Hidayatullah.com--Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan menilai ada upaya pemerintah untuk
memisahkan ulama dengan auditor sertifikasi halal melalui pembahasan RUU
Jaminan Produk Halal (JPH).
Dalam pembahasan RUU JPH itu
menurut Amidhan, pemerintah seakan ingin membentuk lembaga baru yang memiliki
kewenangan melakukan sertifikasi halal.
"Ada kecenderungan pemerintah ingin memisahkan
ulama dengan auditor. Padahal auditor sertifikasi halal itu kepanjangan tangan
dari para ulama dalam hal ini MUI," ujar Amidhan dikutip Antara, Kamis (14/02/2013).
Dia menegaskan proses
sertifikasi halal tidak semata-mata dilakukan dalam konteks ilmu pengetahuan
namun juga bersinggungan dengan agama, sehingga kerja sama antara ulama dalam
hal ini MUI dengan para auditor tetap tidak dapat dipisahkan.
Lebih lanjut dia menilai
sertifikasi halal yang dilakukan lembaga negara cenderung tidak independen
karena berpotensi mengutamakan kepentingan pemerintah.
"Lembaga sertifikasi
halal pemerintah nanti malah jadi lembaga `plat merah`, justru mengutamakan
kepentingan pemerintah, sehingga tidak independen," kata dia.
Dia mengatakan pemerintah
sebaiknya menyerahkan kewenangan sertifikasi halal kepada MUI, layaknya yang
telah berjalan selama ini. Apabila pemerintah bersikeras ingin merekrut auditor
sendiri dalam sertifikasi halal maka dia mengusulkan auditor tersebut tetap
diserahkan kepada MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) untuk dilatih dan bekerja secara
bersama-sama.
Dia mengharapkan RUU JPH yang
saat ini masih dibahas hanya mempertegas peran pemerintah yakni melakukan
sosialisasi terhadap sertifikasi halal yang dilakukan MUI.
"Jadi harapan kami
sertifikasi halal tetap di MUI. Pemerintah hanya melakukan kerjanya setelah
sertifikasi dilakukan misalnya dengan sosialisasi," kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan
bahwa sertifikasi yang dilakukan MUI selama 28 tahun sudah berjalan baik. Menurutnya,
saat ini proses sertifikasi sudah dilakukan secara "online" sehingga
tidak menyulitkan para produsen.
Menurut dia secara umum
proses sertifikasi halal oleh MUI berjalan sederhana, di mana pihak produsen
yang produknya ingin disertifikasi cukup mengisi formulir yang bisa diakses di
dunia maya dan mengirimkan formulir permohonan tersebut kepada MUI.
"Mereka tinggal isi apa
jenis produk yang ingin disertifikasi, lalu jelaskan apa saja bahan-bahan
pembuat produknya dan diperoleh dari mana bahan-bahannya itu," ujar dia.
Dia mengatakan, setelah
diteliti secara tertulis, petugas auditor yakni LPPOM akan berangkat menuju
pabrik pembuatan produk tersebut untuk melakukan pengecekan lebih lanjut. Apabila
terdapat bahan-bahan yang perlu dilakukan uji laboratorium maka bahan-bahan
tersebut akan dibawa ke laboratorium.
"Setelah ada hasil
ujinya, LPPOM akan menyerahkan itu kepada Komisi Fatwa MUI untuk kemudian
diberikan sertifikasi halal apabila memang memenuhi standar halal. Kemudian
sertifikasi halal itu bisa dibawa ke BPOM," kata dia.
Amidhan membeberkan pihaknya
telah melakukan pembicaraan dengan tiga fraksi di DPR antara lain PKS, PPP dan
PAN untuk meminta dukungan agar sertifikasi halal tetap berada di bawah
kewenangan MUI. Dalam waktu dekat MUI akan melakukan pembicaraan dengan fraksi
lain di DPR.
Dihubungi secara terpisah
Ketua Panja RUU JPH dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan pembahasan RUU
JPH saat ini menyisakan tiga poin krusial yang belum mencapai kesepakatan
antara lain, lembaga sertifikasi di bawah Presiden atau Kementerian Agama, peran
MUI, serta sertifikasi bersifat wajib atau sukarela.
"Kalau tiga poin itu
sudah bisa disahkan, panja akan ketok palu," kata Jazuli.
Dia menegaskan sejauh ini PKS
memandang bahwa kewenangan sertifikasi di bawah MUI merupakan harga mati.
"PKS mendukung otoritas
sertifikasi halal dan haram berada di bawah MUI. Itu harga mati, sebab MUI
merupakan representasi ulama yang sudah diakui selama puluhan tahun," kata
Jazuli
Jazuli mengatakan semangat
pembahasan RUU JPH adalah untuk memperkuat sertifikasi yang sudah berjalan. Sehingga
apabila selama ini sifatnya sukarela, maka ke depan diharapkan dapat meningkat
menjadi wajib, dengan mempertimbangkan kemudahan layanan dan biaya bagi usaha-usaha
mikro dan kecil.
Jazuli mengharapkan dengan
penguatan JPH seluruh warga negara dapat mengkonsumsi produk yang halal, aman, dan
sehat sehingga kasus-kasus seperti bakso oplosan, makanan berformalin, dan
sebagainya tidak akan terulang.*
Rep: Panji Islam
Red: Cholis Akbar
Komentarku ( Mahrus
ali):
Sertifikasi halal, jangan itu
saja tapi ada sertifikasi haram, biar jelas bagi konsumen dan ini hak diberikan
kepada MUI lebih layak dari pada pada pemerintah yang tidak paham halal dan
haram ini. Dan sertifikasi itu sifatnya keharusan bukan seperti sekarang yang
masih dalam tingkat boleh – boleh saja. Boleh dikasih label boleh tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik