SURYA Online, SURABAYA - Alunan lagu ”Suwe Ora Jamu”
terdengar di atrium Giant Waru, Sabtu (15/9/2012). Di atas panggung, secara
bergantian, tampil para penjaja jamu gendong dengan pakaian khasnya, kebaya dan
kain jarit, berlenggak-lenggok sambil menggendong bakul berisi botol jamu.
Tangannya tak lupa menenteng ember kecil berlengan, dan kepala tertutup camping
anyaman bambu.
Aksi tersebut ditampilkan di sebagian dari sekitar 80 peserta audisi pemilihan ratu jamu gendong dan jamu gendong teladan yang digelar PT Jamu Jago Semarang untuk wilayah Surabaya, Malang, Sidoarjo, dan Gresik.
Semuanya adalah penjual jamu tradisional yang dikenal dengan jamu gendong. Meski saat ini sudah jarang ditemui di wilayah kota besar, seperti Surabaya. Rata-rata sudah dengan mendorong gerobak, naik sepeda, atau naik sepeda motor.
Aksi itu sendiri, digelar spontan, disela proses seleksi yang meliputi wawancara tentang jamu tradisional, dan penampilan dari cara berpakaian (ngadibusono) dan berbicara serta bersikap (ngadiseliro).
Sementara itu, audisi pemilihan Ratu Jamu Gendong dan Jamu Gendong Teladan untuk wilayah Surabaya dibagi dalam waktu dua hari. Menurut Aries Rahardjo, Manager Event and Promosi PT Jamu Jago Semarang, dari sekitar 80 penjual yang mengikuti audisi di Giant Waru sepanjang hari Sabtu, dipilih sebanyak 15 terbaik. Kemudian Minggu (16/9/2012) mereka akan tampil menjual jamu di tempat umum. Yaitu di Taman Bungkul.
”Di Taman Bungkul akan diambil tujuh terbaik, kemudian dibawa ke Jakarta untuk audisi tingkat nasional sebagai perwakilan dari empat daerah ini,” ungkap Aries.
Selain Surabaya, audisi juga digelar di Banyuwangi, Solo, Semarang, Jogjakarta-Magelang, Jakarta, Cirebon, Bandung, dan kota-kota lainnya.
Di tingkat nasional, akan dipilih lima juara terbaik. Juara 1 mendapat hadian Rp 15 juta, juara 2, hadiah Rp 10 juta, juara 3 mendapat hadiah Rp 5 juta, dan juara ke 4 dan ke 5, masing-masing Rp 2 juta.
Aksi tersebut ditampilkan di sebagian dari sekitar 80 peserta audisi pemilihan ratu jamu gendong dan jamu gendong teladan yang digelar PT Jamu Jago Semarang untuk wilayah Surabaya, Malang, Sidoarjo, dan Gresik.
Semuanya adalah penjual jamu tradisional yang dikenal dengan jamu gendong. Meski saat ini sudah jarang ditemui di wilayah kota besar, seperti Surabaya. Rata-rata sudah dengan mendorong gerobak, naik sepeda, atau naik sepeda motor.
Aksi itu sendiri, digelar spontan, disela proses seleksi yang meliputi wawancara tentang jamu tradisional, dan penampilan dari cara berpakaian (ngadibusono) dan berbicara serta bersikap (ngadiseliro).
Sementara itu, audisi pemilihan Ratu Jamu Gendong dan Jamu Gendong Teladan untuk wilayah Surabaya dibagi dalam waktu dua hari. Menurut Aries Rahardjo, Manager Event and Promosi PT Jamu Jago Semarang, dari sekitar 80 penjual yang mengikuti audisi di Giant Waru sepanjang hari Sabtu, dipilih sebanyak 15 terbaik. Kemudian Minggu (16/9/2012) mereka akan tampil menjual jamu di tempat umum. Yaitu di Taman Bungkul.
”Di Taman Bungkul akan diambil tujuh terbaik, kemudian dibawa ke Jakarta untuk audisi tingkat nasional sebagai perwakilan dari empat daerah ini,” ungkap Aries.
Selain Surabaya, audisi juga digelar di Banyuwangi, Solo, Semarang, Jogjakarta-Magelang, Jakarta, Cirebon, Bandung, dan kota-kota lainnya.
Di tingkat nasional, akan dipilih lima juara terbaik. Juara 1 mendapat hadian Rp 15 juta, juara 2, hadiah Rp 10 juta, juara 3 mendapat hadiah Rp 5 juta, dan juara ke 4 dan ke 5, masing-masing Rp 2 juta.
Komentarku ( Mahrus ali):
Wanita yang menjual jamu gendongan itu tidak
memiliki karakter wanita mukminah, ia memakai karakter wanita kafirah. Sebab
busana yang di pakai adalah busana adat jawa yang kufri bukan Islami.
Sebagai wanita kafir,menjual jamu
berkeliling dengan menggendong dan berbusana seperti itu sudah biasa dan tak
canggung lagi.Kalau seorang mukminah, maka
tidak usah berjualan keliling itu, karena patuh pada ayat:
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu ( wahai kaum perempuan )tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu [1]
Dan dalam berbusana selalu
berpegangan kepada ayat:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ
أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal orang baik , karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.[2] Ibnu Abbas memerintah agar jilbab tersebut
juga untuk menutup wajah dan hanya mata satu yang tampak [3]
Lomba gendong jamu itu tak layak muslim yang mengadakannya . ia di
adakan oleh non muslim atau miunafikin yang merugikan budaya Islam dan
menguntungkan budaya kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik