Sumber : http://blogseotest.blogspot.com/2012/01/cara-memasang-artikel-terkait-bergambar.html#ixzz2HNYeE9JU

Pages

Blogroll

Selasa, 23 Januari 2018

Fase ke 26 tentang larangan jama`

Fase ke 26 tentang larangan jama`
Ada sang ustadz menulis sbb:
2. Sholat Dijamak Karena Sakit

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Muslim di atas serta yang diriwayatkan Muslim, Nasa’i, Abu Daud, dan Tirmidzi. Dengan teks hadis

عن ابن عباس قال :صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم, الظهر والعصر جميعا بالمدينة فى غير خوف ولا سفر, قال ابو الزبير : فسالت سعيدا لم فعل ذلك؟ فقال سالت ابن عباس كما سالتنى فقل : ارادا ان لايحرج احدا من امتى

Dari Ibnu Abbas ia berkata: “Rasulullah saw pernah shalat di Madinah dengan menjama’kan Dluhur dan ashar tidak dalam keadaan takut dan perjalanan. Abu az-Zubaer salah seorang perawi tersebut berkata : “saya bertanya kepada Said mengapa Rasulullah berbuat demikian maka Said menjawab saya pernah menanyakan pertanyaan seperti itu kepada Ibnu Abbas. Ia menjawab Rasulullah ingin agar tidak memberatkan ummatnya.”

Para ulama berbeda pendapat tentang interpretasi terhadap hadis ini dan dan tentang kebolehan menjamak shalat tanpa uzur imam an-Nawawi menyebutkan beberapa pendapat :

Tirmizdi mengatakan tidak terdapat dalam kitab saya suatu hadis yang disepakati untuk tidak diamalkan yaitu hadis Ibnu Abbas tentang shalat jamak di Madinah tanpa adanya keadaan takut atau hujan. Kemudian an-Nawawi membenarkan pendapat at-Tirmizdi mengenai hadis Ibnu Abbas.

Ada pula yang menafsirkan sebagai jama’ pada pertemuan dua waktu, yaitu beliau mengakhirkan shalat pertama pada penghujung waktunya dan segera memulai shalat kedua pada awal waktunya.
Ada pula yang mentakwil hadis ini dengan sakit. Artinya, jamak boleh dilakukan ketika berada di tempat (tidak musafir) apabila dalam keadaan sakit. an-Nawawi memilih pendapat ini.
Sebagaian ulama membolehkan jama’ tanpa uzur kalau ada keperluan penting sepanjang tidak dibiasakan terus menerus. Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Sirin, Asyhab dari mazhab Maliki, al-Qaffal dan as-Syasyi al-Kabiri dari mahzab Syafi’i, dan segolongan ahli hadis dan ini dipilih oleh Ibnu al-Munzir.
Ibnu mundzir mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mentakwil hadis Ibnu Abbas itu dengan uzur tertentu, karena Ibnu Abbas sendiri menegaskan maksud Rasulullah melakukan yang demikian, yaitu untuk memberikan kelapangan pada umatnya.

Catatan. Bahwa hadis tentang jamak shalat bukan dalam perjalanan itu tidak dilakukan dengan qasar, jadi hanya jama’ saja. (Tanya Jawab Tim Tarjih) Adapun orang sakit, seperti sakit perut atau semisalnya boleh melakukan jama’, tidak denagn qasar (ringkas). Sebagai pilihan boleh melakukan shalat yang pertama (Dhuhur atau Maghrib) diakhir waktu, kemudian kemudian melakukan shalat yang kedua (Ashar atau Isya’) di awal waktu. Untuk menghilangkan kesusahan.
Barang siapa takut akan pingsan, pusing, demam, pada waktu shalat yang kedua (Ashar atau Isya’) maka shalat yang kedua itu dimajukan ke shalat yang pertama (Dhuhur atau Maghrib), jama’ taqdiem.

Sebagai kongklusi dari jama’ bagi orang yang sakit itu sesungguhnya shalat yang dijama’ disebabkan takut akan tidak sadar (hilang akal), atau apabila jama’ itu lebih menolong dan memudahkan dan waktunya pada shalat yang pertama atau secara taqdiem. (Fiqh Islam wa Adillatuhu)
Sumber: https://www.tongkronganislami.net/tata-cara-sholat-jamak-dan-qhasar/
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Hadis di atas sdh di bhs di fase ke 8 , sebagian keterangannya sbb: 

نصب الراية لأحاديث الهداية مع حاشيته بغية الألمعي في تخريج الزيلعي (2/ 194)
وَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ مِنَّا، وَلَا مِنْهُمْ، بِجَوَازِ الْجَمْعِ فِي الْحَضَرِ، قَالَ: فَدَلَّ عَلَى أَنَّ مَعْنَى الْجَمْعِ مَا ذَكَرْنَاهُ مِنْ تَأْخِيرِ الْأُولَى، وَتَعْجِيلِ الْأُخْرَى، قَالَ: وَأَمَّا عَرَفَةُ، وَجَمْعٌ فَهُمَا مَخْصُوصَانِ بِهَذَا الْحُكْمِ، انْتَهَى كَلَامُهُ.
Intinya: Imam Abdullah bin Yusuf az zaila`i menyatakan tidak ada ulama dari madzhab Hanafi atau lainnya yg memperkenankan  jamak di rumah. Jadi hadis itu menunjukkan jamak suri .
http://mantankyainu2.blogspot.co.id/2017/12/fase-ke-8-larangan-jamak.html
Sang penulis berkata:
Ada pula yang mentakwil hadis ini dengan sakit. Artinya, jamak boleh dilakukan ketika berada di tempat (tidak musafir) apabila dalam keadaan sakit. an-Nawawi memilih pendapat ini”.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam   jg pernah sakit parah dan beliau jg tdk menjamak salat , jg tdk memerintahkan sahabatnya untuk jama` salat. Hadisnya sbb:
مختصر صحيح الإمام البخاري (1/ 216)
[وكانت عائشة تحدِّثُ أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال بعدما دخل بيتَه، واشْتَدَّ [به 7/ 71] وجعُه: هَريقوا عليَّ من سبع قِرَبٍ لم تُحلَلْ أَوْكِيَتُهُنَّ، لَعلِّي أعهدُ إلى الناس، وأُجلِسَ في مِخضب لحفصة زوجَ النبي - صلى الله عليه وسلم -، ثم طفقنا نصُبُّ عليه من تلك القِرَب حتى طفِق (وفي روايةٍ: جَعَلَ) يشير إلينا أن قد فَعَلْتُنَّ، ثم خرج إلى الناس] [فصلى لهم، وخطبهم].
Intinya , beliau sakit parah dan masih ttp berjamaah dan tdk menjamak.
Bila kita  menjamak karena sakit , mk kita tdk punya dalil yg bolehkan jama` karena sakit. Kita akan kufur pd ayat 103 Nisa` yg menyatakan  salat itu punya waktu sendiri , tdk boleh di jama`.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَا أَكَادُ أُدْرِكُ الصَّلَاةَ مِمَّا يُطَوِّلُ بِنَا فُلَانٌ فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْعِظَةٍ أَشَدَّ غَضَبًا مِنْ يَوْمِئِذٍ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ مُنَفِّرُونَ فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْمَرِيضَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ
(BUKHARI - 88) : Dari Abu Al Mas'ud Al Anshari berkata, seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, aku hampir tidak sanggup shalat yang dipimpin seseorang dengan bacaannya yang panjang." Maka aku belum pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi peringatan dengan lebih marah dari yang disampaikannya hari itu seraya bersabda: "Wahai manusia, kalian membuat orang lari menjauh. Maka barangsiapa shalat mengimami orang-orang ringankanlah. Karena diantara mereka ada orang sakit, orang lemah dan orang yang punya keperluan".
Muttafaq alaih .

Di kalangan sahabat , orang sakit juga ikut berjamaah dan tdk menjama`, dan tidak ada yg menjama`. Lalu mengambil teladan dari mn orang yg memperkenankan jama` salat bg orang sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar dengan baik