Sumber : http://blogseotest.blogspot.com/2012/01/cara-memasang-artikel-terkait-bergambar.html#ixzz2HNYeE9JU

Pages

Blogroll

Jumat, 01 Februari 2013

Maqom-maqom dalam Tasawuf



Jakarta, NU Online
Para pelaku tasawuf yang telah meniti tiga maqom (tingkatan) sebelumnya, yaitu tawakal, ridlo, dan syukur akan menjalani maqom-maqom selanjutnya, yaitu mahabbah, tuma’ninah, dan ma’rifat.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, mengurai ketiga maqom tersebut, pada pengajian mingguan yang digelar di PBNU, Jakarta, Senin malam, (28/01).

Mahabbah adalah maqom cinta kepada Allah. Kalau sudah cinta kepada-Nya, kepada apapun cinta, mencintai segalanya. Orang yang menapaki maqom tersebut, yang cantik, yang jelek, yang pintar, yang bodoh, yang kaya, yang miskin; semua dicintainya.

“Karena semuanya yang ada itu adalah tanda-tanda keagungan Allah,” ungkap kiai kelahiran Cirebon 1953 tersebut.

Kalau sudah mahabbah, akan tumbuh tuma’ninah, atau full happy, enjoy. Hati orang yang menempuh jalan tuma’ninah adalah tenang.

Tuma’ninah bukan di rumah, mobil, uang, tapi dalam hati,” tambahnya.

Setelah maqom tuma’ninah, muncul maqom terakhir, ma’rifat. Kiai yang akrab disapa Kang Said ini menjelaskan, maqom ini dengan pengalaman Imam Ghazali sepulang menyepi di masjid Damaskus. Setelah keluar dari masjid tersebut, ia tak bisa mengatakan pengalamannya.

“Ilmu ma’rifah tak bisa dituliskan. Tak bisa diceritakan. Tidak bisa diajarkan dengan kata-kata,” ujar kiai yang pernah nyantri di Pesantren Kempek, Lirboyo dan Krapyak tersebut.

Orang yang sedang mengalami maqom ma’rifat, tahu betul bahwa segala sesuatu dari Allah, untuk Allah, karena Allah, bersama Allah. Tanpa itu sedetik saja, dunia hancur.

Kiai yang juga doktor jebolan University of Umm Al-Qura Jurusan Aqidah/Filsafat Islam menegaskan, ketiga maqom tersebut dinamakan tajalli (manifestasi). Allah sudah menjelma dalam segala keadannya.

Dampak spirutual temporalnya adalah al-uns, harmonis. Amal salehnya, bukan karena lita’abud (ibadah), bukan litaqorub (ingin dekat dengan Allah), melainkan litahaquq (mencari hakikat).

Maqom-maqom tersebut adalah versi ringkasnya. Para ahli tasawuf berbeda rincian maqomnya. Misalnya, menurut Syekh Abdul Qodir Jilani, terdapat 40 maqom tasawuf. Sementara Imam Ghazali berpendapat ada 14 tingkatan.  

Penulis: Abdullah Alawi
Komentarku ( Mahrus ali): 
 Nasehatku, tidak usah belajar tasawuf tapi belajarlah al quran dan  hadis saja. Sebab setahu saya tokoh – tokoh tasawuf banyak yang keluar dari jalan lurus masuk ke jalan yang bengkong.
Bapak DR. Ali Hasan Abdul Qadir berkata:

"Tasawuf prinsipnya tidak populer, bahkan diidentikan sebagai penyimpangan dan zindiq".
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi saat itu tasawuf di anggap menyimpang bukan ilmu yang lurus  dan orang masih pikir – pikir mau mengutarakan  ilmu tasawuf bukan ilmu hadis dan Quran  di kalangan masarakat, karena ada anggapan miring  seperti itu. Jadi kalau di tinjau dari realita seperti itu bukan dari hayalan, layak sekali bila masa ini bertambah maju, bukan bertambah baik, tapi tambah jauh dari ajaran Islam.
Saat itu, ilmu hadis dan al Quran masih di gunakan hujjah bukan tasawwuf oleh masarakatnya sehingga  ajaran tasawuf yang bersebrangan dengan keduanya harus di sembunyikan bukan di sebar luaskan. Bila di lontarkan akan membikin kacau belau dan masarakat akan terkejut dengannya  lalu tidak bisa menerimanya. Bahkan  di katakan kafir, zindiq dll. Anehnya masarakat sekarang bila ada orang yang menyalahkan ajaran tasawuf yang jelas keliru, malah di anggap wahaby, luar line dll. Dan yang membenarkan tasawuf di anggap ahlus sunnah. Itu penilaian terbalik, bukan penilaian yang tepat.

 Jadi kekeliruan itu menurut masarakat bukan karena tidak punya dalil, tapi terserah budaya dan lingkungannya. Bila lingkungannya  kristen, maka ajaran yang berbau Islam di lontarkan di lingkungan tersebut akan di lemparkan dan tidak di terima di kelirukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar dengan baik