by: Hartono Ahmad Jaiz
-Ya Allah, jangan Engkau menjadikan fitnah (terhadap agama) kami sesudah (wafat)nya–
Abdurrahman wahid alias Gus Dur lahir di Jombang Jawa Timur, 4 Agustus 1940, anak tertua KHA Wahid Hasyim. Nama aslinya Abdurrahman Ad-Dakhil bin KHA Wahid Hasyim. Kakek Gus Dur adalah orang terkemuka pendiri NU (Nahdlatul Ulama) bernama KH Hasyim Asy’ari, maka Gus Dur adalah cucu pendiri NU.
Di antara anak KHA Wahid Hasyim adalah Abdurrahman Wahid. Ada lagi adik-adiknya yaitu Aisyah Hamid Baidlowi, ketua umum Muslimat NU (1995-2000) dan anggota DPR dari Partai Golkar. Perempuan ini memperjuangkan persamaan gender (sebagaimana suara orang-orang sekuler dan non Muslim) lewat organisasi perempuan NU. Adik Gus Dur yang tidak ia sukai (menurut buku NU dan Islam Politik) adalah Salahuddin Wahid, pernah menjadi pimpinan PKU (Partai Kebangkitan Umat), kini (th 2010) jadi salah seorang ketua PBNU dan Ketua ICMI serta duduk di Komnas HAM. Adik Gus Dur yang lainnya lagi adalah Hasyim Wahid, pernah aktif menjadi salah seorang Ketua DPP PDI-P.
Abdurrahman Wahid lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, 4 Agustus 1940. Ia anak tertua KHA Wahid Hasyim dengan Ny H Solehah. Kakek dari pihak ayahnya adalah KH Hasyim Asy’ari, pengasuh Pondok Tebuireng Jombang, dan pernah memangku Jabatan Rais Akbar PBNU. Sedang kakek dari phak ibu, KH Bisri Syamsuri, juga pengasuh Pesantren di Denanyar Jombang, pernah pula memangku jabatan Rais ‘Am PBNU. Kedua kiai ini tokoh cikal bakal pendiri NU di samping KHA Wahab Hasbullah.
Abdurrahman tamat Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) di Jakarta 1953, lalu sekolah di Yogyakarta, SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) tamat 1956, dan ia mengaji kepada KH Ali Maksum di Krapyak Yogya, lalu ke Pesantren Tegalrejo Magelang, pindah ke Pesantren Tambak Beras Jombang 1959-1963. Kemudian belajar ilmu-ilmu Islam dan sastra Arab di Universitas Al-Azhar Cairo (Mesir), kemudian pindah ke Fakultas Sastra Universitas Baghdad.
Kariernya banyak di pesantren. Jadi guru Mu’allimat pesantren Tambak Beras Jombang (1959-1963), sekretaris Pesantren Tebuireng Jombang (1974-1979), disamping sebagai dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, dan pengasuh Pesantren Ciganjur Jakarta. Baru pada tahun 1984 ia terlibat langsung dalam kepengurusan NU –Nahdlatul Ulama setelah dipilih sebagai Ketua Tanfidziyah (pelaksana) PBNU dalam muktamar ke-27 di Pesantren Sukorejo, Situbondo Jawa Timur. (Lihat Ensiklopedi Islam, jilid 5).
Imam kentut
Dalam kepemimpinan Gus Dur ini di kalangan NU ada suara-suara santer, karena KH As’ad Syamsul Arifin, kiai sepuh/ tua yang pesantrennya ditempati muktamar kemudian menghasilkan terpilihnya Gus Dur tahun 1984 itu ternyata kemudian mufarroqoh(memisahkan diri) dari Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Kiai As’ad mengibaratkan, Gus Dur sebagai imam sholat yang kentut, maka Kiai As’ad sebagai makmum harusmufarroqoh (memisahkan diri, tidak makmum lagi). Sebutan-sebutan pemimpinketoprak (dagelan, drama humor model Jawa) pun dialamatkan ke Gus Dur. Semua itu gara-gara nyelenehnya (anehnya) pendapat-pendapat Gus Dur. Yang sangat terkenal adalah kasus ia menganggap lafal salam Assalamu’alaikum itu tidak apa-apa kalau diganti dengan selamat pagi dan semacamnya.
Bagaimana dianggap tidak apa-apa. Coba bayangkan, seandainya orang jadi imam shalat, lalu ketika mengakhiri shalatnya, yang seharusnya mengucapkan Assalamu’alaikummalah mengucapkan selamat pagi (tengok ke kanan), selamat pagi tengok ke kiri). Apa kira-kira tidak bubar jama’ahnya.
Di samping pendapatnya aneh-aneh, Gus Dur yang keturunan kiai dan sering dipanggil kiai itu berkecimpung pula dalam dunia seni hingga jadi ketua DPH Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Taman Isma’il Marzuki Jakarta (1983-1985) dan ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia (FFI). Padahal film-film dengan wanita buka-bukaan (tabarruj) itu lah film yang banyak beredar di Indonesia, yang sangat memprihatinkan bagi para kiai dan umat Islam yang peduli terhadap Islam.
Meskipun demikian, Gus Dur masih dipilih lagi bahkan secara aklamasi oleh muktamirin dalam Muktamar NU ke-28 di Krapyak Yogyakarta sebagai ketua umum Tanfidziyah PBNU (1989-1994).
Kenyelenehan Gus Dur pun tak berkurang, dan bahkan mulai tampak bergabung dengan orang-orang Salib (Nasrani), dan secara resmi ia mendirikan Fordem (Forum Demokrasi) bersama orang-orang Salib dan lainnya. Maka terpilihnya Gus Dur sebagai Ketua Umum Tanfidziyah yang ketiga dalam Muktamar ke-29 di Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat kemudian dirayakan oleh orang-orang Salib di antaranya dari koran Kompas dan lainnya seperti Daniel Dakidae di tempat yang dikenal untuk karaoke dan joget di kawasan Kuningan Jakarta.
Kedekatannya dengan kaum Salib, bahkan Yahudi, sangat nampak. Hingga di zaman Pemerintahan Soeharto pun ia berombongan datang ke Israel, lalu dinobatkan pula sebagai presiden WCRP suatu lembaga agama-agama tingkat dunia. Maka ketika dia terpilih sebagai presiden RI dalam sidang MPR Oktober 1999, serta merta ia ingin mengadakan hubungan dagang dengan Israel secara resmi, bahkan akan membuka hubungan diplomatik. Alasannya, hubungan dengan negara yang tak bertuhan saja mau, masa dengan Israel yang masih bertuhan tidak mau. Ungkapan semacam itu mendapatkan protes dari masyarakat terutama umat Islam, karena Israel adalah pembantai, pencaplok tanah Palestina, dan mengangkangi tempat suci ke-3 Umat Islam, Masjidil Aqsho.
Dalam masa pemerintahannya, Gus Dur senantiasa membuat goncangan-goncangan, dengan melontarkan kata-kata yang mengakibatkan protes aneka tokoh dan masyarakat. Suatu ketika, ada satu kasus di Jawa Barat, lalu Gus Dur menuduh kasus itu melibatkan satu kelompok, dia sebut namanya, tahu-tahu kelompok itu di antara pendirinya adalah ibunya Gus Dur sendiri, dan tidak ada kaitannya dengan kasus yang terjadi.
Sepandai-pandai tupai meloncat, sekali akan gawal juga, kata pepatah. Secara tragis, Gus Dur dijungkalkan dari kursi kepresidenan 23 Juli 2001 oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) pimpinan Amien Rais, tokoh yang semula ketua Muhammadiyah, dan menjagokan Gus Dur untuk jadi presiden. Tamatlah riwayat kepresidenan Gus Dur.
Meskipun sudah tidak menjabat sebagai presiden, Gus Dur masih mengejutkan bagi umat Islam. Di antaranya setengah tahun setelah ia terjungkal dari kursi kepresidenan, ia dinobatkan sebagai anggota kehormatan Laskar Kristus. Beritanya sebagai berikut:
Meninggal dan makamnya dianggap bertuah
Sampai akhir hayatnya, Gus Dur tidak terdengar adanya perubahan pendapat dan sikapnya. Bahkan kenyelenehannya pun sampai menghumorkan malaikat dan akherat segala. Dan itu tidak pernah terdengar dia cabut sampai akhir hayatnya. Jadi masih utuh. Termasuk pembelaan-pembelaannya terhadap kekafiran seperti membela Ahmadiyah yang memiliki nabi palsu, membela maksiat goyang joget ngebor Inul dan aneka rupa kepornoan dan sebagainya.
Gus Dur meninggal dalam keadaan membawa itu semua. Meninggal di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo) Jakarta, di seputar hari-hari perayaan orang kafir Nasrani yakni natalan dan menjelang tahun baru 2010, Rabu 30 Desember 2009, dan dikuburkan di Jombang Kamis 31 Desember 2009. Penguburan secara militer dipimpin Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) dengan diantarkan dari Jakarta oleh Ketua MPR Taufik Kiemas suami Megawati tokoh partai sekuler PDIP yang asalnya gabungan dari partai-partai Nasionalis dan Nasrani.
Makam dan nisan Gus Dur jadi ajang fitnah baru yang menjurus kepada kemusyrikan. Gundukan tanah kubur menjadi cekung karena tanahnya diambili para fanatikus Gus Dur karena dianggap bertuah hingga dijadikan semacam jimat (bentuk kemusyrikan, dosa terbesar), bahkan nisannya pun diciumi orang. Semua itu belum pernah terdengar larangan dari Gus Dur semasa hidupnya. Karena Gus Dur justru menghidupkan kemusyrikan yang telah terkubur di antaranya ruwatan (acara kemusyrikan yang dipercayai untuk membuang sial).
Sebelum tahun 1990- an, kegiatan ruwatan jarang sekali terdengar dan sudah terkubur alias hilang dari masyarakat. Tetapi sejak tahun 2000, terutama pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, acara ruwatan muncul kembali. Konon menurut informasi yang beredar, Gus Dur pun diruwat oleh seorang paranormal bernama Romo. Bahkan di universitas ternama, seperti Universitas Gajah Mada pun melakukan ritual ruwat yang diberi nama Ruwatan Bangsa.
Hadir dalam acara ritual tersebut Presiden Gus Dur, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Rektor UGM Ichlasul Amal dengan tontonan wayang kulit berlakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh Dalang Ki Timbul Hadiprayitno di Balairung UGM, Jum’at malam 18 Agustus 2000.
Di situ berarti, kemusyrikan yang sudah terpendam itu dihidupkan kembali. Kalau kubur Gus Dur kemudian jadi ajang yang menjurus kepada kemusyrikan, itu bukan hal yang mustahil. Itulah yang sudah dikhawatirkan oleh Muslimin yang istiqomah menjaga aqidah. Dan itulah bukti dari pentingnya doa dalam shalat jenazah (Muslimin, kalau kafir maka tidak boleh dishalati) di antaranya:
Fitnah terhadap agama setelah wafatnya seseorang adalah masalah besar, sehingga dalam shalat jenazah pun disyari’atkan berdoa agar dihindarkan dari fitnah itu. Namun dalam kasus ini, baru saja jenazahnya dikubur sudah langsung timbul fitnah terhadap agama. Di antaranya tanah kuburannya dianggap bertuah, nisannya diciumi orang, kemudian diadakan doa bersama antar berbagai agama dihiasi aneka nyala lilin (bahkan salah satu anak dari mayat ini Inayah Wahid, putri bungsu Gus Dur, menyalakan lilin dalam acara aneka agama itu), bahkan diadakan tahlilan (upacara peringatan orang mati, dan itu tidak ada tuntunannya di dalam Islam) masih pula diumum-umumkan atau diberitakan di berbagai media massa sebelumnya bahwa upacara tahlilan itu akan dihadiri grup musik. Astaghfirullahal ‘adhiem.
(dari Buku karya Hartono Ahmad Jaiz, Mengungkap Kebatilan Kyai Liberal Cs, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2010).
(nahimunkar.com)
-Ya Allah, jangan Engkau menjadikan fitnah (terhadap agama) kami sesudah (wafat)nya–
Abdurrahman wahid alias Gus Dur lahir di Jombang Jawa Timur, 4 Agustus 1940, anak tertua KHA Wahid Hasyim. Nama aslinya Abdurrahman Ad-Dakhil bin KHA Wahid Hasyim. Kakek Gus Dur adalah orang terkemuka pendiri NU (Nahdlatul Ulama) bernama KH Hasyim Asy’ari, maka Gus Dur adalah cucu pendiri NU.
Di antara anak KHA Wahid Hasyim adalah Abdurrahman Wahid. Ada lagi adik-adiknya yaitu Aisyah Hamid Baidlowi, ketua umum Muslimat NU (1995-2000) dan anggota DPR dari Partai Golkar. Perempuan ini memperjuangkan persamaan gender (sebagaimana suara orang-orang sekuler dan non Muslim) lewat organisasi perempuan NU. Adik Gus Dur yang tidak ia sukai (menurut buku NU dan Islam Politik) adalah Salahuddin Wahid, pernah menjadi pimpinan PKU (Partai Kebangkitan Umat), kini (th 2010) jadi salah seorang ketua PBNU dan Ketua ICMI serta duduk di Komnas HAM. Adik Gus Dur yang lainnya lagi adalah Hasyim Wahid, pernah aktif menjadi salah seorang Ketua DPP PDI-P.
Abdurrahman Wahid lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, 4 Agustus 1940. Ia anak tertua KHA Wahid Hasyim dengan Ny H Solehah. Kakek dari pihak ayahnya adalah KH Hasyim Asy’ari, pengasuh Pondok Tebuireng Jombang, dan pernah memangku Jabatan Rais Akbar PBNU. Sedang kakek dari phak ibu, KH Bisri Syamsuri, juga pengasuh Pesantren di Denanyar Jombang, pernah pula memangku jabatan Rais ‘Am PBNU. Kedua kiai ini tokoh cikal bakal pendiri NU di samping KHA Wahab Hasbullah.
Abdurrahman tamat Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) di Jakarta 1953, lalu sekolah di Yogyakarta, SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) tamat 1956, dan ia mengaji kepada KH Ali Maksum di Krapyak Yogya, lalu ke Pesantren Tegalrejo Magelang, pindah ke Pesantren Tambak Beras Jombang 1959-1963. Kemudian belajar ilmu-ilmu Islam dan sastra Arab di Universitas Al-Azhar Cairo (Mesir), kemudian pindah ke Fakultas Sastra Universitas Baghdad.
Kariernya banyak di pesantren. Jadi guru Mu’allimat pesantren Tambak Beras Jombang (1959-1963), sekretaris Pesantren Tebuireng Jombang (1974-1979), disamping sebagai dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, dan pengasuh Pesantren Ciganjur Jakarta. Baru pada tahun 1984 ia terlibat langsung dalam kepengurusan NU –Nahdlatul Ulama setelah dipilih sebagai Ketua Tanfidziyah (pelaksana) PBNU dalam muktamar ke-27 di Pesantren Sukorejo, Situbondo Jawa Timur. (Lihat Ensiklopedi Islam, jilid 5).
Imam kentut
Dalam kepemimpinan Gus Dur ini di kalangan NU ada suara-suara santer, karena KH As’ad Syamsul Arifin, kiai sepuh/ tua yang pesantrennya ditempati muktamar kemudian menghasilkan terpilihnya Gus Dur tahun 1984 itu ternyata kemudian mufarroqoh(memisahkan diri) dari Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Kiai As’ad mengibaratkan, Gus Dur sebagai imam sholat yang kentut, maka Kiai As’ad sebagai makmum harusmufarroqoh (memisahkan diri, tidak makmum lagi). Sebutan-sebutan pemimpinketoprak (dagelan, drama humor model Jawa) pun dialamatkan ke Gus Dur. Semua itu gara-gara nyelenehnya (anehnya) pendapat-pendapat Gus Dur. Yang sangat terkenal adalah kasus ia menganggap lafal salam Assalamu’alaikum itu tidak apa-apa kalau diganti dengan selamat pagi dan semacamnya.
Bagaimana dianggap tidak apa-apa. Coba bayangkan, seandainya orang jadi imam shalat, lalu ketika mengakhiri shalatnya, yang seharusnya mengucapkan Assalamu’alaikummalah mengucapkan selamat pagi (tengok ke kanan), selamat pagi tengok ke kiri). Apa kira-kira tidak bubar jama’ahnya.
Di samping pendapatnya aneh-aneh, Gus Dur yang keturunan kiai dan sering dipanggil kiai itu berkecimpung pula dalam dunia seni hingga jadi ketua DPH Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Taman Isma’il Marzuki Jakarta (1983-1985) dan ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia (FFI). Padahal film-film dengan wanita buka-bukaan (tabarruj) itu lah film yang banyak beredar di Indonesia, yang sangat memprihatinkan bagi para kiai dan umat Islam yang peduli terhadap Islam.
Meskipun demikian, Gus Dur masih dipilih lagi bahkan secara aklamasi oleh muktamirin dalam Muktamar NU ke-28 di Krapyak Yogyakarta sebagai ketua umum Tanfidziyah PBNU (1989-1994).
Kenyelenehan Gus Dur pun tak berkurang, dan bahkan mulai tampak bergabung dengan orang-orang Salib (Nasrani), dan secara resmi ia mendirikan Fordem (Forum Demokrasi) bersama orang-orang Salib dan lainnya. Maka terpilihnya Gus Dur sebagai Ketua Umum Tanfidziyah yang ketiga dalam Muktamar ke-29 di Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat kemudian dirayakan oleh orang-orang Salib di antaranya dari koran Kompas dan lainnya seperti Daniel Dakidae di tempat yang dikenal untuk karaoke dan joget di kawasan Kuningan Jakarta.
Kedekatannya dengan kaum Salib, bahkan Yahudi, sangat nampak. Hingga di zaman Pemerintahan Soeharto pun ia berombongan datang ke Israel, lalu dinobatkan pula sebagai presiden WCRP suatu lembaga agama-agama tingkat dunia. Maka ketika dia terpilih sebagai presiden RI dalam sidang MPR Oktober 1999, serta merta ia ingin mengadakan hubungan dagang dengan Israel secara resmi, bahkan akan membuka hubungan diplomatik. Alasannya, hubungan dengan negara yang tak bertuhan saja mau, masa dengan Israel yang masih bertuhan tidak mau. Ungkapan semacam itu mendapatkan protes dari masyarakat terutama umat Islam, karena Israel adalah pembantai, pencaplok tanah Palestina, dan mengangkangi tempat suci ke-3 Umat Islam, Masjidil Aqsho.
Dalam masa pemerintahannya, Gus Dur senantiasa membuat goncangan-goncangan, dengan melontarkan kata-kata yang mengakibatkan protes aneka tokoh dan masyarakat. Suatu ketika, ada satu kasus di Jawa Barat, lalu Gus Dur menuduh kasus itu melibatkan satu kelompok, dia sebut namanya, tahu-tahu kelompok itu di antara pendirinya adalah ibunya Gus Dur sendiri, dan tidak ada kaitannya dengan kasus yang terjadi.
Sepandai-pandai tupai meloncat, sekali akan gawal juga, kata pepatah. Secara tragis, Gus Dur dijungkalkan dari kursi kepresidenan 23 Juli 2001 oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) pimpinan Amien Rais, tokoh yang semula ketua Muhammadiyah, dan menjagokan Gus Dur untuk jadi presiden. Tamatlah riwayat kepresidenan Gus Dur.
Meskipun sudah tidak menjabat sebagai presiden, Gus Dur masih mengejutkan bagi umat Islam. Di antaranya setengah tahun setelah ia terjungkal dari kursi kepresidenan, ia dinobatkan sebagai anggota kehormatan Laskar Kristus. Beritanya sebagai berikut:
Wahid Jadi Anggota Kehormatan Laskar Kristus.
Manado – Mantan Presiden Abdurrahman Wahid dinobatkan sebagai anggota kehormatan Legium Christum (Laskar Kristus) kemarin sore (28/ 1 2002). Bertempat di Gelanggang Olah Raga (GOR) Kampus Universitas Manado di Tataaran Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Wahid menerima penobatan itu.
Menurut Sekretaris Umum Legium Christum Lucky Senduk, pemberian gelar anggota kehormatan itu karena gerakan Wahid dinilai sejalan dengan misi LC, yakni mewujudkan dan membangun persaudaraan dengan membawa kasih sejati tanpa memandang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sebagai anggota kehormatan, Wahid mendapat tugas khusus. “Tugas Gus Dur (Wahid), sebagai ujung tombak menolak pemberlakuan Piagam Jakarta dan melalui NU melindungi orang Kristen di Jawa,” kata Lucky kepada Tempo News Room kemarin. Menurut dia, sebagai pemimpin ormas Islam terbesar di dunia dan di Indonesia Wahid diharapkan dapat memberikan masukan-masukan bagi pemerintahan yang ada untuk menjaga perdamaian.
Sejumlah tokoh di Sulawesi Utara, antara lain dr Sumual, Ferry Tinggogoy, dan wakil Gubernur Sulut Freddy H Sualang juga telah menjadi anggota kehormatan LC. Ferry sendiri adalah Ketua DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) Partai Kebangkitan Bangsa Sulut..-verrianto madjowa,( Koran Tempo, Selasa 29 Januari 2002.)
Kemudian pada Agustus 2002, Gus Dur mendiktekan (karena tidak mampu menulis sendiri, berhubung ia tidak dapat melihat) kata pengantar untuk buku Aku Bangga Jadi Anak PKI. Apakah Gus Dur mencantumkan nama bapaknya dalam buku Aku Bangga Jadi Anak PKI dengan menyebutnya sebagai orang yang menentang negara agama, itu dalam rangka tugas khusus selaku Laskar Kristus atau sebagai khidmah (bakti dia) terhadap mendiang guru bahasa Inggerisnya waktu masih pelajar, Ibu Rubiyah seorang Gerwani (wanita PKI), entahlah. Yang perlu diulas di sini hanyalah seperti apa pendapat dan sikapnya terhadap Islam.Meninggal dan makamnya dianggap bertuah
Sampai akhir hayatnya, Gus Dur tidak terdengar adanya perubahan pendapat dan sikapnya. Bahkan kenyelenehannya pun sampai menghumorkan malaikat dan akherat segala. Dan itu tidak pernah terdengar dia cabut sampai akhir hayatnya. Jadi masih utuh. Termasuk pembelaan-pembelaannya terhadap kekafiran seperti membela Ahmadiyah yang memiliki nabi palsu, membela maksiat goyang joget ngebor Inul dan aneka rupa kepornoan dan sebagainya.
Gus Dur meninggal dalam keadaan membawa itu semua. Meninggal di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo) Jakarta, di seputar hari-hari perayaan orang kafir Nasrani yakni natalan dan menjelang tahun baru 2010, Rabu 30 Desember 2009, dan dikuburkan di Jombang Kamis 31 Desember 2009. Penguburan secara militer dipimpin Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) dengan diantarkan dari Jakarta oleh Ketua MPR Taufik Kiemas suami Megawati tokoh partai sekuler PDIP yang asalnya gabungan dari partai-partai Nasionalis dan Nasrani.
Makam dan nisan Gus Dur jadi ajang fitnah baru yang menjurus kepada kemusyrikan. Gundukan tanah kubur menjadi cekung karena tanahnya diambili para fanatikus Gus Dur karena dianggap bertuah hingga dijadikan semacam jimat (bentuk kemusyrikan, dosa terbesar), bahkan nisannya pun diciumi orang. Semua itu belum pernah terdengar larangan dari Gus Dur semasa hidupnya. Karena Gus Dur justru menghidupkan kemusyrikan yang telah terkubur di antaranya ruwatan (acara kemusyrikan yang dipercayai untuk membuang sial).
Sebelum tahun 1990- an, kegiatan ruwatan jarang sekali terdengar dan sudah terkubur alias hilang dari masyarakat. Tetapi sejak tahun 2000, terutama pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, acara ruwatan muncul kembali. Konon menurut informasi yang beredar, Gus Dur pun diruwat oleh seorang paranormal bernama Romo. Bahkan di universitas ternama, seperti Universitas Gajah Mada pun melakukan ritual ruwat yang diberi nama Ruwatan Bangsa.
Hadir dalam acara ritual tersebut Presiden Gus Dur, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Rektor UGM Ichlasul Amal dengan tontonan wayang kulit berlakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh Dalang Ki Timbul Hadiprayitno di Balairung UGM, Jum’at malam 18 Agustus 2000.
Di situ berarti, kemusyrikan yang sudah terpendam itu dihidupkan kembali. Kalau kubur Gus Dur kemudian jadi ajang yang menjurus kepada kemusyrikan, itu bukan hal yang mustahil. Itulah yang sudah dikhawatirkan oleh Muslimin yang istiqomah menjaga aqidah. Dan itulah bukti dari pentingnya doa dalam shalat jenazah (Muslimin, kalau kafir maka tidak boleh dishalati) di antaranya:
(( اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أجْرَهُ ، وَلاَ تَفْتِنَّا بَعدَهُ ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ )) . رواه الترمذي من رواية أَبي هريرة والأشهلي . ورواه أَبُو داود من رواية أَبي هريرة وأبي قتادة
أي: اللهم لا تحرمنا أجره في صلاتنا ودعائنا له، ولا تفتنابعده، فهو قد خرج من الدنيا معافى، فلا تفتنا بفتنة تفتننا
عن ديننا بعده،
Ya Allah janganlah Engkau halangi pahala (dalam sholat dan doa) kami untuknya, dan jangan Engkau menjadikan fitnah (terhadap agama) kami sesudah (wafat)nya. Dan ampunilah kami dan dia. (HR At-Tirmidzi dan Abu Dawud)Fitnah terhadap agama setelah wafatnya seseorang adalah masalah besar, sehingga dalam shalat jenazah pun disyari’atkan berdoa agar dihindarkan dari fitnah itu. Namun dalam kasus ini, baru saja jenazahnya dikubur sudah langsung timbul fitnah terhadap agama. Di antaranya tanah kuburannya dianggap bertuah, nisannya diciumi orang, kemudian diadakan doa bersama antar berbagai agama dihiasi aneka nyala lilin (bahkan salah satu anak dari mayat ini Inayah Wahid, putri bungsu Gus Dur, menyalakan lilin dalam acara aneka agama itu), bahkan diadakan tahlilan (upacara peringatan orang mati, dan itu tidak ada tuntunannya di dalam Islam) masih pula diumum-umumkan atau diberitakan di berbagai media massa sebelumnya bahwa upacara tahlilan itu akan dihadiri grup musik. Astaghfirullahal ‘adhiem.
(dari Buku karya Hartono Ahmad Jaiz, Mengungkap Kebatilan Kyai Liberal Cs, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2010).
(nahimunkar.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik