Kautsar Amru
- Engineer sana sini di Medco Energy
Jurusan Teknik kimia di Universitas Gadjah Mada
Pernah belajar di: SMU Negeri 1 Surakarta
Tinggal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Dari Kota Surakarta
Dia menulis : Dalil untuk bolehnya shalat beralaskan kain, atau tegel, atau keramik sebenarnya ada di hadits :Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْن
ِ
“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5) lutut kanan dan kiri, dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri. ” (HR. Bukhari no. 812 dan Muslim no. 490)
Kenapa hadits ini malah menjadi dalil bolehnya sholat beralaskan tikar, atau keramik, atau tegel, dan tidak harus menyentuh tanah?
Masjid rasulullah walau hanya terbuat dari tanah, namun lutut rasulullah tentu tertutup kain walau tidak sampai isbal. Maka waktu sujud, tentu lutut beliau tertutupi kain baju dan tidak langsung menempel dengan tanah.
Jika harus sholat di atas tanah yang difahami ekstrim seperti itu, maka tentu rasulullah dan para shahabat harus memakai jubah yang sangat pendek di atas lutut, agar ketika sujud lututnya terlihat, tidak ditutupi kain, dan nempel di tanah.
Nah, disinilah dalil untuk hal ini.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Anda menyatakan karena lutut tertutup dengan kain, lalu shalat boleh dengan beralaskan tikar, tegel atau kramik.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yg bersabda spt itu, bukan anda. Maka peraktiknya yg benar dalam shalat adalah peraktik beliau bukan pemahaman anda.
Beliau menjalankan sujud di tanah, lutut tertutup kain, tapak tangan dan wajah menyentuh ke tanah. Lalu mengapa anda simpulkan boleh menjalankan shalat di sajadah karena lutut tertutup kain. Mengapa anda tidak menyatakan harus sujud di tanah , bukan di tikar karena wajah dan tapak tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyentuh ke tanah.
Bila kita ikut pendapat anda yg membolehkan sujud di tikar, maka kita ini tidak menjumpai hadis sahih yg menyatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan shalat wajib di tikar.
Selama hidupnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu menjalankan shalat wajib di tanah dan tdk pernah sekalipun sekali melakukannya di tikar.
فتح الباري لابن رجب - (ج 3 / ص 150)
الْمُرَادُ مِنْ هَذَا اْلحَدِيْثِ هَاهُنَا : أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - لَمْ يَكُنْ يُصَلِّي اْلمَكْتُوْبَةَ إِلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ ، فَأَمَّا صَلاَةُ الْفَرِيْضَةِ عَلَى اْلأَرْضِ فَوَاجِبٌ لاَ يَسْقُطُ إِلاَّ فِي صَلاَةِ شِدَّةِ اْلخَوْفِ ، كما قال تعالى: { فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً } [البقرة :239] .
Ibnu Rajab berkata dalam kitab Fathul bari 150/3 sbb:
Maksud hadis tsb ( hadis Nabi turun dari kendaraan ketika menjalankan salat wajib ) adalah sesungguhnya Nabi SAW tidak akan menjalankan salat wajib kecuali di tanah dengan menghadap kiblat. Untuk menjalankan salat fardhu di atas tanah ( langsung bukan di sajadah atau keramik ) adalah wajib kecuali dalam salat waktu peperangan atau keadaan yang menakutkan sebagaimana firman Allah taala sbb:
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan
. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ بَسَطَ سَجَّادَةً فَأَمَرَ مَالِكٌ بِحَبْسِهِ فَقِيلَ لَهُ : إنَّهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ فَقَالَ : أَمَا عَلِمْت أَنَّ بَسْطَ السَّجَّادَةِ فِي مَسْجِدِنَا بِدْعَةٌ .
Sungguh telah di kisahkan bahwa Abd rahman bin Mahdi ketika datang ke Medinah menggelar sajadah , lalu Imam Malik memerintah agar di tahan ( dipenjara ) . Di katakan kepadanya : “ Dia adalah Abd Rahman bin mahdi “
Imam Malik menjawab :” Apakah kamu tidak mengerti bahwa menggelar sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
Ibnu taimiyah berkata :
. أَمَّا الصَّلاَةُ عَلَى السَّجَّادَةِ فَلَمْ تَكُنْ هَذِهِ سُنَّةَ السَّلَفِ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ; بَلْ كَانُوا يُصَلُّونَ فِي مَسْجِدِهِ عَلَى اْلأَرْضِ لاَ يَتَّخِذُ أَحَدُهُمْ سَجَّادَةً يَخْتَصُّ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهَا
Melakukan salat diatas sajadah ( tikar, karpet, keramik ) tidak termasuk budaya kaum muhajirin, Ansar, tabi`in yang mengikuti jejak mereka dengan baik di masa Rasulullah saw. Bahkan mereka menjalankan salat di atas tanah , seseorang diantara mereka tiada yang menggunakan sajadah husus salat [1]
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dengan baik