah kecuali
setelah orang tersebut muncul, maka dia tidak termasuk di dalam hadits ini.
Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : ”Masih akan terus ada
pada umatku”. Dan ahlul haq tidak pernah mengajak, kecuali kepada Al Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman para salafush
shalih. Kelompok yang disebutkan Rasulullah n ini akan terus ada dan memiliki
sanad (jalur periwayatan) yang sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Kedua,
sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam “akan tetap eksis atau menang”. Ini
tidak berarti mereka haruslah golongan yang kuat atau menang dengan kekuatan
materi. Akan tetapi, mereka tetap menang dengan hujjah, dalil, keterangan,
penjelasan dan kaidah-kaidah para ulama. Mereka tetap teguh di atas kebenaran.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang keadaan mereka
dalam sabdanya :
لاَ
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ
Tidak
mempengaruhi mereka orang-orang yang tidak memperdulikan mereka.
Dan
dalam riwayat Musnad Imam Ahmad:
إِلاَّ
لَعْوَاءُ تُصِيْبُهُمْ
(Kecuali
jika musibah yang menimpa mereka).
Maka
kelompok manapun, di negeri manapun, dan kapanpun mereka berada sementara
musuh-musuh mereka berhasil mengecilkan nyali dan menekan mentalnya, maka
mereka ini bukan yang termasuk dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tersebut, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata “tidak
mempengaruhi mereka orang-orang yang mencela dan mengganggu mereka”.
Kelompok
yang disebutkan ini adalah yang berada di atas agama Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Kelompok tersebut akan menjadi kelompok
yang mendapat pertolongan dan akan menggenggam masa depan yang bagus. Allah
telah menceritakan dalam KitabNya, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam Sunnah-nya yang shahih, bahwa masa depan akan menjadi milik agama ini.
Dan agama ini akan menang dan merambah seluruh wilayah. Barangsiapa yang
menduga bahwa Allah tidak akan menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat,
maka hendaknya dia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia
melaluinya, kemudian hendaklah dia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat
melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya. [Al Hajj : 15].
Makna
ayat ini (ialah): Wahai, seluruh manusia. Barangsiapa yang menduga Allah tidak
akan menolong Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan agamanya, maka
lebih baik dia menggantung dirinya dengan tali di atap rumahnya, lalu membunuh
dirinya. Karena Allah benar-benar menolong Nabi dan agamaNya.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salalm pernah ditanya : “Kota manakah yang lebih dulu
dibebaskan, Qostantiniyah (Konstantinopel yaitu di Turki) atau Roma (ibukota
Italia)?” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : “Qostantiniyah)
dahulu, kemudian Roma.”
Dan
(Qostantiniyah) telah dibebaskan semenjak tahun 1543M, dibebaskan lebih dari
800 tahun setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan kabar
tersebut dalam haditsnya. Dan kita sedang menunggu penaklukkan kota Roma,
sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Tsauban :
سَتَكُوْنُ
فِيْكُمْ النُّبُوَّةُ مَاشَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ تَنْقَضِي, ثُمَّ
تَكُوْنُ فِيْكُمْ خِلاَفَةٌ رَاشِدَةٌ مَاشَاءَ اللهُ لَهَا أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ
تَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ فِيْكُمْ مُلْكٌ مِيْرَاثِي مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ
يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ لَكُمْ مُلْكٌ عَضُوْدِي –ملك جبري
–مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي , ثُمَّ تَكُوْنُ فِيْكُمْ
خِلاَفَةٌ عَلَى نَـهْجِ النُّبُوَّةِ
Akan
datang pada kalian masa kenabian sesuai dengan kehendak Allah, setelah itu
habis masanya. Lalu akan datang zaman Khilafah Rasyidah sesuai dengan kehendak
Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu datang masa kerajaan yang turun
menurun sesuai dengan kehendak Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu
datang masa kerajaan dengan cara paksaan (peperangan) dengan kehendak Allah
berdiri, lalu setelah itu habis masanya. Kemudian datang masa Khilafah yang
berada di atas jalan kenabian.
Di
samping Allah mempersiapkan segala sesuatunya untuk pendirian khilafah yang
berada di atas jalan kenabian tersebut, Allah juga mempersiapkan
sebab-sebabnya. Di antara sebabnya, adalah Allah memberikan kemudahan kepada
para ulama untuk menjelaskan hadits-hadits shahih dan jalan para salafush
shalih dari umat ini.
Para
imam-imam (ulama) tersebut yang diawali oleh Bukhari, lalu Muslim, Nasaa-i, Abu
Dawud dan Ibnu Majah. Mereka semua bukanlah dari golongan bangsa Arab. Bukhari
dari negeri Bukhara, Muslim dari Naisabur, Nasaa-i dari Nasaa’, Abu Dawud dari
Sijistan, Ibnu Majah dari Qozwin. Mereka semua adalah orang ajam (bukan Arab).
Mereka adalah para ulama hadits, muncul setelah masa para imam empat, (yaitu):
Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad. Pada zaman para fuqaha, Sunnah belum
dibukukan dalam satu buku, namun setelah zaman mereka.
Kemudian
Allah menurunkan keutamaanNya untuk kita di negeri Syam dengan munculnya Syaikh
Imam dalam ilmu hadits (yaitu) Abu Abdir Rahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh
Najati Al Albani. Beliau datang dari negeri Albania, dibawa hijrah oleh ayahnya
ke Damaskus guna menjaga agamanya. Kemudian diusir dari Damasqus, lalu menuju
ke Yordania. Beliau tinggal (disana) lebih dari 50 tahun. Setiap hari selama
lebih dari 18 jam, beliau melakukan penelitian terhadap hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , baik dari buku-buku cetakan atau
dari manuskrip-manuskrip kuno. Selama itu, beliau mengarang dan menjelaskan
hadits-hadits Nabi .
Setelah
itu, dengan keutamaan Allah, muncul ulama-ulama sunnah di negeri-negeri kaum
muslimin. Mereka mengajak untuk kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan sunnah para sahabatnya. Inilah tanda-tanda khilafah yang
telah diceritakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang akan
kembali kepada umat ini, Insya Allah. Khilafah tersebut berada di atas jalan
kenabian, jalan para sahabat dan tabi’in yang datang setelah Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam.
Oleh
sebab itu, wahai saudara-saudaraku! Jika ingin menolong dan menyebarkan agama
kita, maka kita harus mempelajari Al Qur’an. Karena dengan menghafal dan
menjaganya, hati akan menjadi mulia. Dengan memahami dan mentadabburinya
(menghayatinya), akal pikiran menjadi mulia. Kita juga harus menghafal dan
menjaga hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , atsar para sahabat
dan tabi’in. Mengetahui perkataan-perkataan mereka dalam menghukumi
masalah-masalah. Kita juga harus selalu mempelajari agama Allah dengan
dalil-dalilnya yang syar’i dan shahih. Kita jangan bersikap fanatik kepada
seseorang, madzhab, kelompok dan jama’ah. Kita harus bersikap lembut, memberi
nasihat, menunjukkan rasa cinta kepada saudara-saudara kita yang terjerumus ke
dalam jurang fanatisme terhadap satu kelompok. Jika kamu menolak nasihat kami,
maka jangan kamu berikan semua akalmu kepada yang engkau ikuti, teapi sisakan
sedikit, agar kamu bisa bertadabbur dan berpikir. Jika kamu merasa berat untuk
melihat kebenaran kecuali dari tempat yang sempit dan kamu merasa tertahan di
tempat tersebut, maka hendaklah kamu menjaga kunci tempat tersebut di tanganmu
atau di sakumu; jangan engkau buang jauh dan jangan berikan kepada orang lain.
Karena, jika pada suatu saat kamu mengetahui mana yang benar, maka kamu bisa
keluar dari tempat tersebut dalam keadaan tenang dan bebas. Dan kamu bisa
melihat kebenaran dari tempat yang luas dengan dalilnya yang shahih dan syar’i.
Akhirnya, engkau akan berjalan di atas jalan para ulama.
Dan
ketahuilah dengan seyakin-yakinnya, wahai saudara-saudaraku! Sesungguhnya akhir
umat ini tidak akan menjadi baik, kecuali jika mencontoh umat yang pertama.
Tidak ada jalan untuk memperbaiki umat ini, kecuali dengan jalan para ulama,
duduk di majlis para ulama, mempelajari agama dengan pemahaman mereka dan
mengamalkannya, kemudian menyebarkannya. Maka dengan itu, kaum mukminin akan
bergembira dengan pertolongan dari Allah. Saya mengharap kepada Allah, agar
kita dijadikan dari salah satu sebab ditolongnya agama ini, dan sebab
penyebarluasan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Semoga
Allah memberikan manfaat kepada kita dan menjadikan kita berguna bagi orang
lain, juga menjadikan apa yang telah kita katakan dan kita dengar ini menjadi
hujjah (pembela) untuk kita, bukan penggugat diri kita. Semoga Allah menjadikan
itu semua sebagai timbangan kebaikan kita, dan menjadikan timbangan kita berat
karenanya, Insya Allah.
Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang larangan taqld dan fanatisme , silahkan klik Di
Sini
Oleh
Syaikh
Masyhur bin Hasan Alu Salman
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1].
Naskah ini diangkat dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman di
Universitas Islam Negeri Malang, pada tanggal 7 Desmber 2004. Ditranskrip ulang
dan diterjemahkan oleh al akh Nashiruddin.
Diposkan
oleh Hariyadi Dzun Nurain di 23:59
Komentarku ( Mahrus ali ):
Untuk hadis ini, setahu saya lemah
sekali.Yaitu hadis:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ
Maka
hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku, dan sunnah para khulafaur
rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah (peganglah) sunnah tersebut dengan
gerahammu.
Bisa
di lihat dalam pembahasan selanjutnya.