USTADZ di Staf Pengajar
Pernah belajar di HTI ( hizbut tahrir indonesia )
Pernah belajar di: Madrasah Hidayatul Mubtadiin Pondok Pesantren Lirboyo - Kediri dan MA LIRBOYO KEDIRI
Tinggal di Kota Pasuruan
Dari Indramayu, Indramayu menulis:
Kalau menurut sy kembali kpd depinisi Ardli dan apa saja yg terkatagori Ardli dan yg tabi'/ pengikut ardli. Dan shalat di atas Ardli adalah kebalikan dari shalat diatas tunggangan yg kalau zaman Nabi Saw adalah unta.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sebetulnya para sahabat tidak mengenal apa devinisi ardhi itu, tapi mereka itu cukup ikut kepada tindakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang selalu menjalankan shalat wajib di tanah tanpa dikasih permadani atau tikar. Merekapun berjamaah dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tanpa alas. Tapi langsung ke tanah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
Dalam suau hadis dijelaskan:
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana saja kamu menjumpai waktu shalat telah tiba , shalat lah dan bumi (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) adalah tempat sujudmu Muttafaq alaih , Bukhori 811
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنِ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ قَامَ
Bila bangun dari sujud kedua , Rasulullah SAW duduk lalu bersandar ke tanah (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) dan berdiri. Bukhori 781
Orang sekarang di perintahkan untuk ikut Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang shalat langsung ke tanah, masih perlu mengutarakan devinisi ardhi itu apa? Nanti akan berlanjut bertanya devinisi shalat , takbir, devinisi duduk tawarruk dan iftiras dll. Tujuannya untuk menanyakan devinisi ardhi itu hanyalah untuk mencari jalan di perkenankan menjalankan shalat dengan karpet.
Pada hal memperkenankan atau melarang shalat di karpet bukan hak kita tapi adalah hak utusan Allah. Beliaulah yang lebih paham tentang hal itu. Kita ini sangat bodoh sekali. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah meninggal dunia , takkan hidup lagi didunia untuk dimintai keterangan tentang hal itu. Jangan berharap hal itu, tapi kajilah sunnahnya . Beliau meninggalkan tuntunan banyak, diantaranya tentang shalat wajib di tanah. Beliau telah mencontohkan shalat wajib dan sunah dengan jelas sekali, tiada kesamaran baginya. Malamnya bagaikan siang.
Dalam surat Al-Ma'idah:3 Allah juga menegaskan:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan bagimu nikmat-Ku dan aku telah meridlai Islam sebagai agamu untukmu.
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي
“Aku tinggalkan 2 perkara jika kamu berpegang teguh kepada keduanya kamu tidak akan sesat setelah aku selamanya ialah Kitab Allah (al-Quran) dan Sunnahku” (Membedah akar Bid ‘ah, Terjemah Asmuni Solihan Zamakhsayi. Hal : 194. H.R. Malik).
Ketika shalat wajib beliau menjalankan tanpa tikar tapi langsung ke tanah. Dan ketika shalat sunat, beliau kadang menggunakan tikar atau khumrah. Tirulah , jangan menyelisihinya untuk bikin tata cara shalat baru yaitu shalat wajib di karpet atau keramik.
. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ بَسَطَ سَجَّادَةً فَأَمَرَ مَالِكٌ بِحَبْسِهِ فَقِيلَ لَهُ : إنَّهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ فَقَالَ : أَمَا عَلِمْت أَنَّ بَسْطَ السَّجَّادَةِ فِي مَسْجِدِنَا بِدْعَةٌ .
Sungguh telah di kisahkan bahwa Abd rahman bin Mahdi ketika datang ke Medinah menggelar sajadah , lalu Imam Malik memerintah agar di tahan ( dipenjara ) . Di katakan kepadanya : “ Dia adalah Abd Rahman bin mahdi “
Imam Malik menjawab :” Apakah kamu tidak mengerti bahwa menggelar sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
Ust. Abulwafa Romli menyatakan lagi:
Dan shalat di atas Ardli adalah kebalikan dari shalat diatas tunggangan yg kalau zaman Nabi Saw adalah unta.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah olah orang yang ingin memperkenankan shalat wajib dikarpet dan tidak sami`na wa atho`na mengikuti tuntunan yang ada- tapi ingin meng ada – ada tuntunan.
Mengapa tidak di katakan: Shalat di tanah itu sebagai kebalikan shalat di karpet. Dan siapa yang memperbolehkan shalat wajib di tunggangan atau kendaraan ?
Saya tidak berani memperkenankannya karena tidak memiliki dalilnya.
فتح الباري لابن رجب - (ج 3 / ص 150)
الْمُرَادُ مِنْ هَذَا اْلحَدِيْثِ هَاهُنَا : أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - لَمْ يَكُنْ يُصَلِّي اْلمَكْتُوْبَةَ إِلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ ، فَأَمَّا صَلاَةُ الْفَرِيْضَةِ عَلَى اْلأَرْضِ فَوَاجِبٌ لاَ يَسْقُطُ إِلاَّ فِي صَلاَةِ شِدَّةِ اْلخَوْفِ ، كما قال تعالى: { فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً } [البقرة :239] .
Ibnu Rajab berkata dalam kitab Fathul bari 150/3 sbb:
Maksud hadis tsb ( hadis Nabi turun dari kendaraan ketika menjalankan salat wajib ) adalah sesungguhnya Nabi SAW tidak akan menjalankan salat wajib kecuali di tanah dengan menghadap kiblat. Untuk menjalankan salat fardhu di atas tanah ( langsung bukan di sajadah atau keramik ) adalah wajib kecuali dalam salat waktu peperangan atau keadaan yang menakutkan sebagaimana firman Allah taala sbb:
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.
Ust. Abulwafa Romli menyatakan lagi:
Cuma persoalannya memang yg lebih utama adalah sujud langsung di tanah. Sdg sujud di tikar atau sajadah adalah sah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kemarin sudah saya jawab sbb:
Anda menyatakan bahwa shalat di tanah itu lebih afdhal ketimbang beralas, seolah masih membolehkan shalat di sajadah tanpa dalil tapi akal – akalan. Bila benar boleh, maka anda tidak akan menjumpai dalil yang membolehkannya. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selama hidupnya tidak pernah menjalankan shalat dengan tikar sekalipun sekali saja bukan dua atau tiga.
Akhirnya mereka pilih shalat di sajadah sekalipun menyelisihi tuntunan shalat dan cocok dengan tontonan shalat di masarakat. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menjalankan shalat wajib di sajadah, tapi terus di tanah tanpa tikar. Umatnya di seluruh negri sekarang karena pendapat tersebut tidak pernah menjalankan shalat jamaah di tanah dengan sandal. Bahkan masjid – masjidnya di karpet semua, tidak ada yang berlantai tanah seperti masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Silahkan membangun masjid dengan baik, tapi tempat sujudnya jangan di karpet.
Ust. Abulwafa Romli
Cuma persoalannya memang yg lebih utama adalah sujud langsung di tanah. Sdg sujud di tikar atau sajadah adalah sah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kemarin sudah di jawab tentang hal itu :
Perlu di ketahui, istilah sah shalat atau tidak sah itu bukan perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam atau dari Allah. Itu istilah ahli fikih yang modalnya hanya pendapat manusia bukan utusan Allah atau Allah sendiri. Ia pendapat manusia untuk manusia. Pada hal masalah agama adalah ajaran dari Allah untuk manusia bukan ajaran manusia untuk Allah.
Saya ingat ayat:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
Apakah mereka mempunyai sekutu - sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. Syura 21
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
Istilah hadis bukan istilah fikih dalam hal ini adalah shalat itu mengikuti tuntunan atau menyelisihinya, bid`ah atau sunnah. Dalam hadis tidak ada istilah sah salatnya atau tidak.
Bukan sah atau tidak. Yang terahir ini adalah budaya kalangan ulama fikih
Ust. Abulwafa Romli menulis lagi:
Ketika sy mengambil yg afdlal adalah utama bagi sy, tapi sy tdk menyalahkan yg tdk afdlal seperti sujud di atas karpet. Seperti terkait lauk, yg utama (sayyidul udum) adalh daging dan sy suka daging dgn tdk menyalahkan yg lauk tempe atau krupuk.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ust. Abulwafa Romli menyatakan tanpa dalil sedikitpun, seluruhnya adalah akal – akalan . Dan agama bukan akal – akalan tapi dalil yang dikedepankan. Akal – akalan dalam hal ini taruhlah di belakang punggung. Jangan hadis dan al Quran di taruh di belakang punggung lantas akal – akalan di taruh di muka. Ini adalah kekeliruan yang nyata bukan kebenaran yang samar. Ingatlah ayat :
وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.[1]
Ust. Abulwafa Romli menulis lagi:
Apalagi meskipun Nabi Saw dlm shalat wajib tdk pernah sujud di atas tikar, seperti kata Kiai, tapi juga Nabi Saw tdk pernah melarangnya. Inilah pendapat sy, dan kalau sekedar untk amal pribadi sy tdk menyalahkan beliau KH Mahrus Ali.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bila Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak melarangnya , apakah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memperbolehkan shalat wajib di sajadah? . Bila tidak ada hadis yang memperbolehkan , menga[a anda berani memperbolehkan shalat wajib di sajadah atau karpet.
Tiada larangan itu bukan dalil untuk memperbolehkan shalat wajib di sajadah.
Tapi bila orang pernah mengaji ushul fikih pasti ngerti bahwa ada larangan secara simbolik . Yaitu hadis sbb:
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana saja kamu menjumpai waktu shalat telah tiba , shalat lah dan bumi (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) adalah tempat sujudmu Muttafaq alaih , Bukhori 811
Kalimat fa sholli adalah fi`il amar – perintah, harus di taati , jangan sampai menyelisihinya dengan melakukan shalat di sajadah atau tikar.
اْلأَمْرُ بِالشَّيْءِ نَهْيٌ عَنْ ضِدِّهِ
Perintah sesuatu adalah larangan untuk mengerjakan lawannya . [5]
Bila kita di perintahkan untuk melakukan salat di tanah langsung , maka sudah tentu kita harus taat dan menjalankannnya dan kita tidak boleh melakukan salat di atas karpet , koran , tegel atau marmer . Menurut kaidah itu adalah haram ,. Karena itu ber hati- hatilah dlm melaksanakan salat agar sesuai dengan tuntunan sekalipun akan menjadi tontonan . Biasanya orang yang menjalankan salat di atas tanah langsung akan menjadi tontonan banyak orang. Tapi bila menjalankan kebid`ahan yaitu salat wajib di karpet di anggap baik bahkan lebih tepat . Ini karena kebodohan belaka dan tidak mengerti hakikat perbuatan Rasul dlm masalah salat .
Ada hadis lagi yang mengisaratkan agar melakukan salat di tanah sbb :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Dan lakukanlah salat sebagaimana kamu melihat aku melakukannya
Shalat wajib Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah tentu tanpa alas dan tidak pernah mengenakan sajadah. Bila anda melakukan shalat dengan sajadah atau karpet, jelas menyalahi hadis itu. Aneh sebagian orang berdalil dengan hadis itu untuk shalat di karpet. Ini penyesatan terselubung untuk menentang kebenaran yang terang benderang – yaitu shalat di tanah yang diketahui seluruh sahabat.
Ust. Abulwafa Romli menulis lagi :
Karena ketika pendapat beliau diterapkan untk umum, mk bagaimana dgn shalat kaum muslim di seluruh dunia termasuk di masjid Alharam Mekkah dan masjid Annabawi Medinah, apakah krn di atas permadani/ marmer shalatnya tdk shah? Jadi kesimpulan sy pendapat beliau itu syarat afdlaliyah, bkn syarat in'iqad/ sahnya sujud.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Seluruh orang – orang yang menjalankan shalat wajib di karpet, sekarang atau dulu, di masjidil haram atau di Bali, di masjid Medinah atau di masjid Qudus Jateng tetap menyalahi tuntunan shalat wajib Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Apakah saya katakan dengan dusta bukan dengan kejujuran bahwa shalat mereka cocok, tepat dan pas dengan tuntunan shalat wajib Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan jamaahnya. Kalau berkata demikian maka saya ini pendusta yang berbahaya bukan orang jujur yang bermanfaat kepada umat mulai dulu hingga sekarang. Saya ingat ayat:
] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً [
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.S
Kita lihat realita shalat jamaah ahli id`ah yang cepat – cepat, shafnya renggang, pakai qunut beda dengan shalat jamaah Muhammadiyah dan salafy yang cukup lama, shafnya rapat dan tanpa kunut. Shalat jamaah Syi`ah yang pakai batu karbela, kunutnya sebelum rukuk baik waktu subuh atau lainnya, salatnya di jamak sekaliun tidak berpergian beda sekali dengan tata cara shalat ahli sunnah baik ahli bid`ah atau ahlis sunnahnya. Seluruhnya pakai karpet. Tata cara shalat yang beda – beda menjadi beberapa macam, pada hal tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan saabatnya hanyalah satu bukan dua atau tiga.
Masjid ahli bid`ah dengan pakai beduk, kentong, pakai syairan ketika selesai adzan dan sebelumnya, pakai tongkat khatib, mimbar yang bagus . Biasanya dimuka mihrabnya ada makam / kuburan. Dan sebelum masjid ada kubangan air untuk cuci kaki. Untuk masjid di Saudia, Muhammadiyah atau salafy tanpa tongkat khatib, tanpa beduk, kentongan. Mimbarnya tanpa tangga tiga kecuali di masjidil haram atau Medinah, biasanya di dekat masjid tidak ada kuburannya. Pada hal masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam satu yang layak di contoh tanpa tongkat, kubangan air, mimbarnya bertangga tiga, lantainya di biarkan tanah, tanpa beduk , kentongan . Jadi masjid di Medinah, Mekkah, di Indonesia dan di seluruh dunia sudah menyelisihi masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam .
Saya tidak mempermasalahkan bangunan masjid yang baik atau jelek, tapi lantainya hendaknya dibiarkan tanahkarena bumilah tempat sujud bukan karpet. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersada:
وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
Bumi di jadikan tempat sujud dan alat suci ( untuk tayammum )Setiap lelaki yang menjumpai waktu salat , salat lah ( di tempat itu ) ………( HR Bukhori /Tayammum/ 335. Muslim / Masajid dan tempat salat /521 )
Ibnul Qayyim Al Jauziyah ( 691-751H ) berkata:
وَلَمْ يُصَلِّ عليه السلام عَلَى سَجَادَةٍ قَطُّ وَلَاكَانَتِ السَّجَادَةُ تُفْرَشُ بَيْنَ يَدَيْهِ بَلْ كَانَ يُصَلِّي عَلَى اْلأَرْضِ وَرُبَّمَا سَجَدَ فِي الطِّيْنِ
Rasulullah saw tidak menjalankan salat dengan sajadah, juga tidak pernah sajadah di gelar dimukanya, tapi beliau sujud di tanah, terkadang dilumpur
Imam Suyuthi berkata:
وَرَوَى ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ عَنْ عُرْوَةَ وَغَيْرِهِ أَنْ كَانَ يَكْرَهُ الصَّلَاةَ عَلَى شَيْءٍ دُوْنَ اْلأَرْضِ
Ibnu Abi Syaibah dari Urwah dll tidak senang menjalankan salat kecuali diatas tanah
Muhammad bin Hasan bin Farqad assyibani,lahir 132, wafat 189 berkata:
وَقَالَ جُعِلَتْ ليِ اْلأَرْضُ مَسْجِداً وَطَهُوْراً ثُمَّ مَا سِوَى التُّرَابِ مِنَ اْلَأرْضِ أُسْوَةُ التُّرَابِ فِي كَوْنِهِ مَكَانَ الصَّلَاةِ فَكَذَلِكَ فِي كَوْنِهِ طَهُوْراً وَبَيَّنَ أَنَّ الله يَسَّرَ عَلَيْهِ وَعَلَى أُمَّتِهِ وَقَدْ تُدْرِكُهُ الصَّلَاةُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِ التُّرَابِ كَمَا تُدْرِكُهُ فِي مَوْضِعِ التُّرَابِ فَيَجُوْزُ التَّيَمُّمُ بِاْلكُلِّ تَيْسِيْراً.
Bumi di jadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci ……….. selain debu yaitu bumi ikut saja kepada debu boleh di buat tempat salat, dan bisa di buat tayammum. Hadis tsb menerangkan bahwa Allah memberikan kemudahan kepada Rasulullah saw dan umatnya bila menjumpai waktu salat di tempat yang tiada debunya sebagaimana menjumpainya di tempat berdebu, boleh tayammum di keduanya untuk memudahkan
Muhammad bin Ali bin Muhammad Assyaukani 1173, wafat 1250 berkata:
قَالَ الدَّاوُدِي وَاْبنُ التِّيْنِ: وَالْمُرَادُ أَنَّ اْلَأرْضَ جُعِلَتْ لِلنَّبِي صلى الله عليه وآله وسلم مَسْجِداً وَطَهُوْراً وَجُعِلَتْ لِغَيْرِهِ مَسْجِداً وَلَمْ تُجْعَلْ لَهُ طَهُوْراً لِأَنَّ عِيْسَى كَانَ يَسِيْحُ فِي اْلأَرْضِ وَيُصَلِّي حَيْثُ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ، وَقِيْلَ: إِنَّمَا أُبِيْحَ لَهُمْ مَوْضِعٌ يَتَيَقَّنُوْنَ طَهَارَتَهُ، بِخِلَافِ هَذِهِ اْلأُمَّةِ فَإِنَّهُ أُبِيْحَ لَهُمْ التَّطَهُّرُ وَالصَّلَاةُ إِلَّا فِيْمَا تَيَقَّنُوا نَجَاسَتَهُ،
Dawudi dan Ibnuttin berkata: Bumi dijadikan untuk Nabi saw sebagai tempat sujud dan bisa di buat tayammum. Untuk lainnya dibuat masjid tapi tidak bisa untuk tayammum, karena nabi Isa as berkeliling ke bumi dan melakukan salat di bumi mana saja asal waktu salat telah tiba. Di katakan: Mereka boleh melakukan salat di tempat yang mereka yakin kesuciannya. Berlainan dengan umat ini, diperbolehkan bertayammum dan melakukan salat kecuali di tempat yang di yakini najis.
مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ اْلعَزِيْزِ أَنَّهُ كَانَ يُؤْتىَ بِتُرَابٍ فَيُوْضَعُ عَلىَ الْخُمْرَةِ فَيَسْجُدُ عَلَيْهِ
Diriwayatkan dari Umar bin Abd Aziz bahwa debu di datangkan lalu di taruh diatas khumroh ( sajadah untuk wajah ), lalu beliau melakukan sujud padanya
Bersambung……………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik