Majelis Ulama Indonesia (MUI) merasa disudutkan dengan pemberitaan salah satu media anti Islam, yakni Majalah Tempo edisi pekan ini berjudul, “Astaga Label Halal”. Dalam edisi tersebut, Tempo mengangkat berita soal kehalalan produk olahan.
Statemen dan klarifikasi itu diungkapkan langsung oleh Ketua MUI Pusat, Prof Yunahar Ilyas dan disampaikan kepada sejumlah media oleh anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, ustadz Fahmi Salim MA termasuk diantaranya kepada KompasIslam.Com, Selasa (25/2/2014) sore.
“Hati-hati dengan pemberitaan Majalah Tempo yang menyudutkan MUI soal kehalalan produk olahan makanan. Itu fitnah dari lembaga sertifikasi Australia yang kecewa karena melanggar ketentuan syari’ah. Akibatnya, sertifikasi terhadap lembaganya dicabut MUI,” kata ustadz Fahmi Salim via BBM.
Sebagaimana diketahui bersama, media anti Islam Tempo mengabarkan jika banyak pengusaha, termasuk pengusaha Australia yang menjual produk peternakan ke Indonesia mengeluhkan sulitnya berbisnis dengan Indonesia. Salah satu yang kerap dikeluhkan adalah soal mahalnya ongkos mendapatkan sertifikat halal.
…Hati-hati dengan pemberitaan Majalah Tempo yang menyudutkan MUI soal kehalalan produk olahan makanan. Itu fitnah dari lembaga sertifikasi Australia yang kecewa karena melanggar ketentuan syari’ah…
Setiap produk daging atau makanan yang masuk ke Indonesia ternyata harus mendapat sertifikasi halal dari lembaga sertifikasi lokal di Australia. Lembaga ini hanya bisa memberikan sertifikat halal jika mendapatkan lisensi dari MUI. Dua lembaga yang cukup besar yang mendapat lisensi dari MUI adalah Islamic Coordinating Council of Victoria yang berbasis di Melbourne dan SICMA yang berbasis di Sydney.
Menurut berita Tempo, John Berry Direktur JBS Australia, salah satu eksportir produk daging yang cukup besar di Australia mengatakan, model sertifikasi halal untuk produk yang diekspor ke Indonesia saat ini tidak memudahkan perusahaan. Model tersebut katanya tidak membuka peluang untuk ekspor yang lebih besar.
Tak hanya itu, Tempo juga mengabarkan jika Ketua Halal Certification Authority yang berbasis di Sydney, Mohamed El-Mouelhy, menuturkan bahwa siapa saja yang ingin mendapatkan lisensi itu harus membayar sejumlah uang ke MUI. Tak hanya membayar “donasi”, para pengusaha halal ini juga wajib membiayai perjalanan sejumlah pejabat MUI dan rombongan mereka ke Australia.
Selain mengabarkan berita tendesius tersebut di Majalah edisi pekan ini, Tempo juga mengabarkan soal kehalalan produk olahan makanan itu di websitenya dengan judul “Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia” dan “Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal”. [Khalid]
Komentaku ( Mahrus ali ):
Begitulah majalah anti Islam untuk mendukung kekufuran,
durhaka kepada Allah untuk taat kepada setan. Ia menghajar MUI dengan laporan
beritanya yang tidak sportif, sangat tendensius, tidak fair, tapi berat sebelah
untuk mendiskriditkan MUI dan mendukung program tanpa labelisasi halal. Ia
ingin halal dan haram santap saja. Muslim dan kafir kalimat yang bikin
diskriminasi. Maunya biar manusia hidup
tanpa agama seperti komunis di Tionghoa
atau Cina atau freedom di barat. Ini jargon kusut yang di hembuskan bangsa
lalu, sekarang di terbitkan lagi. Allah
berfirman:
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ
يَفْقَهُوهُ وَفِي ءَاذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ ءَايَةٍ لاَ يُؤْمِنُوا
بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ
هَذَا إِلاَّ أَسَاطِيرُ اْلأَوَّلِينَ(25)
Dan di antara mereka ada orang yang
mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati
mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di
telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap
tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk
membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al Qur'an ini tidak lain
hanyalah dongengan orang-orang dahulu".[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik