Ibnu Ahmad
21 Oktober 2014
Mohon ulasanya untuk masyayikh disini ,dimana akhir-akhir ini muncul fatwa-fatwa kontraversi dari mbah yai Mahrus Ali Ali
Ulama Salaf Atha` bin Abi Rabah mewajibkan salat di tanah dan mengharamkan salat di sajadah
فَقَدْ نَقَلَ ابْنُ حَزْمٍ فِي الْمُحَلَّى عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي
رَبَاحٍ : أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ الصَّلاَةُ فِي مَسْجِدٍ إلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ
Sungguh Ibnu Hazem ( lahir 353 , wafat 456 H ) dalam kitab Al Muhalla telah mengutip pernyataan Atho` bin Abu Robah haram melakukan salat di masjid kecuali diatas tanah
Menjelang wafat , Rasulullah saw masih tetap melakukan salat di atas tanah sebagaimana hadis sbb : Aisyah ra berkata :
لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاشْتَدَّ بِهِ وَجَعُهُ اسْتَأْذَنَ أَزْوَاجَهُ فِي أَنْ يُمَرَّضَ فِي بَيْتِي فَأَذِنَّ لَهُ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ تَخُطُّ رِجْلاَهُ فِي اْلأَرْضِ بَيْنَ عَبَّاسٍ وَرَجُلٍ آخَرَ
Ketika sakit parah,Nabi saw, minta izin kepada istri-istri beliau agar di rawat di rumah ku ,lalu mereka memberikan izin padanya . Beliau keluar bersandar diantara dua orang ,kedua kakinya menyeret ditanah ( tanah masjid ) antara Abbas dan lelaki lain ( Ali bin Abu Tholib )
Beliau membid'ahkan sholat diatas sajadah bahkan sholatnya tidak sah.
Babanya Shofia aktivis di Islamweb menulis:
Maaf saya lama off dari FB, jadi baru nanggapi.
Kutipan yag disebut Ibnu Taimiyyah di atas memang ada di Muhallanya Ibnu Hazm. Dan ini cukup terkenal dari 'Atha'. Pengertian "ardh" di situ juga memang "tanah".
Shalat di atas tanah (tanpa sajadah) itu memang tradisi Rasulullah dan ulama Salaf. Dan itu memang lebih afdhal ketimbang beralas. Sebagian Salaf bahkan tetap menaruh tanah di atas tikar (walaupun lantainya beralas), atau menaruh tanah di bagian muka (walaupun bagian tangannya beralas).
Mungkin hal in kurang terkenal di zaman sekarang, karena budaya shalat di atas sajadah dan karpet sudah sangat merata.
Sebagian ulama (semisal 'Atha' RH) juga tidak membolehkan shalat dengan alas. Tetapi sebatas yang saya tahu hanya sampai pada tingkat "melarang", tidak sampai menyatakan shalatnya tidak sah seperti kata Pak Kyai Mahrus di atas.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Saya ucapkan terima kasih kepada Ustadz Babanya Shofia Ibnu Ahmad yang menyatakan bahwa shalat di tanah itu lebih afdhal ketimbang beralas, seolah masih membolehkan shalat di sajadah tanpa dalil tapi akal – akalan. Bila benar boleh, maka anda tidak akan menjumpai dalil yang membolehkannya. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selama hidupnya tidak pernah menjalankan shalat dengan tikar sekalipun sekali saja bukan dua atau tiga.
Namun bila anda melarang shalat wajib di tikar, maka anda akan cocok dengan prilaku Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya pada tiap shalat berjamaah.
فَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ جَبْهَتَهُ عَلَى الْأَرْض
Bila Rasulullah SAW membaca سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ , maka seseorang diantara kami tidak akan menundukkan punggungnya hingga Nabi SAW meletakkan dahinya di atas tanah ( bukan sajadah, keramik atau karpet ) Bukhori 3172
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنِ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ قَامَ
Bila bangun dari sujud kedua , Rasulullah SAW duduk lalu bersandar ke tanah (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) dan berdiri. Bukhori 781
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana saja kamu menjumpai waktu shalat telah tiba , shalat lah dan bumi (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) adalah tempat sujudmu Muttafaq alaih , Bukhori 811
Terus apakah boleh menjalankan ibadah tanpa dalil? Jelas tidak boleh, haram hukumnya dan wajib ibadah dengan dalil. Allah berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui dalilnya . Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Al isra` 36.
Di saat tahlilan di bid`ahkan, tidak dikatakan nyunnah, dibenci, pelakunya dikatakan ahli bid`ah bukan ahlis sunnah. Alasannya karena tiada dalilnya. Tapi aneh ketika shalat bersajadah yang bid`ah membudaya di kalangan mereka yang suka membid`ah - bid`ahkan, lalu mereka sekarang membela shalat wajib dengan sajadah yang bid`ah itu. Tidak mau dikatakan bahwa shalat wajib dengan sajadah itu bid`ah yang tertolak. Dan mereka sendiri tidak mau dikatakan ahli bid`ah. Malah masih mengaku ahlis sunnah. Sekalipun masalah salatnya saja sudah menyelisihi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Belum masalah lainnya.
. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ بَسَطَ سَجَّادَةً فَأَمَرَ مَالِكٌ بِحَبْسِهِ فَقِيلَ لَهُ : إنَّهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ فَقَالَ : أَمَا عَلِمْت أَنَّ بَسْطَ السَّجَّادَةِ فِي مَسْجِدِنَا بِدْعَةٌ .
Sungguh telah di kisahkan bahwa Abd rahman bin Mahdi ketika datang ke Medinah menggelar sajadah , lalu Imam Malik memerintah agar di tahan ( dipenjara ) . Di katakan kepadanya : “ Dia adalah Abd Rahman bin mahdi “
Imam Malik menjawab :” Apakah kamu tidak mengerti bahwa menggelar sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
Aneh sekali, tahlilan bid`ah karena tiada dalilnya. Shalat bersajadah di masjid juga bid`ah karena tiada dalilnya. tapi prilaku mereka berbalik seratus delapan puluh derajat. Yaitu membela shalat bersajadah. Inilah agama Islam yang di dasari nafsu bukan dalil. Nasionalisme saja kalau landasannya nafsu di anggap buruk, apalagi agama. Agama itu harus berdalil, haram membuang dalil untuk ikut nafsu masarakat. Allah berfirman:
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". Namel 64
Di ayat lain, Allah menyatakan:
أَمْ لَكُمْ سُلْطَانٌ مُبِينٌ(156)فَأْتُوا بِكِتَابِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu memang orang-orang yang benar. Shoffat.
Bila anda menyatakan bahwa shalat di tanah afdhol saja, bukan kewajiban. Akhirnya umat cari yang paling mudah dan enak, tidak akan mereka memilih shalat yang cocok dengan tuntunan di tanah tanpa alas. Sebab mereka punya anggapan bahwa shalat di sajadah boleh , untuk apa shalat di tanah.
Akhirnya mereka pilih shalat di sajadah sekalipun menyelisihi tuntunan shalat dan cocok dengan tontonan shalat di masarakat. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menjalankan shalat wajib di sajadah, tapi terus di tanah tanpa tikar. Umatnya di seluruh negri sekarang karena pendapat tersebut tidak pernah menjalankan shalat jamaah di tanah dengan sandal. Bahkan masjid – masjidnya di karpet semua, tidak ada yang berlantai tanah seperti masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Silahkan membangun masjid dengan baik, tapi tempat sujudnya jangan di karpet.
Mereka yang ngaku ahlis sunnah paling benar anti bid`ah tahlilan, lalu terjerumus sendiri dalam kebid`ahan yang lebih parah, bukan bid`ah ringan, tapi bid`ah – menyelisihi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat dalam masalah shalat jamaah wajib. Mereka cocok dengan shalat para tokoh – tokohnya yang hakikatnya ahli bid`ah, tapi ngaku ahlis sunnah.
Mereka enggan, bahkan tidak pernah menjalankan shalat di tanah dengan mengenakan sandal sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh – tokohnya yang tidak pernah mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam masalah shalat .
Akhirnya tuntunan shalat yang asli dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yaitu shalat langsung di tanah ditinggalkan untuk menegakkan shalat tuntunan guru – gurunya yang jelas beda dengan shalat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Anda menyatakan :
Sebagian ulama (semisal 'Atha' RH) juga tidak membolehkan shalat dengan alas. Tetapi sebatas yang saya tahu hanya sampai pada tingkat "melarang", tidak sampai menyatakan shalatnya tidak sah seperti kata Pak Kyai Mahrus di atas.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Shalat yang diharamkan oleh Atha` masih dianggap sah menurut Imam Atha`. Mestinya tidak sah karena diharamkan. Dan sah karena di perbolehkan. Ini logika orang waras dan merdeka , bukan orang waras yang kena virus sektarian. Akhirnya pendapatnya hanya terkendali dengan rantai – rantai sekte itu. Dan sulit sekali untuk mematahkan rantai itu. Bahkan tambah hari, tambah bulan dan tahun, belenggu itu semakin kuat kecuali orang yang mau lepas dari sektarian lalu ingin mempelajari islam yang kaffah.
Perlu di ketahui, istilah sah shalat atau tidak sah itu bukan perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam atau dari Allah. Itu istilah ahli fikih yang modalnya hanya pendapat manusia bukan utusan Allah atau Allah sendiri. Ia pendapat manusia untuk manusia. Pada hal masalah agama adalah ajaran dari Allah untuk manusia bukan ajaran manusia untuk Allah.
Saya ingat ayat:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
Apakah mereka mempunyai sekutu - sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. Syura 21
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
Istilah hadis bukan istilah fikih dalam hal ini adalah shalat itu mengikuti tuntunan atau menyelisihinya, bid`ah atau sunnah. Dalam hadis tidak ada istilah sah salatnya atau tidak.
Bukan sah atau tidak. Yang terahir ini adalah budaya kalangan ulama fikih
Babanya Shofia Ibnu Ahmad menulis lagi : Bid'ah itu konteksnya agama (ibadah), yaitu bila mengelar sajadah karena menganggap bahwa itu lebih mustahab, atau karena menganggap bahwa tanah itu tidak suci. Ini pulalah konteks pembicaraan Ibnu Taimiyyah dalam hal ini.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Anda menyatakan :
: Bid'ah itu konteksnya agama (ibadah),
Saya katakan: Apakah shalat itu bukan ibadah. Bila ia ibadah, maka harus ada tuntunannya. Bila shalat dilakukan tanpa tuntunan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka dikatakan menyalahi tuntunan shalat. Dan ini bertentangan dengan hadis:
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Dan lakukanlah salat sebagaimana kamu melihat aku melakukannya . Muttafaq alih , Bukhori 631
Anda bilang :
yaitu bila mengelar sajadah karena menganggap bahwa itu lebih mustahab,
Saya ( Mahrus ali ) menjawab
Bila orang menganggap sajadah itu lebih mustahab baru dikatakan bid`ah. Bila mengenakan sajadah tanpa anggapan seperti itu masih dikatakan sunnah gitu?
Inilah yang salah paham dengan pernyataan Imam Malik yang menyatakan bahwa sajadah secara mutlak dalam shalat adalah bid`ah.
Anda menyatakan lagi:
atau karena menganggap bahwa tanah itu tidak suci. Ini pulalah konteks pembicaraan Ibnu Taimiyyah dalam hal ini.
Saya ( Mahrus ali ) menjawab
Bila dia menganggap tanah tidak suci, baru di annggap bid`ah, maka saya katakan bukan bid`ah lagi tapi bertentangan dengan dalil dalam hadis sbb:
وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
Bumi di jadikan tempat sujud dan alat suci ( untuk tayammum )Setiap lelaki yang menjumpai waktu salat , salat lah ( di tempat itu ) ………( HR Bukhori /Tayammum/ 335. Muslim / Masajid dan tempat salat /521 )
Mungkin anda menganggap tanah sebagai tempat sujud itu tidak termasuk ibadah tapi di masukkan ke sarana. Maka saya jawab: Dalam hal ini adalah tanah adalah termasuk sarat sujud dalam shalat wajib karena ittiba` pada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Bila sujud di kasur, dipan, meja atau karpet, maka dikatakan bid`ah yang tertolak bukan sunnah yang diterima. Kita ikut saja hadis dan kita jangan menyelisihinya, lihatlah hadis sbb:
"مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ" رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ،
Barang siapa yang bikin perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak termasuk di dalamnya maka tertolak . HR Bukhari dan Muslim .
Sujud di karpet itu juga bertentangan dengan hadis :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Dan lakukanlah salat sebagaimana kamu melihat aku melakukannya [6]
Kita perlu merenungkan hadis ini:
قَالَ فِي الرَّجُلِ يُسَوِّي التُّرَابَ حَيْثُ يَسْجُدُ قَالَ إنْ كُنْت فَاعِلاً فَوَاحِدَةً
Rasulullah saw, bersabda tentang seorang lelaki yang meratakan debu di tempat sujudnya . Beliau bersabda : “Bila kamu harus melakukannya cukup sekali “.
Abu Said AlKhudri ra berkata :
جَاءَتْ سَحَابَةٌ فَمَطَرَتْ حَتَّى سَالَ السَّقْفُ وَكَانَ مِنْ جَرِيدِ النَّخْلِ فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ فِي الْمَاءِ وَالطِّينِ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ فِي جَبْهَتِهِ *
Ada awan lalu menurunkan hujan hingga air mengalir dari atap yang terdiri dari pelepah kurma
. Qamat di bacakan ,aku melihat Rasulullah SAW bersujud ditanah yang berair,aku melihat tanahnya menempel ke dahinya .Muttafaq alaih
Babanya Shofia menulis lagi: Ibnu Taimiyyah mengutipkan pembid'ahan itu dari Imam Malik. Kalau tidak salah ingat, hal senada juga pernah saya baca dari seorang ulama Salaf. Berikut kutipan selanjutnya dari kalangan senior madzhab maliki:
قال ابن حبيب: وأَحَبُّ إليَّ أَنْ يتواضع المصلي بالسجود ووضع الكعبين على الأرض، أو ما تنبته الأرض من الحصر، ويدع البسط والمصليات ونحوها في ذلك، ولولا أن ذلك أقرب إلى التقوى ما مضى الأمر على تحصيب المسجدين وتحصير غيرهما بالحصر , ولو كان غير ذلك أحسن، لفرشها أهل الطول بأفضل ذلك، وَلا بَأْسَ أَنْ يقف عليها ويجلس، ولو صَلَّى في بيت غيره، أو بموضع لم يمكنه ذلك، فلا بأس إن سجد عليها، وليس الأمر في ذلك بضيق، وقد جاء فيه بعض الرخصة، وأما لحرٍّ أو بر فلا بأس بذلك.
ومن الْعُتْبِيَّة قال أشهب عن مالك: إنه كره الصَّلاَة على البسط، أو على كساء أو ساج، أو ثوب قطن، أو كتان، ولا شيء على من صَلَّى على ذلك، والصَّلاَة على التراب والجمر والخشبة أَحَبُّ إليَّ.
..
قال ابن حبيب: وأرخص مالك في قيام رمضان في فرش الطنافس في المسجد للقيام عليها والجلوس؛ لطول الصَّلاَة ولْيَلِ الأرض والحصير بوجهه ويديه. وكره فرشها في المسجد لغير القيام، إلاَّ في المصلى في العيدين يتقى فيها أذى الأرض.
ومن المَجْمُوعَة قال ابن القاسم: كره مالك أَنْ يسجد على البسط إلاَّ أَنْ يجعل عليها خُمرة أو حصيرًا
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah komentar pengikut Imam Malik terhadap perkataan dan prilaku Imam Malik seperti Imam Malik memperbolehkan menggelar permadani di masjid hanya untuk berdiri dan duduk, karena shalat tarawih sangat panjang………..
Seluruhnya itu di sebut dalam kitab :
النوادر والزيادات على ما في المدونة من غيرها من الأمهات
فقد قال في المدونة عنه: "وكان مالك يكره أن يسجد الرجل على الطنافس وبسط الشعر والثياب والأدم، وكان يقول: لا بأس أن يقوم عليها، ويركع عليها، ويقعد عليها، ولا يسجد عليها، ولا يضع كفيه عليها".
Dalam kitab al mudawwanah ada keterangan :
Imam Malik tidak suka seorang lelaki bersujud pada permadani , hamparan dari bulu, pakaian atau kulit. Beliau berkata: Boleh barang – barang itu dibuat pijakan berdiri, rukuk, duduk . Tapi jangan dibuat sujud atau meletakkan kedua tapak tangannya.
Kalimat " tidak suka / karohah " ber arti haram menurut ulama dulu.
لفظ الكراهة يطلق على المحرم
Lafadh karahah di ucapkan untuk perkara yang diharamkan.
وقال أبو القاسم الخرقي فيما نقله عن أبي عبد الله : ويكره أن يتوضأ في آنية الذهب والفضة ، ومذهبه أنه لا يجوز ، وقال في رواية أبي داود : ويستحب أن لا يدخل الحمام إلا بمئزر له ، وهذا استحباب وجوب ، وقال في رواية إسحاق بن منصور : إذا كان أكثر مال الرجل حراما فلا يعجبني أن يؤكل ماله ، وهذا على سبيل التحريم .
Abul Qasim al kharqi berkata dari kutipannya dari Abu Abdillah :Di makruhkan ( tidak disukai ) berwudhu dengan bejana emas dan perak. Pada hal madzhabnya ( Imam Ahmad ) haram / tidak boleh.
Al kharqi menyatakan lagi menurut riwayat Abu Dawud : Di sunatkan agar masuk pemandian dengan sarung. Dan istilah disunatkan ini adalah wajib.
Beliau berakata ,,,,,. Menurut riwayat Ishak bin Mansur : Bila kebanyakan harta seorang lelaki haram, maka aku tidak tertarik untuk di makan hartanya. Maksud " aku tidak tertarik " adalah haram.
Kesimpulan:
1.Sungguh Ibnu Hazem ( lahir 353 , wafat 456 H ) dalam kitab Al Muhalla telah mengutip pernyataan Atho` bin Abu Robah haram melakukan salat di masjid kecuali diatas tanah
2.Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selama hidupnya tidak pernah menjalankan shalat dengan tikar sekalipun sekali saja bukan dua atau tiga.
3. Imam Malik menjawab :” Apakah kamu tidak mengerti bahwa menggelar sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
4. Masjid – masjidnya di karpet semua, tidak ada yang berlantai tanah seperti masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Silahkan membangun masjid dengan baik, tapi tempat sujudnya jangan di karpet.
5. Perlu di ketahui, istilah sah shalat atau tidak sah itu bukan perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam atau dari Allah. Itu istilah ahli fikih yang modalnya hanya pendapat manusia bukan utusan Allah atau Allah sendiri. Ia pendapat manusia untuk manusia
6. tanah adalah termasuk sarat sujud dalam shalat wajib karena ittiba` pada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Bila sujud di kasur, dipan, meja atau karpet, maka dikatakan bid`ah yang tertolak bukan sunnah yang diterima.
7. aku melihat Rasulullah SAW bersujud ditanah yang berair,aku melihat tanahnya menempel ke dahinya
8. Imam Malik tidak suka seorang lelaki bersujud pada permadani , hamparan dari bulu, pakaian atau kulit. Beliau berkata: Boleh barang – barang itu dibuat pijakan berdiri, rukuk, duduk . Tapi jangan dibuat sujud atau meletakkan kedua tapak tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik