Ustadz Abulwafa Romli menulis : Kalau ada yg berkata, ini bukan urusan marmer sdh ada atau belum adanya, tapi boleh tdknya sujud di marmer atau ubin, krn keduanya bagian/ dari ardli.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalau keramik di katakan bagian dari bumi, marmer di masukkan dalam bagian dari bumi. Pada hal bumi tetap dikatakan bumi sekalipun tanpa keramik atau marmer. Kemarin telah dijelaskan bahwa marmer itu telah ada di zaman kitab Taurat bukan kitab al Quran. Maksudnya di zaman Nabi Musa alaihis salam bukan saja di era kita sekarang. Walauun demikian , tiada keterangan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan sahabat menghiasi tanah masjidnya dengan marmer seperti masjid Medinah sekarang. Masjid Medinah sekarang ini beda sangat dengan masjid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dengan perbedaan yang parah – yaitu tempat sujud yang mestinya tanah di ganti dengan karpet atau hambal . Pada hal dulu tikar sudah ada, tapi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mendahulukan sujud dilumpur masjid ketika becek karena hujan di malam harinya sebagaimana di terangkan dalam hadis sahih.
Kuburan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang mestinya out dari masjid ternyata di masukkan ke dalam masjid. Banyak ukiran lafadh Quran yang mengganggu orang shalat dll.
Ust. Abulwafa Romli menulis : Apa perbedaan sujud dlm shalat sunah dan dlm shalat wajib, padahal meskipun shalat sunah kan sujudnya wajib juga?
Komentarku ( Mahrus ali ):
Seperti itulah perbuatan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , kita tidak meng ada – ada, tapi kita lakukan apa adanya. Bila Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah memakai tikar waktu shalat sunat, maka kita tiru dalam shalat sunat kita kadang pakai sajadah kadang langsung ke tanah. Bila kita haruskan juga sujud ke tanah dalam shalat sunat, maka kita ini meng ada – ada dalam agama, bukan ber agama apa adanya dari tuntunan. Dan ini penyelewengan banyak orang dan sedikit sekali orang yang terhindar padanya.
Kita renungi saja ayat ini :
قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلَّا قَلِيلًا
Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil". Al Isra` 62
Tapi bila shalat wajib, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah menggunakan tikar, maka kita tiru. Kita tidak akan menyelisihinya dalam hal ini. Kita ikuti ayat:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Ahzab 21
Ust. Abulwafa Romli menulis lagi:
Dan permasalahannya bkn pada sujudnya tapi pada tempat sujudnya. Sdg Nabi Saw pernah bersabda bhw semua ardli/bumi adalah tempat sujud, kecuali tempat2 yg tlh dilarang sujud padanya seperti maqbarah dll.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jangan di anggap Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang bersabda tidak mengerti hadis itu atau tidak paham. Tapi beliau sangat ngerti dan memahaminya. Karena itu dalam memahami hadis tsb ikutilah pemahaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , dan jangan menyelisihinya lalu kita pahami hadis itu dengan pemahaman kita sendiri. Walau beliau menyampaikan hadis itu, tapi para sahabat dan beliau sendiri tidak pernah menjalankan shalat wajib dengan tikar. Sedang kita yang jauh dari beliau baik masa mapun tempatnya sudah merobah ajaran tuntunan shalat bukan mengikuti apa adanya, tapi kita meng ada – ada tuntunan shalat . Jangan – jangan kita ini masuk dalam ayat ini:
وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَن يُصِيبَكُم مِّثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ ۚ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِّنكُم بِبَعِيدٍ
Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu. 89 Hud
Kadang kalimat Syiqaqi itu di artikan menyelisihi
أيسر التفاسير للجزائري - (ج 2 / ص 186)
{ لا يجرمنكم شقاقي } : أي لا تكسبنكم مخالفتي أن يحل بكم من العذاب ما حل يقوم نوح والأقوام من بعدهم
Jangan sampai anda menyelisihi aku membikin anda kalian tertima azab yang pernah di alami oleh kaum Nuh dan kaum – kaum setelahnya. Aisarut tafasir 186/2
Ust. Abulwafa Romli menulis :
Kalau semua bumi tempat sujud, berarti juga semua bagian bumi dan semua yg berasal dari bumi kan bisa menjadi tempat sujud.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalimat " berarti juga semua bagian bumi dan semua yg berasal dari bumi kan bisa menjadi tempat sujud ". adalah penyelewengan yang kadang bisa menyesatkan orang banyak. Bukan kejujuran yang bisa mengarahkan umat kepada kebenaran. Kadang hal itu tidak disengaja, tapi karena otak manusia suka begitu , membuat kreativitas dalam masalah syariat. Pada hal yang terbaik adalah ittiba` - ikut apa adanya bukan ibtida` bikin kereativ dalam masalah ibadah. Pegangilah ayat ini:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْماً فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah dia dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain. Karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu Allah wasiatkan pada kalian agar kalian bertakwa.” (Al-An‘am: 153)
Ibnu Katsir t -ketika menafsirkan ayat ini- berkata: “Firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
“Ikutilah (jalan-Ku) dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang lain.”
(Di sini) sungguh Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang jalan-Nya dengan bentuk kata tunggal karena kebenaran itu hanya satu. Oleh sebab itu, Allah menyebutkan tentang jalan-jalan yang lain dengan bentuk kata jamak (banyak). Karena jalan-jalan yang lain terpisah-pisah dan bercabang-cabang….” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/256)
Abulwafa Romli menulis lagi:
Dikuatkan lagi dgn sabda bhw dimanapun bumi kamu berada maka salatlah disitu. Dan bagaimana pas sy berada di suatu masjid yg lantai ubin, waktu shalat datang, apa harus keluar dari masjid? Bagaimana kiai menanggapi hal itu? Monggo kiai, juga untk pencerahan yg lainnya. (sebab kalau lewat inbox yg lain tdk dapat pencerahan, dan kalau di lapak kiai pengunjungnya sedikit).
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalimatmu : Dikuatkan lagi dgn sabda bhw dimanapun bumi kamu berada maka salatlah disitu.". kalimat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam disini ada yang kurang, mengapa dipotong. Ada terusannya yaitu bumi sebagai tempat sujudmu. Lihat hadis sbb:
Lihat hadis aslinya :
صحيح البخاري - (ج 11 / ص 237)
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ
Dimana saja kamu menjumpai waktu salat telah tiba , salatlah dan bumi adalah tempat sujudmu
Menurut riwayat Muslim sbb:
صحيح مسلم - (ج 3 / ص 106)
ثُمَّ الْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ فَحَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ
Lantas bumilah sebagai tempat sujudmu ( bukan karpet ) , dimana saja kamu menjumpai waktu salat, salatlah.
Abulwafa Romli menulis lagi : Seperti inilah diskusi org2 shaleh, tdk seperti diskusinya aswaja sekular, mungkin akan menjadi materi tambahan untk buku2 guru kami Kiai Mahrus Ali selanjutnya. Dan alhamdulillah guru kita ustadz Azizi Fathani dr Malang juga hadir dgn sejumlah hadisnya. Dan tolong ustadz melengkapi semua status hadisnya, shahih, hasan atau dlaifnya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ya , insya Allah akan menjadi bahan tambahan dan sekalian jawabannya.
Ust. Abulwafa Romli menulis lagi : Dalam hadis muttafaq 'alaih dinyatakan, "... Dan telah dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan suci menyucikan, oleh karenanya, siapa saja laki2 yg kedatangan waktu shalat, maka shalatlah...".
Komentarku ( Mahrus ali ):
Artiitu kurang pas tapi begini:
"... Dan telah dijadikan bagiku bumi sebagai tempat sujud dan suci menyucikan, oleh karenanya, siapa saja laki2 yg kedatangan waktu shalat, maka shalatlah...".
Kalau tempat sujud di terjemahkan masjid nanti terkesan – shalat harus di masjid, bukan di semua bumi. Pada hal realitanya, masjid – masjid sekarang sudah menyalahi tuntunan masjid yang di bagun oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Yaitu tanahnya di biarkan tanpa tikar. Saya berharap agar semua masjid – masjid di Mekkah , atau newyork atau di tempat lain di arahkan untuk ikut pada masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang dulu bukan masjid madinah sekarang.
318- حَدِيْثُ مُعَيْقيبٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، قَالَ: فِي الرَّجُلِ يُسَوِّي التُّرَابَ حَيْثُ يَسْجُدُ، قَالَ: إِنْ كُنْتَ فَاعِلاً فَوَاحِدَةً
أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ فِى : 21 كِتَابُ اْلعَمَلِ فِي الصَّلاَةِ : 8 بَابُ مَسْحِ الْحَصَا فِي الصَّلاَةِ
315. Mua’iqib menuturkan: “Nabi saw bersabda kepada seorang yang meratakan tanah tempat sujudnya: “Jika engkau melakukannya, maka cukuplah sekali saja.” (Bukhari, 21, kitabul ‘amal fish shalati, 8, bab mengusap batu-batu kecil ketika shalat).
Allu`lu` wal marjan 165/1 Al albani berkata : Muttafaq alaih
Lihat di kitab karyanya : Misyaktul mashobih 215/1 – nomer hadis 980.
Lihat alas masjid dalam hadis itu bukan karpet, koran atau sajadah. Tapi tanah.
- حَدِيْثُ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ يَزِيْدَ الأَزْدِيِّ، قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ: أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُصَلِّي فِيْ نَعْلَيْهِ قَالَ: نَعَمْ
أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ فِى : 8 كِتَابُ الصَّلاَةِ : 24 بَابُ الصَّلاَةِ فِي النِّعَالِ
325.Said ibu Yazid Al Azdi menuturkan: “Aku pernah bertanya kepada Anas ibnu Malik, apakah Nabi saw pernah shalat di atas kedua sandalnya?”
Jawab Anas ra: “Ya, pernah.” (Bukhari, 8, kitab shalat, 24, bab shalat memakai sandal).
Allu`lu` wal marjan 167/1 Al albani berkata : sahih
Lihat di kitab karyanya : Sahih wa dho`if sunan Tirmidzi 400/1
Lantas bagaimanakah anda melaksanakan shalat dengan dua sandal bila anda menjalankan shalat di karpet. Ber arti harus anda tinggalkan selamanya sampai mati dua sunnah itu , yaitu sujud di tanah dan shalat dengan pakai sandal.
Untuk bangunan fisik masjid tembok dan atap no problem dari batu atau marmer. Untuk tempat sujudnya harus ittiba` pada hadis itu.
Bersambung ………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik